"Jadi, om itu papah lo?" Arkara mengangguk, keduanya larut dalam perbincangan sambil menikmati angin malam dengan duduk berdua diatas kap mobil milik Krasiva.
"Gimana bokap gue? Ganteng kan kayak gue?"
"Ganteng sih, lumayan lah. Tapi lebih mirip ke Raka." Arkara mendengus geli.
"Omong-omong makasih udah mau nolongin bokap gue."
"Santai aja --Eh, lo ngapain cengar-cengir daritadi?" Krasiva mendelik melihat wajah Arkara yang berbinar.
"Gue lagi seneng tau."
"Hah?"
"Iya, seneng banget bisa sedeket ini sama lo."
"Jangan mulai ya! Lagipula gue cuma lagi males ngeladenin lo yang abstrak." Arkara langsung terkekeh.
"Alah! Ngomongnya aja males ngeladenin, tapi tadi pas dipeluk nyender juga saking nyamannya." Wajah Krasiva langsung menghangat. Malu.
"Najis! Lo dibaikin malah ngelunjak ya Ar!"
"Ish judes lagi, maaf-maaf gak gitu lagi."
"Diem! Nyesel gue baik-baik sama lo." Arkara hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Menyesal karena bermain-main dengan Krasiva yang moodnya sedang tidak stabil.
"Yaudah gue diem." Sepertinya Arkara tidak main-main dengan ucapannya. Laki-laki itu benar-benar diam. Membiarkan hembusan angin hanya jadi saksi buta keduanya yang tak mau saling bicara.
Krasiva melirik kearah Arkara disampingnya yang sedang menatap lurus kedepan. Lagi-lagi Krasiva dibuat bingung karena perasaannya sungguh terganggu ketika melihat Arkara jadi sosok yang begitu tenang.
"Ngomong." Celetuk Krasiva tiba-tiba.
"Huh?"
"Ck! Ngoming, cepet!"
"Tadi katanya disuruh diem?"
"Gue suruh diem lagi kalo lo ngungkit soal pelukan tadi." Sebenarnya Krasiva sedikit berat berkata seperti itu. Namun ya bagaimana, dia sudah keceplosan mengungkapkan pemikirannya.
"Jadi gue ngomong apaan?"
"Apaan kek, terserah!" Ketus Krasiva.
"Kenapa?"
"Gue gak suka liat lo diem aja. Disini udah sepi, jangan ditambah sepi." Arkara tersenyum mendengarnya.
"Lo kemana tadi? Kenapa bolos sekolah?" Itu adalah pertanyaan yang sejak tadi ditahan Arkara. Tentang gadis itu yang tak masuk kelas karena bolos.
"Gak kemana-mana."
"Bohong."
"Emang." Arkara mendengus. Susah sekali bicara dengan gadis keras kepala disampingnya itu.
"Lo kenapa nanya soal panti asuhan?" Kali ini Krasiva menengok, satu alisnya terangkat karena bingung. Bagaimana Arkara bisa tau?
"Tadi papi cerita, katanya cewek yang anter dia pulang tadinya lagi nanya alamat panti asuhan mawar." Sambung Arkara seakan tau apa isi pikiran Krasiva.
"Kepo lo kayak dora."
"Gue serius. Lo kenapa nanya panti asuhan?"
Hening sejenak, sampai akhirnya Krasiva memutuskan untuk menjawab. "Nemuin temen gue."
"Hah?"
"Hah-heh-hoh! Manusia tolol dasar. Gak ngerti ya gausah nanya terus." Balas Krasiva sarkas.
"Hus! kasar banget sih omongan lo."
"Bodo."
"Tapi bentar deh, temen lo anak panti asuhan? Serius?"
"Iya, kenapa? Mau ketawa? Merasa gak percaya gue punya temen dari kalangan bawah?" Arkara langsung menggeleng berkali-kali. Sungguh bukan itu maksudnya bertanya.
"Yaampun! Enggak! Bukan begitu."
"Halah."
"Gue cuma nanya kali, by. Jangan gampang tersinggung gitu dong."
"By, by, by. Geli bego gue dengernya-- awh!" Mata Krasiva melotot begitu Arkara dengan beraninya menyentil bibirnya.
"Ngomong kasarnya dikurangin, sayang."
Plak!
"Aduh!" Arkara memegangi bagian belakang kepalanya yang dipukul Krasiva. Nyeri.
"Sayang-sayang! makan tuh sayang."
"Duh, heran deh, mainnya kasar mulu! Yang halus dikit gak bisa apa?" Krasiva mendelik, entah kenapa ucapan Arkara terdengar ambigu di indra pendengarannya.
"Gimana bisa ya itu temennya bertahan temenan sama cewek judes kayak gini." Gumam Arkara yang sangat-sangat dengan jelas masih bisa Krasiva dengar.
"Temen gue tuh beda! Gak kayak manusia lain, munafik." Seru Krasiva emosi.
"Masa?"
"Lo gak percaya?"
"Maunya sih nggak. Tapi karena jodoh Arka yang ngomong, yaudah deh dipercaya aja."
"Gue serius!" Krasiva melayangkan pukulan ringan dilengan Arkara.
"Iya-iya."
"Lo mau ketemu temen gue?" Arkara yang tadinya masih mengelus-elus leher belakangnya yang sedikit nyeri, langsung menengok dengan mulut menganga.
"Lo ngomong sama gue, by?"
"Nggak, gue ngomong sama luka dimuka gue nih." Krasiva menunjuk wajahnya yang dibeberapa bagian masih tersisa luka lebam. Arkara meringis melihatnya.
"Eh, serius dong yang."
"Najis." Arkara berdecak.
"Tadi lo nanya, gue mau nggak ketemu sama temen lo? Gue mau dong."
"Hm."
"Hm? Hm apa?"
"Iya."
"Ngomong yang jelas deh, Rasiv." Arkara jadi gemas sendiri rasanya.
"Iya, nanti gue temuin sama temen gue."
"Beneran? Okedeh!"
"Tutupin dong." Wajah Arkara langsung berubah tidak suka ketika melihat putung rokok sudah mengapit dibibir Krasiva. Gadis itu mencoba menyalakan api, namun terus saja gagal karena angin yang menerpa.
"Heh! Tutupin, gue mau nyalain apinya." Krasiva lalu mengapit rokoknya lagi ketika Arkara dengan berat hati sudah menaruh tangannya didepan rokok Krasiva. Mencoba menutupi dari angin.
Dan sisa malam itu, dihabiskan mereka untuk diam, duduk berdampingan dengan perasaan yang masih bertolak belakang.
Entah kapan. Arkara benar-benar ingin sebisa mungkin merubah kebiasaan-kebiasaan Krasiva yang seperti ini. Merokok, berkata kasar dan berantem hingga wajah cantiknya beberapa kali tergores.
"Ternyata gak buruk juga saling bicara sama lo." Ucap Krasiva ketika menghembuskan asap rokoknya yang seketika langsung menghilang terbawa angin malam. Arkara hanya diam saja. Tak berniat membalas.
>><<<
WOIII FULL NIH ARKRASIV MOMENT!! 😂♥
hadueee akhirnya bisa update sayy~
.
JANGAN LUPA VOMENT YAA!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkrasiv ☑️
RomanceTentang perjuangan untuk mendapatkan, namun yang pada akhirnya dia lepaskan. Krasiva benci peduli dan percaya pada orang lain. Lalu Arkara datang, mengubah yang asing menjadi biasa. Namun sayang, hal biasa tadi kemudian berubah lagi menjadi asing...