"Dia memang hanya diam, namun dengan diam lah dia memperhatikan. Dia memang berhati keras, namun di balik semua itu, dia menyimpan jutaan kasih sayang."
>><<
Hal yang benar-benar mengesalkan untuk seorang Arkara adalah : mendapati kalau sifat pelupa nya masih saja suka kambuh disaat-saat penting.
Siang ini, laki-laki dengan senyum ramah itu harus berlari kesana-kemari ke perpustakaan untuk mengambil buku cetak sastra yang pak Romo suruh ambil dari kemarin.
Bukan hanya satu, dua atau tiga buku. Tapi tiga puluh buku tebal yang harus sampai di meja pak Romo sebelum bel masuk berbunyi.
Harusnya, saat ini dia sedang makan dengan tenang di kantin atau sekedar menggoda Krasiva dikelas.
Ini salah Arkara. Kemarin saat dimintai tolong oleh pak Romo, Arkara sudah bilang kalau dia akan melakukannya sendiri, itung-itung olahraga.
Dan sekarang, laki-laki itu merutuki ucapannya kemarin.
Tangan Arkara hanya mampu membawa sepuluh buku cetak tebal sastra berbagai jenis.
Jadilah dia harus bolak-balik sampai tiga kali dari lantai dua, ke lantai satu tempat kantor guru berada.
Arkara membaca doa didalam hati, semoga teman-teman sekelas nya terkena musibah karena tidak mau dimintai tolong tadi.
"Kalo aja seneng, ngikut semua! Kalo gue lagi susah begini, pada alesan bilang kalo ini tanggung jawab gue! Sialan!"
Arkara menggerutu sambil sesekali merapikan tumpukan buku ditangannya yang saat ini sedikit menghalagi jalan.
Bisa mampus dia kalau pak Romo tau dia teledor seperti ini. Jadi, dengan otak dangkal nya, Arkara mempercepat langkahnya menuju ruang guru mengingat waktu yang mulai menipis.
Tepat di belokan koridor, buku yang Arkara bawa berhamburan dan jatuh berserakan dilantai saat sesuatu membentur Arkara.
Dengan wajah kesal. Arkara mendongak mendapati wajah polos Agam berada didepannya.
Dari pelipis Agam menetes satu persatu keringat. Laki-laki itu juga nampak memakai baju olahraga.
Ah iya, hari ini kelas Agam kena jadwal olahraga.
"Mata lo dimana hah? Gak liat kalo gue lewat?!" Sewot Arkara sambil memunguti satu per satu buku cetak yang berhamburan disekitarnya.
"Ikut gue! Cepat!" Suara Agam bergetar. Arkara bisa mendengar dengan jelas itu.
Merasa serius, Arkara berdiri untuk menyamakan posisinya dengan Agam.
"Kenapa? Kemana?"
"Lo dipanggil Raka! Ayo, cepet! Manda pingsan, sekarang di UKS dan dia terus aja nyebut nama lo." Penjelasan random dari Agam itu, membuat Arkara termenung bingung sebentar.
Kenapa Manda menyebut-nyebut namanya?
"Udah! Sekarang lo ke UKS aja. Buku-bukunya biar gue yang beresin." Sekarang giliran Agam yang jongkok dan mulai memunguti buku-buku cetak tebal dilantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkrasiv ☑️
RomanceTentang perjuangan untuk mendapatkan, namun yang pada akhirnya dia lepaskan. Krasiva benci peduli dan percaya pada orang lain. Lalu Arkara datang, mengubah yang asing menjadi biasa. Namun sayang, hal biasa tadi kemudian berubah lagi menjadi asing...