Pagi ini rasanya tak ada semangat di diri Adisty. Entah kenapa hari ini ia merasa akan mendapatkan hadiah beruntun yang akan menurunkan moodnya. Ingin rasanya ia kembali ke rumah, masuk ke kamar, kemudian bertemu berpeluk mesra dengan pulau kapuknya untuk menjemput sang pangeran di dalam dunia sana.
Meskipun ia tak terlambat hari ini, tapi tetap saja perasaannya tak enak.
“pagi Mak lampir” Adisty semakin menelungkupkan kepalanya di meja dengan menutup erat telinganya saat mendengar suara yang sangat tak ingin ia dengar.
“halah… sok sok an nutup telinga, biasanya juga situ yang paling cempreng” kata Adimas sembari menyeret kursi untuk ia duduki di samping Adisty.
“Bisa nggak sih… lo nggak ganggu gue sehariiiii aja” balas Adisty tak berniat menegakkan kepalanya untuk berhadapan dengan Adimas.
“heh Adimas minggir lo!” seru Bela saat tak bisa menduduki tempat duduknya karna terhalang oleh Adimas yang sedang memblokade jalan.
“lewat samping Adisty kan bisa, mager gue”
“muter lagi dong gue? Nggak mau! Berdiri nggak lo”
“Bagas! Nih jemput pacar lo yang udah kaya cabe nggak di kasih uang!” teriak Adimas saat melihat Bagas berdiri di depan pintu.
Bagas hanya memutar matanya jengah mendengar jeritan sahabatnya yang belum sepenuhnya move on itu.
“apa? Jangan bawa-bawa gue sama pacar gue” jawab Bagas biasa aja sembari berjalan kea rah Bela. Merangkulnya saat sudah di samping Bela.
“lo juga jangan mengumbar kemesraan di kelas gue! Kasihan mata suci gue!” balas Adisty gemas yang sudah bertatap muka dengan Bagas. Merasa jengkel dengan melihat kemesraan pasangan anget di depannya ini.
“halah sok suci, padahal mah udah pernah liat yang lebih dari ini” tak mau kalah, Bagas terus memojokkan Adisty, hingga Adisty memutar matanya jengah.
“bego emang! Udah sana pergi lo berdua! Jangan pernah muncul di hadapan gue dengan kemesraan kalian itu. Enek gue litanya”
“tuh Dim! Kode keras itu!”
“yeee… mau gue sumpel tu mulut?! Udah sana pergi lo!”
Bela hanya mencermati setiap percakapan teman temannya itu, sesekali mengerutkan keningnya saat tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Hingga akhirnya Bagas mengajaknya untuk ke kantin menemaninya sarapan.
“ngapain lo masih di sini?! Sana ke tempat duduk lo!” sentak Adisty mengagetkan Adimas yang masih setia menatap kepergian dua makhluk tadi, yang menyebabkan Adimas memegang dadanya reflek.
“lo nggak bisa ngomong baek baek apa?”
“nggak! Udah sana pergi lo!”
Adimas hanya mendesis tak suka sebelum beranjak dari duduknya,beralih duduk di belakang Adisty yang memang tempat duduknya. Hingga tak lama kemudian bel masuk berbunyi. Bela juga sudah berada di samping Adisty.
Entah ada angin lewat apa tiba-tiba bu Riska yang datang. Padahal ini bukan jadwalnya mengajar kelas IPA 1. Karna apa? Bu Riska ini guru matematika yang nggak mau anak didik mereka mendapat nilai di bawah tujuh.
“bu! Ibu salah kelas?” tanya Adimas yang di setujui oleh semua murid di kelas.
“nggak! Ibu nggak salah kelas. Kamu yang salah tempat Adimas!”
“kok saya bu?”
“kamu pindah ke depan!” bagai kerbau yang di cocok hidungnya. Adimas berjalan begitu saja ke depan tanpa protes. Biasanya mah… nunggu debat setengah jam dulu baru mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shrinking Violet
Teen FictionAdimas Adisty. Nama itu,.... Bukankah terlihat familiar? Mereka berdua sudah mencoba untuk melupakan satu sama lain. Namun takdir masih tak mau berpisah dengan kisah mereka. Karena ego tinggi mereka, mereka tak bisa merasakan indahnya kebersamaan...