Suasana tempat makan disalah satu pusat perbelanjaan malam ini begitu ramai. Beberapa kali Arkara mengeram marah saat Krasiva terus kena senggol dan menjadi pusat perhatian karena wajahnya yang lebam.
"Pasti gue dikira KDRT sama orang-orang yang liat muka lo hancur begitu." Gerutu Arkara saat mereka sudah mendapatkan tempat duduk.
Krasiva terkekeh saja, merogoh ponsel disaku celananya dan memilih duduk didepan Arkara. "Kalo KDRT berarti lo suami gue, gitu? Idih ogah!"
"Andra itu siapa? Tamara siapa? Kenapa dia manggil lo macan? Terus kenapa lo rela disakitin sama dia hanya demi nyuapin dia makan?" Tanya Arkara mengabaikan ucapan Krasiva.
"Nanya-nanya kayak bapak gue aja lo! Diem deh, panggil waiters sana!"
"Krasiva, gue serius." Krasiva menghela nafasnya berat. Susah sekali mengubah topik jika bicara pada Arkara yang memiliki tingkat kepo tinggi.
"Gini aja, kita main gunting-batu-kertas. Yang menang, boleh nanya apapun ke yang kalah. Tapi hanya satu pertanyaan atau tantangan. Kayak truth or dare gitu deh."
"Lo itu selalu aja gak mau rugi ya?" Sindir Arkara yang membuat Krasiva terkekeh lagi. Tatapan kesal Arkara melemah, dia suka saat Krasiva terus ceria didekatnya seperti itu.
"Mau gak? Kalo nggak yaudah. Gue mau pesen nih, haus, lapar, kedinginan kayak gembel aja gue gak lama."
"Yaudah pesen dulu, baru main." Selepas itu Arkara memanggil waiters. Memesan makanan dan minuman yang lebih didominasi keinginan Krasiva.
"By" Jari lentik Krasiva yang tadi sedang mengetik disebuah benda pipih ditangannya langsung terhenti. Kepalanya mendongak, menaikkan satu alisnya seakan bertanya kepada Arkara apa-manggil-manggil.
"Muka lo gak sakit? Gue beliin obat dulu ya diapotik. Lo gak apa gue tinggal sebentar disini?"
"Alah, santai aja, udah kebal gue. Lo gak usah kemana-mana. Jadi main gak nih? Gue gatau kenapa semangat banget nih!"
"Yaudah, abis makan aja gue beliin obatnya ya?"
"Bawel lo kayak kurcaci."
"Yaudah-yaudah, ayo main." Arkara melihat lengan hoodienya yang panjang. Bersiap-siap mengangkat telapak tangannya ditengah-tengah meja. Krasiva pun sama, mengangkat tangannya kedekat Arkara.
"Satu dua tiga!" Ucap Arkara cepat. Laki-laki itu tanpa sadar bersorak senang saat melihat telapak Krasiva datar. Gadis itu kalah karena berarti dia memilih kertas. Sedangkan Arkara memilih gunting.
"Bangke." Umpat Krasiva kesal. Mungkin ini yang namanya senjata makan tuan.
"Lo kalah."
"Iya iya tau. Gak usah diulang, gue gak buta atau tuli."
"Jadi, lo pilih truth or dare?" Krasiva menimang sejenak. Karena malas melakukan apapun akhirnya dia memilih truth yang berarti jujur.
"Pas banget! Gue mau lo jujur, sebenarnya ada apa tentang lo dan Andra? ceritain semuanya!" Mulut Krasiva sudah komat kamit menyumpah serapi Arkara yang sangat pintar memainkan kesempatan.
"Ceritanya panjang. Kayak rel kereta api."
"Gak papa. Gue dengerin, cepetan deh." Arkara menopang dagunya diatas tangan yang dia letakkan dimeja. Menatap lembut Krasiva yang berulang kali menghela nafasnya.
"Ck, darimana ya? Duh, bingung gue."
"Ya dari awal, lah! Masa dari akhir baru ke awal?" Sepertinya candaan receh Arkara membuat mood Krasiva memburuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkrasiv ☑️
RomansaTentang perjuangan untuk mendapatkan, namun yang pada akhirnya dia lepaskan. Krasiva benci peduli dan percaya pada orang lain. Lalu Arkara datang, mengubah yang asing menjadi biasa. Namun sayang, hal biasa tadi kemudian berubah lagi menjadi asing...