Setelah keluar dari duffan, Adisty dan Adimas tak langsung pulang. Mereka berhenti di salah satu restoran untuk mengisi perut mereka terlebih dahulu. Menilik waktu juga sudah beranjak sore namun mereka belum mengisi perut mereka dari siang tadi. Tak banyak waktu yang mereka buang hanya untuk makan.
Mereka memilih tak jadi pulang dan memilih untuk menikmati waktu berdua mereka sampai malam nanti. Karena hanya hari ini mereka bisa seperti ini. Benar. Hari ini adalah hari terakhir mereka bertemu sebelum besok mereka saling jumpa di bandara untuk keberangkatan mereka ke negara yang berbeda. Negara yang member mereka beasiswa untuk masuk ke perguruan tinggi.
Entah itu akan jadi penantian panjang bagi mereka atau malah jadi penantian lumayan cepat untuk mereka berdua. Melihat otak mereka yang bisa dinilai di atas rata-rata.
Mereka bisa cepat selesai jika memang dari mereka tak ada yang mengulur waktu dengan bermain main di sana.
"maaf kita nggak bisa ngabisin waktu bersama di duffan" sesal Adisty.
Adimas tersenyum masih dengan melanjutkan jalan mereka dengan jemari yang saling mengait satu sama lain.
"nggak kok, ini juga kita ngabisin waaktu bersama kan"
Mereka tak meneruskan obrolan lantaran Adimas menyeret Adisty ke bangku taman. Duduk berjajar sembari melihat indahnya langit sore. Tak ayal banyak pasangan yang memilih menghabiskan waktu mereka untuk jalan jalan di taman kota, karena memang suasana di sini indah pada sore hari. Bahkan untuk mengisi perut tak perlu jauh jauh, karena banyak pedagang yang membuka kedai mereka di sekitar taman.
"aku ingin kita bisa awet seperti kakek dan nenek yang duduk di sana" kata Adimas memecah keheningan dengan menunjuk kea rah kakek-kakek yang memengang erat tangan sang nenek dan saling melempar senyum.
"walaupun mereka sudah tua, tapi mereka tak memudarkan rasa sayang dan cinta mereka. Mereka sangat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Dan aku ingin kita seperti itu jika tua nanti" tambah Adimas dengan diakhiri mencium tangan Adisty yang ia genggam.
Adisty balik tersenyum pada Adimas. Ia juga sependapat dengan Adimas. Ia ingin bahagia dengan Adimas baik itu sekarang, besok, dan seterusnya. Adisty tak butuh kemewahan. Ia hanya ingin kebahagiaan yang sederhana. Bersama Adimas.
"itu semua bisa kita wujudkan jika kamu di Inggris tak melirik gadis lain. Aku ragu jika kamu kuat menahan godaan yang begitu besar di sana" kata Adisty dengan nada jahil. Masih menatap Adimas dengan senyumnya.
Adimas langsung saja mengecup pipi Adisty lantaran gemas dengan gadisnya itu. Bagaimana bisa ia membuang waktunya dengan tergoda oleh gadis-gadis di Inggris jika saja rindunya dengan Adisty sudah menggebu hanya dalam beberapa hari saja. Dan mamanya pasti akan menendang Adimas kala itu juga jika Adimas ketahuan bermain dengan cewek di sana.
"aku jamin. Aku nggak bakalan lirik perempuan disana. Lagian kita bisa video call setiap saat. Jadi buat apa aku ngelirik perempuan di sana" jawab Adimas mantap.
Senyum Adisty mengembang, "baik. Aku pegang omongan kamu. Kalau sampai aku denger kamu ada main sama cewek di sana. Kita putus saat itu juga"
Adimas melotot mendengar perkataan dari Adisty. Bagaimana bisa Adisty mengucapkan kata putus begitu gampang?
"kok langsung putus sih. Emang kamu tau kabar itu bener apa nggak? Kalau Cuma salah paham gimana?" Adimas protes.
"ya pasti benerlah. Secara tampang seperti kamu itu udah gampang di tebak kalau nggak di iket matanya"
Adimas mencebik kesal, "emang kamu nggak? Kamu juga bisa aja main kan sama cowok di sana. Secara kamu itu cantik mau dilihat dari segi manapun. Siapa yang nggak bakal tertarik sama kamu? Cuma lelaki gay yang nggak bakal tertarik"
KAMU SEDANG MEMBACA
Shrinking Violet
Roman pour AdolescentsAdimas Adisty. Nama itu,.... Bukankah terlihat familiar? Mereka berdua sudah mencoba untuk melupakan satu sama lain. Namun takdir masih tak mau berpisah dengan kisah mereka. Karena ego tinggi mereka, mereka tak bisa merasakan indahnya kebersamaan...