Makasih kak chonssa buat bintangnya 😆 kak revadisty juga. Pokoknya terimakasih buat kalian yang udah mau mampir ke sini.
Happy reading 😅
***************************************
Adisty menegakkan tubuhnya, setelah ia berhasil menyelesaikan soal kimia di hadapannya. Ia tersenyum sebelum kembali meneliti jawabannya. Sudah menjadi hal wajib yang ia lakoni selama lima hari ini dalam menghadapi ujian.
Decitan kursi yang terdengar di depanya kini menyita perhatiannya, ia mendongak melihat Adimas sudah mengumpulkan jawabannya tanpa ragu. Ia tak heran, karna memang Adimas tak diragukan dalam mapel ini. Itu sudah menjadi keharusan jika Adimas melenggang duluan meninggalkan ruang ujian ini.
Akhirnya ia bisa keluar dengan nafas lega, sebelum suara keras yang amat mengesalkan mengagetkannya."dooorrr!!!!"
"ish... Apaan sih lo!"
Adimas nyengir kuda sebelum beralih duduk di sebelah Adisty.
“gimana tadi ujiannya? Pasti nggak bisa ngerjainkan? Makanya keluar lama”
“lo itu sebenarnya mau perhatian apa mau ngejek gue sih?!”
Adimas nyengir, “dua-duanya”
Adisty mendesis lalu kembali merapikan tasnya. Berhubung ini adalah ujian terakhirnya, jadi sekarang ia bebas. Seulas senyum tipis terbit di bibirnya, ia kemudian menoleh dengan cepat kearah Adimas yang sudah sibuk dengan handphonenya.
“Dim…” Adimas hanya berdehem menanggapi Adisty. Ia masih sibuk dengan handphonenya.
“Adimas…” kali ini Adisty memanggil dengan suara keras. Benar saja! Adimas langsung memasukkan handphonenya ke saku, dan secepat kilat menoleh ke Adisty.
Adisty meringis melihat itu, “jalan-jalan ke gramedia mau nggak?”
Adimas mengernyit, “tumben”
“udah ikut aja oke” belum Adimas menjawab, getaran di sakunya mengalihkan perhatian mereka.
“hallo ma”
….
“iya, Dimas ngerti kok”
….
“mama tenang aja, Adimas pasti ikut kok”
….
“mm.. Ma, tapi kayanya Adimas bakalan telat. Soalnya Adisty ngajak jalan dulu” katanya sambil melirik kearah Adisty.
….
“Bener?”
….
“ya udah kalau gitu Adimas jalan dulu”
“kenapa?” tanya Adisty tepat setelah Adimas memasukkan kembali handphonenya.
“nggak kok. Ya udah ayo berangkat” putus Adimas sambil berjalan mendahului Adisty ke parkir motornya. Sedangkan Adisty hanya mengendikkan bahu, kemudian menyusul langkah Adimas.
*****************######***************
Adisty melirik kearah Adimas, “Adimas” lagi-lagi ia memanggil nama itu.
Adimas mendongak, “Ya…”
“nggak ada cita-cita bayarin?”
Adimas mengernyit sebelum menoleh ke penjaga kasir yang masih sibuk membungkus beberapa novel pilihan Adisty. Adimas mengangguk kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang yang disebutkan penjaga kasir. Tak lama setelah itu, mereka kembali melaju menuju taman kota. Adisty yang menyarankannya dengan dalih kapan lagi merayakan hari bebas setelah berpikir penuh selama satu mingg? Jadi Adimas bisa apa kecuali menurutinya.
“Dimas kenapa mendadak lo jadi pendiam gini?” tanya Adisty menyadari jika selama perjalanan tadi lelaki di sampingnya ini jarang sekali berceloteh.
“hmm? Kenapa? Kangen sama gue yang cerewet?” jawab Adimas santai, masih setia berjalan di samping Adisty.
Adisty mendesis sebelum melanjutkan langkahnya menuju bangku taman.
“aahh… capek juga ternyata” keluh Adisty merasakan kakinya mulai membengkak. Ia menerima uluran air yang disodorkan Adimas. Entah ada apa dengan anak itu. Adimas ikut merehatkan tubuhnya di samping Adisty, ikut menegak air mineral yang ia bawa.
Hening.
Tak ada dari mereka berdua yang berniat membuka pembicaraan, mereka sudah sibuk di dunianya masing-masing.
Hingga deringan ponsel Adimas memecahkan keheningan itu. Adisty memperhatikan Adimas yang mulai menjauh.
“apa salahnya sih, angkat telpon di sini? Takut banget gue nguping” dumelnya sebelum kembali melihat instagramnya. Senyumnya kembali mengembang mengetahui foto yang muncul di berandanya.
“Adisty…” panggilan itu mengalihkan fokusnya, ia mendongak mendapati Adimas yang sudah berdiri di hadapannya.
“gue mau tanya untuk yang kedua kalinya, ahht… bukan. Mungkin yang terakhir kali” kata Adimas yang tambah membuat Adisty bingung.
“lo kenapa sih?”
Adimas menghiraukan perkataan Adisty begitu saja. Tetap melanjutkan apa yang memang ingin ia katakan. Ia tak akan terkecoh sekarang.
“lo mau jalin hubungan lagi sama gue?”
“maksud lo apa sih, bukannya dari dulu kita udah jalin hubungan? Temen kan maksud lo” Adimas memejamkan matanya sembari menarik nafas, tiba-tiba saja dadanya terasa sesak mendengar jawaban yang kelewat santai dari Adisty.
“jangan pura-pura idiot, bodoh atau apapun itu Adisty” tekan Adimas.
Adisty terdiam, baru kali ini ia melihat Adimas seserius dan setajam ini saat berbicara dengannya setelah kejadian Adimas mengajaknya balikan pertama kali. Ia menatap datar Adimas, ia tak suka jika mengungkit hal seperti ini.
“kali ini aja, jangan perduliin omongan orang! Kali ini aja, turutin apa kata hati lo” kata Adimas lirih. Ia seperti sudah tak memiliki urat malu lagi sekarang.
Bisa-bisanya ia memohon untuk yang kedua kalinya dengan sangat menyedihkan seperti ini. Namun mau bagaimana lagi, ia tak akan menyerah sebelum gadis di depannya ini sadar jika perasaannya adalah hal yang sangat berharga dari pada omongan orang semata. Memangnya mereka yang memberi makan Adisty? Bukan kan? Ini hidup Adisty! Mengapa harus menghiraukan omongan orang yang sangat tidak jelas itu?! Adimas benar-benar kesal selama ini.
“nggak! Gue bakalan tetep jawab nggak Dimas!” Adimas tertegun melihat sorot mata tajam Adisty. Tak lama ia tersenyum lirih, bukankah akhirnya akan seperti ini? Mau sekeras apapun ia mencoba, bukankah akhirnya akan seperti ini? Seperti yang sudah-sudah? Dirinya sungguh terlihat bodoh sekarang.
“plis… turunin ego lo Dis, gue tau lo masih ada rasa sama gue”
Adisty berdiri dari duduknya, menatap Adimas. Menjawab seolah tak ada beban sedikitpun.
“Ya, gue akui gue emang masih suka sama lo”
Adimas tersenyum tenang mendengar itu, sebelum perkataan Adisty selanjutnya berhasil menohok hatinya dalam.
“tapi gue nggak bisa sama lo lagi, gue bakal tetep teguh sama prinsip gue! Kalau tak ada kata balikan dengan mantan di hidup gue”
KAMU SEDANG MEMBACA
Shrinking Violet
Teen FictionAdimas Adisty. Nama itu,.... Bukankah terlihat familiar? Mereka berdua sudah mencoba untuk melupakan satu sama lain. Namun takdir masih tak mau berpisah dengan kisah mereka. Karena ego tinggi mereka, mereka tak bisa merasakan indahnya kebersamaan...