Part 22. On The Way Puncak

24 5 0
                                    


Masa bebas kelas dua belas kini tiba. Mereka sudah lepas dari yang namanya pelajaran yang sungguh membuat kepala mereka pecah satu tahun kemarin.

"gimana kalau kita liburan bareng di puncak?!" seru Bela.

"Berapa hari ay?" Bagas menimpali.

"lima? "

Adisty menghela nafas sebelum bersuara, "terus kita tidur dimana? Emang lo mau bayarin sewa vilanya?"
Bela memberenggut kesal. Ia kan hanya usul saja. Apa salahnya liburan beberapa hari di suatu tempat? Toh juga mereka tidak memiliki tanggungan lagi sekarang.

"gimana Dim?"

Adimas mendongak, "gue ngikut" jawabnya acuh.

Bagas mengangguk paham,  "baiklah kita liburan tiga hari di puncak!" jawabnya mantap.

Bela memprotes, "kok tiga hari ay? Bukannya aku usulnya lima hari?! "

Bagas menggaruk tengkuknya tak enak,  "mm... itu ay, vila mama yang di puncak waktu senggangnya cuma ada tiga hari. Itupun jika kita datang dua hari dari sekarang" jawabnya sambil meringis tak enak pada Bela.

Sungguh ia tak bermaksud menolak keinginan kekasihnya itu. Namun untuk sekarang hanya ini yang bisa ia usahakan. Setidaknya mereka bisa liburan kan?

"udahlah Bel nggak pa pa. Lagian tiga hari itu udah lama kok" tenang Adisty.
Fokus mereka terpecah saat Adimas melenggang keluar kelas begitu saja.

Bagas menoleh ke arah Adisty, "dia kenapa?" tanyanya mengendikkan dagu ke arah Adimas.

Adisty memilih mengendikkan bahunya. Ia tak mau ambil pusing dengan tindakan Adimas. Mungkin saja Adimas masih sakit hati padanya karena penolakan yang Adisty berikan kemarin kan?

Adisty lebih memilih melanjutkan percakapan mereka, "pulang sekolah, kalian mau kemana?"

"kencan" jawab Bela girang.

"kenapa lo mau ikut? tapi jangan salahin kita kalau ntar jadi obat nyamuk" tambahnya dengan senyum mengejek.

"sialan"

Bel pulang sekolah berbunyi, mereka meneruskan rencana mereka. Kecuali Adimas yang pergi begitu saja. Menghampiri mobil merah di depan gerbang, terlihat siluet perempuan dengan suari tergerai di bangku kemudi.

Adisty menyipitkan matanya, memastikan apa yang ia lihat bukan ilusi semata.

"Bel, itu beneran Adimas?" tanyanya.

"iya. Tumben dia nggak bawa motor sendiri"

"tapi kayanya itu bukan mamanya Adimas deh" tambah Bela.

Adisty masih terpaku dengan pemandangan itu, tak sengaja ia bersitatap dengan Adimas  sebelum akhirnya cowok itu menaikkan kaca mobilnya. Tapi kenapa Adisty jadi kesal melihatnya? Apakah karena ia tolak Adimas jadi segitu brengseknya dengan dirinya? Apakah itu diperbolehkan? Ish... Seharusnya Adimas biasa saja bersikap dengannya! Baru juga dua kali ia tolak, apakah Adimas mau menyerah begitu saja?!  Hist... Adisty benci memikirkan kemungkinan itu.

"Dis, jadi nggak?" Bela menyadarkan Adisty.

"iya ayo"

Sebenarnya Adisty masih kesal dengan aoa yang ia lihat tadi, namun mau bagaimana lagi? Ia harus tetap mempertahankan prinsipnya kan? Lagipula belum tentu Adimas bisa pergi begitu saja darinya. Ini sudah tiga tahun, dan apa? Adimas masih bersamanya kan?

*****####******####******####******

"Bun, Adis pulang" Adisty berseru sambil melepaskan sepatu juga melonggarkan dasi yang ia kenakan di sofa ruang tamu.

Shrinking VioletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang