[021]

3.4K 179 2
                                    

Suara ledakan terus terdengar di area hutan dekat istana Lucifer. Keadaan semakin ruyam, tidak ada yang berani keluar dari istana. Mereka yang ada di istana Lucifer memilih diam di dalam aula utama istana.

"Apa yang harus kita lakukan?" Gumam salah satu pelayan yang mulai ketakutan dan menangis.

"Lebih baik kita diam di sini, istana dilindungi oleh sebuah barier. Mereka kaum serigala atau pun kaum lainnya tidak akan bisa menembus barier ini," ujar salah satu prajurit.

"Ya, tapi sekarang keadaan di luar penuh dengan suara ledakan. Apa Raja dan Ratu belum kembali? Apa kita akan tetap terkurung di kerajaan ini? Apa--"

"Keparat! Tidak perlu berbicara yang tidak perlu!" Seseorang memotong perkataan salah satu pelayan yang berkumpul di sana.

"Tapi coba pikir baik-baik jika kita terus di sini kita akan tetap mati. Kalau barier yang dibuat oleh Ratu Kiezi pecah dan hilang maka kita semua akan mati, kembali hancur, kembali mati!" Balas pelayan yang lain.

Aula utama penuh dengan perdebatan hingga suara jeritan karena seseorang tiba-tiba menebaskan pedangnya. Suara teriakan di mana-mana. Aula utama menjadi penuh dengan darah.

"A-apa? Di-dia! Lar-lari!!!"

"Kyaaa!!!"

"Arghhh!"

Ruangan aula utama menjadi lautan darah akan seluruh vampir yang ada di istana Lucifer. Tidak ada yang tahu siapa yang telah membunuh semua yang ada di istana itu, tapi yang pasti aula itu penuh dengan genangan darah.

****

"Lovio! Jangan ke sana!" Teriak Zavier yang langsung melilitkan rantai menarik Lovio ke atas pohon.

"Apa-apaan!? Kita harus membunuh mereka semua!" Bentak Lovio sebal.

"Kita harus membuat rencana dulu," ujar Zavier datar ke arah Lovio.

"Cih."

"Kenapa?" Balas Lovio santai.

"Kalau kita tidak membuat rencana, sama saja kita akan mati," jawab Luvin sambil menengok ke bawah.

Lovio terdiam lalu menghembuskan nafasnya kasar. "Kalau begitu pakai caraku."

"Caramu? Apa?" Balas Kelldy bingung.

Lovio menarik nafas lalu menghembuskannya secara kasar. "Kelldy kau akan jadi umpan, Zavier kau yang akan menarik Kelldy ke atas saat Kelldy sudah sampai ke arah pohon situ. Luvin kau akan ikut denganku untuk menghabisi mereka semua."

"Kenapa harus aku yang jadi umpan? Kenapa bukan Zavier saja?" Balas Kelldy malas.

"Karena dia tidak bisa pakai pedang." Zavier merasakan dirinya diejek langsung mendengus sebal.

"Tidak perlu melirikku seperti itu!" Balas Zavier sebal.

"Ya, terserah sajalah, tapi bagaimana? Mau menggunakan caraku?" Tanya Lovio datar.

"Aku ada satu pertanyaan," ujar Luvin. "Kenapa kita harus memancingnya ke arah pohon itu?"

"Pohon itu paling besar dan juga mudah untuk aku menggunakan sulur tumbuhan itu untuk mencari siapa yang mengendalikan mereka yang sudah mati," ujar Lovio datar.

"Baiklah kalau begitu, aku akan turun... tapi langsung tarik aku. Belum tentu aku bisa menahan semua serangan," ujar Kelldy yang lalu melompat tanpa mendengar jawaban.

****

"Dasar perempuan jalang."

Kellyn tersentak lalu menunduk dan memilih mengabaikan Helen yang menatapnya benci. Dia tidak peduli dan tetap memilih diam, dia tidak mau berurusan lagi dengan perempuan itu.

"Helen! Jangan berkata seperti itu," balas Timo ke arah tuannya.

"Jadi kau lebih membela dia yang dekat dengan--"

"Lalu apa urusannya dengan anda?" Kellyn dengan berani memotong perkataan Helen karena merasa kesal. "Apa urusan anda dengan saya dan Pangeran Kelldy berhubungan?"

Helen geram langsung berteriak menarik sebuah pedang kecil yang ada di bagian saku gaun panjangnya dan melemparkan langsung ke arah Kellyn. Kellyn terkejut tapi untung tidak mengenai dirinya dan malah tertancap di lantai.

"Dasar sialan! Ber--"

Plak!

Satu tamparan dari Timo membuat Helen terdiam. Dia membeku lalu menunduk.

"Helen! Aku tidak mengerti dengan dirimu, kau tidak perlu semarah itu. Memang pantas kau mendapat pertanyaan seperti itu dari Kellyn. Memang apa urusannya?" Timo berkata marah.

Helen diam lalu terdengar isakan pelan dari Helen. "Karena aku membenci semuanya, karena Kiezi, semua mati. Dia tidak mau bertanggung jawab sama sekali."

"DIA PEMBUNUH! KALAU GADIS INI ADALAH ISTRI DARI KELLDY ANAK DARI KIEZI KENAPA DIA BISA SENYAMAN ITU!? KIEZI ITU PEMBUNUH! DIA PEMBUNUH!" Teriak Helen frustasi sambil menarik rambutnya sendiri.

Kellyn terdiam menatap ke arah Helen. Dirinya benar-benar tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Bayangan tentang Kiezi yang telah menganggapnya seorang anak juga membuat dirinya tidak bisa percaya dengan Helen yang berkata jika Kiezi pembunuh.

"KALAU KIEZI TELAH MEMBUNUH KELLDY ITU JUGA PEM--"

"Jangan berbicara hal yant tak mungkin," potong Kellyn yang telah berdiri dan berjalan ke arah Helen.

"Jangan berkata seakan-akan kau tahu semua," ujar Kellyn menjadi dingin. "Kau tak tahu apa-apa, kau hanya melihat Bunda dari satu sisi saja. Kau tak melihat dirinya yang berkorban demi orang yang dia sayang. Mungkin dia memang angkuh, dia seorang vampir yang dingin dan acuh tapi hatinya... di hatinya dirinya tetap seorang yang baik hati!"

Helen terdiam mendengar perkataan Kellyn yang sangat yakin dengan dirinya sendiri. Helen menunduk lalu tertawa.

"HAHAHAHA! Lalu kau pikir kau tahu dirinya yang dulu? Saat dia terus membunuh siapa pun yang selalu menghalanginya? Kau tahu apa hah!?" Bentak Helen ke arah Kellyn yang sedikit tersentak.

"Aku memang tak tahu dirinya yang dulu." Kellyn terdiam lalu kembali berkata, "tapi... aku yakin dia membunuh pasti ada alasannya."

"Alasan? Sungguh lucu! Lucu! SANGAT LUCU! Alasan apa hah? Saat perperangan dia bahkan harus membunuh yang lain juga? MEREKA MATI! MEREKA MATI KARENA KIEZI YANG SELALU MEMBUNUH SECARA SEMENA-MENA!" Teriak Helen.

"Gara-gara dia juga kekuatanku hilang! KEKUATAN DALAM DIRIKU HILANG! TIMO TIDAK LAGI BISA MENGGUNAKAN KEKUATANNYA!" Teriak Helen ke arah Kellyn.

"Aku tahu penderitaanmu, karena aku selalu sendiri."

"Kau tak tahu apa-apa." Helen berkata dingin. "Kau tak akan tahu apa-apa."

****

Prince Vampire : Queen of Kiezi's Darkness ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang