᥉ꫀᥣᥲꪑᥲt dᥲtᥲᥒg.
sebelum membaca, saya mohon perhatiannya untuk beberapa hal.
• cerita ini saya buat murni dengan hasil pikiran saya sendiri.
segala bentuk plagiat dan komentar buruk mohon tidak dilanjutkan.
• bila menemukan adanya kata-kata atau sesuatu yang tidak berkenaan dengan pembaca, mohon untuk segera tinggalkan cerita ini.
saya menerima masukan, tapi tidak dengan komentar buruk.
tꫀɾเꪑᥲ kᥲ᥉เh
•••
Banyak orang sulit menerima sebuah kepergian. Sebagian ada yang percaya kalau perpisahan adalah yang terburuk, dan sebagian ada yang percaya kalau perpisahan itu bukan apa-apa.
Krasiva Anastasya hanyalah gadis berumur 14 tahun ketika ia mulai percaya kalau kepergian adalah hal yang melegakan.
Mamanya meninggal setelah berusaha untuk tetap bertahan hidup selama empat tahun karena mengidap diabetes.
Semua orang menangis disamping tubuh Kinan yang sudah tidak bernyawa. Namun anaknya, Krasiva, hanya diam didepan pintu ICU sambil tersenyum kecil.
Krasiva masih berumur 14 tahun ketika ia dengan gamblang mengatakan, kalau ia senang Tuhan telah menjemput Mama.
Krasiva senang Mama tidak perlu menahan sakit lagi. Tidak perlu menangis diam-diam, hanya karena tidak mau Krasiva dan Papa tau kalau dia sedang kesakitan.
Krasiva juga senang karena Mama tidak perlu bolak-balik rumah sakit hingga membuat Kinan harus menahan diri untuk tidak mengatakan kalau dia sangat lelah dengan semua rangkaian pengobatan.
Meski tidak ada lagi yang menyiapkan nasi goreng spesial untuk sarapan atau drama kecil tentang rebutan cokelat putih kesukaannya dan Mama, Krasiva tetap senang Mama tidak lagi sakit.
"Anjing! Pak Yusuf woi!" Cewek itu berdecak setelah mendengar peringatan temannya, lalu membuang putung rokoknya kesembarang tempat dan ikut mengintip dari celah dinding yang bolong.
"Heh! Siapa itu anjing-anjing! Dikira bapak gak denger?!"
Dengan spontan, kelima murid yang terdiri dari tiga cewek dan dua cowok itu langsung mengambil posisi bersembunyi dibalik barang-barang bekas yang terletak didalam gudang.
Suara pintu yang terbuka dengan keras membuat semuanya menahan nafas seketika. Suara langkah kaki Pak Yusuf semakin mendekat, diringi dengan aura mencekam yang pekat.
"Oh, ngerokok lagi kalian disini?!" Ucap Pak Yusuf ketika asap dari salah satu putung rokok yang belum sempurna mati terlihat oleh pandangannya.
Mata guru yang dibingkai kaca mata itu mengedar dengan teliti, lalu berhenti disebuah lemari tak terpakai yang berada dipojok ruangan. Sepatu murid yang sangat dia kenali, karena bagian depannya yang berwarna putih di coret dengan stabilo kuning membuatnya tersenyum menang.
"Zaki, keluar kamu. Ngapain sembunyi dibelakang lemari?"
Zaki mengumpat tanpa suara, namun tidak juga keluar dari persembunyiannya, membuat Pak Yusuf semakin naik pitam dan melangkah mendekat dengan cepat.
Sebelum Pak Yusuf semakin dekat, Dina yang bersembunyi dibalik meja rusak menyandung kaki Pak Yusuf hingga guru itu terjatuh.
Krasiva yang berada disebelah Dina membulatkan matanya, lalu menyentak Dina dengan keras, membuat cewek itu berdecak.
"Kepalanya berdarah!" Ucap Siska, yang melihat kejadian dari tempat persembunyiannya. Pak Yusuf masih diam dalam posisinya, jatuh dengan posisi tengkurap, dan dahinya mengeluarkan cairan merah kental karena tergores paku meja.
"Woi, lari!" Zaki langsung keluar dari tempat persembunyiannya bersama satu orang laki-laki lain. Dina dan Saskia juga ikut berlari, tidak memperdulikan keadaan Pak Yusuf.
"Krasiv, cepet!" Sahut Siska, menyempatkan diri berbalik setelah menyadari kalau Krasiva tidak ikut berlari.
"Lo liat keadaannya!"
Dina ikut berbalik, lalu berdecak. "Bangsat! Lo mau nolongin dia, gitu? Terus ketangkep konyol dan di drop out gara-gara ngerokok dan buat guru luka?!"
Krasiva mengepalkan tangannya, lalu mendekat kearah Pak Yusuf yang tidak sadarkan diri dan mendesis.
"Cuma pengecut yang gak bertanggung jawab." ucapnya, meski bukan dia yang menyebabkan Pak Yusuf seperti itu.
Tidak masalah jika dia dikeluarkan dari sekolah. Melihat keadaan orang tidak bersalah yang sekarat didepannya, membuat ia akan semakin tidak tenang.
Krasiva menghela nafasnya, lalu mengeluarkan sapu tangannya didalam kantong rok span abu-abu yang dia pakai dan menekan luka gores Pak Yusuf.
Padahal hanya tergores, bukan tertancap, tapi guru tua itu pingsan. Mungkin karena faktor usianya, ia kaget dan tak sadarkan diri.
Sekali lagi Krasiva menghela nafasnya panjang. Sebelah tangannya mengambil ponsel, lalu menghubungi Dokter Klinik sekolahnya.
"Bosen banget. Pasti gue di drop out lagi habis ini," ucapnya kalem sambil menunggu sambungan telponnya terhubung.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkrasiv ☑️
RomantizmTentang perjuangan untuk mendapatkan, namun yang pada akhirnya dia lepaskan. Krasiva benci peduli dan percaya pada orang lain. Lalu Arkara datang, mengubah yang asing menjadi biasa. Namun sayang, hal biasa tadi kemudian berubah lagi menjadi asing...