"kalau gitu. Kamu mau baliakan sama aku lagi? Di sini, di rumah aku, di meja makan aku, dan di hadapan mama aku. Aku mau ngajak kamu balikan untuk yang ke tiga kalinya sekaligus untuk yang terakhir kali. Apa Adisty mau balikan lagi sama Adimas?"
Kalimat itu meluncur dengan lancar dari mulut Adimas. Adimas bahkan menghiraukan mamanya yang berada tepat di sebelahnya, menatap jahil pada Adisty dan Adimas. Untung saja papanya tidak dirumah.
"nah kan, diem lagi. Adimas bilang juga apa ma, Adisty susah banget buat nerima perasaan dia sendiri. Kalau gini terus kan Adimas capek ma" elu Adimas menoleh ke mamanya dengan nada jenaka.
Mama Adimas tertawa riang mendengar ocehan anaknya, "haduh haduh.... Kalian ini ribet banget sih. Apa kalian mau langsung tunangan? Ya udah lusa kalian tunangan aja kalau gitu. Biar mama yang urus"
Adisty menganga mendengar penuturan itu. Belum sempat ia menyanggah, Adimas lebih dahulu menyahuti.
"oke. Adimas juga setuju, ntar Adimas tinggal bilang ke bunda kalau lusa Adimas bakal tunangan sama Adis. Lagian juga bunda pengen banget Adimas jadi mantunya" jawab santai. Ia bahkan mulai memasukkan kembali kue buatan bunda.
Adisty cengo dibuatnya.
"halah, kelamaan kalau nunggu ntar. Nih mama udah nyambung sama bunda Adisty. Sana ngomong yang bener" sahut mamanya menyodorkan handphonenya ke hadapan Adimas dengan mengeraskan suaranya.
"iya, kenapa Adimas? Pengen ngomong apa? " Kata bunda di seberang sana.
"ini bun, Adimas kan minggu depan mau pergi nih, jad-" belum sempat Adimas menyelesaikan ucapannya. Adisty menyerobotnya dengan nada tak terima.
"pergi?! Pergi kemana lagi?! Kenapa nggak ngasih tau aku?!"
Adimas menghela napas, kemudian menghadap Adisty sembari tersenyum, "aku baru aja mau ngasih tau kamu, tapi kamu marah marah terus sama aku"
Adisty menggeram, "jadi mau pergi kemana lagi?! " katanya kesal melihat Adimas bertele-tele.
"Inggris" jawab Adimas singkat. Ia mulai mengamati raut wajah Adisty yang mulai menegang, ada sedikit rasa kesal dan marah di sana.
"aku dapat beasiswa di sana. Dan ya, aku bebas biaya kuliah di sana" lanjut Adimas dengan senyum menenangkan.
Adisty masih bungkam. Enggan membalas perkataan Adimas.
"Adisty, sebenarnya tante yang nyuruh Adimas daftar di Inggris, supaya tante sama Adimas nggak terlalu jauh dari papa Adimas. Tapi memang nasib dia yang beruntung hingga mendapat beasiswa itu"
Adisty menarik napas dalam sebelum menghembuskannya perlahan. Kemudian menengok ke arah mama Adimas dengan senyum ramahnya.
"tante, bisa Adisty pinjam Adimasnya dulu?" katanya sambil mematikan sambungan dengan bundanya yang pasti sekarang sedang teriak teriak nggak jelas karena aksi mengupingnya terputus.
"tentu saja sayang. Ya udah kalau gitu tante ke atas dulu, mau lanjutin ngemas baju" pamit mama Adimas.
Adisty masih termangu di sana, ia masih menatap lurus kursi mama Adimas yang kini telah kosong. Ada rasa kesal di hatinya mendengar berita ini.
"Dis" panggil Adimas lirih sembari memegang tangan Adisty, mengarahkan dagu Adisty supaya kembali menghadapnya.
"maaf, memberitahu kamu mendadak seperti ini. Tapi percayalah, aku juga baru tau dua hari yang lalu. Dan maaf sudah membuatmu kecewa" kata Adimas lembut. Ada rasa menyesal dan tak rela di sana.
Adisty melepas tangan Adimas yang berada di dagunya, menatap tajam ke arah Adimas.
"kamu ngajak balikan, tapi kamu sendiri mau pergi?! Dan apa itu? Kamu daftar ke Inggris tanpa bilang dulu sama aku?!" Adisty menahan emosinya, ia tak bisa meledak di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shrinking Violet
Teen FictionAdimas Adisty. Nama itu,.... Bukankah terlihat familiar? Mereka berdua sudah mencoba untuk melupakan satu sama lain. Namun takdir masih tak mau berpisah dengan kisah mereka. Karena ego tinggi mereka, mereka tak bisa merasakan indahnya kebersamaan...