Zen dan Kelldy menatap dua orang manusia dengan pandangan bingung. Yang satu duduk dan yang satu berdiri.
"Mm... kenapa kau tak duduk?" Tanya Kelldy menatap Victor yang tetap berdiri dengan wajah pucat pasi, "padahal gadis ini duduk."
"K-kalian benar-benar vampir?" Tanya Victor ketakutan sendiri, "k-kalian pasti minum darah bukan!?"
Zen terdiam, Kelldy juga terdiam, "Iya... kami semua vampir," ujar Kelldy menjawab pelan.
"Aku manusia," ujar Zen tiba-tiba. "Tapi dulu sebelum aku menjadi vamore seorang vampir."
"Vamore?" Yvye menatap Zen dengan pandangan bingung sendiri. "Apa maksudnya?"
"Vamore adalah manusia yang mengikat kontrak dengan vampir dan manusia yang terikat kontrak itu akan menjadi vamore atau biasa disebut kesatria milik vampir itu," jelas Zen menatap Yvye. "Juga... seorang vamore bukan lagi seorang manusia. Mereka bisa berubah menjadi sesuai lambang keluarga vampir yang menjadikan manusia itu vamore. Seperti aku," lanjut Zen.
"Lalu? Kau berwujud apa?" Tanya Yvye menatap Zen antusias sendiri.
"Sepertinya kau tak perlu tahu," jawab Kelldy bukan Zen. "Kau akan takut jika melihat wujud ayahku."
"Dia ayahmu?" Tanya Yvye, "di sini kalian hidup sebagai apa? Dan katamu kau manusia yang menjadi vamore, kenapa kau mempunyai anak vampir? Kau menikah--"
"Ya dia ayahku dan ibuku adalah ratu dari istana ini," potong Kelldy cepat, "dan lagi dia sekarang bukan lagi manusia."
"Lalu kau apa? Jabatan kalian berdua maksudku apa kalian raja atau apa gitu?" Tanya Yvye dengan rasa ingin tahu.
Zen menghela nafas, "Aku mantan raja, tapi aku masih resmi seorang raja, biasanya seorang raja harus memiliki pasangan hidup. Jadi setelah ibu Kelldy tiada, dia yang menganggantikan dengan istrinya."
"Oh! Jadi kau istrinya? Yang sedari tadi berdiri dan menatapku tak suka!" Teriak Yvye ke arah seorang gadis dengan jubah berbulu gelap.
Kelldy menoleh ke arah gadis yang disebutkan dan itu bukan Kellyn melainkan Gilara. "Bukan, dia bukan istriku."
"Lalu siapa--"
"Cukup! Yvye kamu kenapa sih? Kok bertanya melulu kepada mereka? Lebih baik kita bertanya bagaimana kita keluar dari sini," potong Victor yang ahkirnya angkat bicara.
"Tidak! Untuk apa kita keluar dari kota ini? Aku malah senang karena harapanku terkabul!" Yvye menyergah sebal.
"Harapan apa?" Tanya Zen menatap Yvye yang sekarang menatap Zen sambil tersenyum antusias.
"Kau ingin tahu!? Aku ingin mengetahui vampir itu seperti apa! Mereka itu ingin minum darah atau tidak, jadi kalian minum darah tidak?" Tanya Yvye.
"Iya, bukannya tadi aku sudah bilang bukan? Kami semua memiliki vamore yang akan menyediakan darah bagi kami," ujar Kelldy menjelaskan.
"Oh... jadi siapa vamore milikmu?" Tanya Yvye semangat.
"Aku tidak punya vamore--"
"Kalau begitu aku mau kok jadi gudang darahmu supaya tetap di sini!" Teriak Yvye tiba-tiba memotong perkataan Kelldy yang sekarang terdiam kaget dengan kata-kata Yvye.
"Tapi--"
"Tidak perlu malu-malu! Aku yakin darahku lezat!" Teriak Yvye sambil berdiri dan sangat senang. "Dan lagi aku mau merasakan namanya digigit oleh seorang vampir tam--"
Brak!
Yvye belum menyelesaikan ceritanya karena tiba-tiba pintu ruang tamu istana terbuka secara kasar. Seorang lelaki dengan rambut hitam gelap panjang sebahu berdiri dengan mata merah darahnya menatap ke araha salah satu orang yang ada di dalam.
"Kelldy! Istrimu sedang bertarung dengan seseorang di taman belakang!" Teriak Lovio keras ke arah Kelldy yang langsung membuat Kelldy berdiri dan keluar berlari dengan diikuti oleh Zen dan yang lain.
"Bagaimana bisa!?" Teriak Kelldy keras ke arah Lovio yang sekarang mendengus sebal sambil terus berlari dengan Gilara yang sedang dia gandeng.
"Aku tak tahu! Masih untung aku sempat memberitahu kepadamu! Luvin sedang membantu Kellyn," Lovio berkata sebal ke arah Kelldy.
Mereka berhenti tepat saat Arvar hampir memenggal kepala Kellyn, untung saja Kelldy dengan cepat meraih pinggang Kellyn dan memeluknya erat. Kelldy mengarahkan pedangnya ke arah Arvar.
"Kau! Untung apa kau kemari!?" Teriak Kelldy keras sambil memandang tajam ke arah Arvar.
Arvar menatap tajam ke arah Kelldy, "Aku hanya ingin meminta tolong! Bukan untuk bertarung seperti ini!" Teriak Arvar sambil melepaskan pedang dari tangannya. Dia mundur menuju ke semak-semak.
Dia kembali keluar dengan membawa tubuh Lia yang sekarat. Dia menghela nafas.
"Kumohon bantu aku!" Teriak Arvar dengan nada lesu dan kebingungan.
"Bantuan? Bantuan apa?" Tanya Kellyn pelan menatap kedua Arvar, "kalian tidak berniat berbohong bukan?"
"Tidak!" Lia tiba-tiba membuka mata dan berkata dengan nada tegas. "Kami ke sini karena aku ingin meminta bantuan kalian saja."
"Bantuan apa?"
"Sesuatu," lirih Lia lalu tak sadarkan diri secara tiba-tiba.
"Bisa aku pinjam ruangan? Aku akan memberitahu kalian sesuatu, waktuku dan Lia tak banyak," ujar Arvar pelan.
"Baiklah."
****
K
ellyn menyentuh pelan perut milik Lia yang terluka dalam. Dia menghela nafas sambil terus berusaha menutup luka menggangga di perut gadis berambut putih itu.
Arvar menatap luka milik Lia yang mulai menutup dengan sempurna. Dia tersenyum saat melihat Lia mulai membuka mata dan bangun dengan dibantu oleh Arvar.
Lia melihat ke sekeliling ruangan lalu langsung bangun dan bersujud tepat di depan kaki Zen.
"Zenn!!" Teriak Lia keras sambil memegangi kaki Zen. "Zen! Kumohon! Selamatkan aku!"
Zen menunduk sambil melepaskan tangan Lia dari kakinya lalu berkata pelan. "Kau meminta tolong padaku? Apa kau tak berpikir lebih logis lagi? Apa kau belum puas menghancurkan Kiezi dan aku!? Belum puas Delia!?" Teriak Zen menatap benci ke arah Lia.
Aura yang keluar dari tubuh Zen membuat semua orang merinding dibuatnya. Lia terdiam sambil terus menahan tangis.
"Maafkan aku! Di-di mana Kiezi? Ha-hanya dia yang bisa menghentikan ini! Hanya dia! Dia adalah penguasa dunia vampir! Hanya dia yang bisa--"
"Siapa yang memperbolehkanmu untuk menyebutkan nama Kiezi dengan mulut sialanmu itu hah!?" Potong Zen sambil menggeram dan berusaha mengontrol emosinya saat ini.
Delia menunduk ketakutan, "Maafkan aku Zen, kumohon maafkan aku."
"Kau bertanya bukan Kiezi di mana?" Gumam Zen pelan, dia menatap benci ke arah Delia. Zen berdiri lalu membiarkan Delia ketakutan sambil menunduk. Aura gelap yang dikeluarkan oleh Zen membuat semua merinding.
Bahkan Kelldy sampai menggandeng tangan Kellyn dengan wajah khawatir. Jonathan menatap tajam ke arah Zen, dia takut jika Zen akan berbuat hal yang di luar dugaannya. Lovio terus menggenggam tangan Gilara, Carlos, Yuina, dan Maven juga terdiam menatap. Sedangkan Yvye dan Victor terlihat sangat bingung dan tidak begitu mengerti.
Dengan tidak peduli dengan apa yang dikatakannya, Zen berkata dengan nada sangat dingin dan tertawa sumbang serta tersenyum smirik.
"Dia mati," lirih Zen.
****
Ini saya bener-bener update terahkir loh.... jangan nanya-nanya kapan saya update. Saya bener-bener bingung mau bales gimana. Tapi yang jelas saya itu sedang bleng.
HIATUS
s/d tanggal 9 Maret 2018
Saya update pada tanggal 10 Maret 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Vampire : Queen of Kiezi's Darkness ✔
VampireBook #2 BLOOD Series (Completed) Book #3 BLOOD Series (Completed) [18+] Sebuah suara yang membuat sebuah ramalan. Entah sebuah ramalan yang benar atau tidak. Semua yang terjadi di dunia mahkluk astral, di sebuah kota bernama Lucifer City. Penuh...