Part 19. Sepupu

22 3 0
                                    

Tak ada hari dimana kelas dua belas IPA 1 istirahat setelah pulang sekolah, mereka dengan patuh menuruti perkataan bu Riris untuk belajar bersama. Dengan tekunnya mereka membahas soal satu persatu yang ada di buku soal. Mulai dari bab awal hingga kini bab terakhir berhasil mereka raih. Jikapun menemui soal yang benar-benar membuat mereka menyerah, maka, Adimas yang akan keluar kelas pertama kali untuk menanyakan pada guru mapel yang bersangkutan. Hasilnyapun tak mengecewakan. Terbukti dengan di setiap ulangan harian yang di adakan mereka selalu mendapat nilai memuaskan, dimana minimal adalah angka delapan. Itupun dengan jerih payah mereka sendiri.

Tak ada yang menengok barang sedikitpun. Mereka seakan menunjukkan jika apa yang mereka tekuni dan pelajari selama ini membuahkan hasil awal yang manis.
Kini mereka kembali mencermati setiap soal. Namun belum lima menit mereka membuka buku, suara Adimas membuyarkan konsentrasi mereka.

"maaf teman-teman hari ini kita ketambahan orang buat belajar bersama. Apa kalian keberatan?"

Semua terdiam, memperhatikan gadis yang berdiri tepat di sebelah Adimas. Gadis ramping dengan rambut cepak yang akan ikut bergerak jika ia menggelengkan kepalanya. Dia Diradara Pamela. Gadis yang mengganggu Adisty dengan menyiramkan air es sore hari itu. Gadis yang juga menyukai Adimas dengan gilanya.

Adimas berdehem, "jadi, apa kalian menerimanya?"

Semua masih diam, hingga suara pantofel mengalihkan penglihatan mereka.

"gue juga akan ikut gabung mulai hari ini. Tenang saja gue ahli fisika kok. Jadi soal fisika bisa tanya gue"

Semua serentak mengangguk dengan senyum lebar ke arah Dirga.

Dirga tersenyum senang, "berarti kalian nerima sepupu gue juga kan?"

Kali ini mereka semua di buat terkejut dengan pernyataan Adimas.
Hingga suara Adisty mulai memecahkan suasana hening.

"s... Sepupu?"

Ini sungguh kejutan bagi mereka. Apalagi Adimas dengan Adisty yabg selama ini sibuk berurusan dengan Dirga yang masih saja merecoki interaksi mereka.

Suara Dirga kembali menghilangkan kebengongan mereka,

"dia memang tak ahli dalam bidang apapun. Tapi bukankah kita wajib membantu teman kita yang sedang kesusahan?"

Adimas berdehem canggung,  "baiklah, kita terima saja mereka berdua supaya kita cepat membahas soal hari ini. Lihatlah jarum jam sudah menunjuk angka tiga"

Mereka mengangguk saja, tanpa ada gerajan menggeserkan meja untuk Dirga ataupun Dara. Meskipun mereka tuan rumah, tapikan Dirga dan Dara yang membutuhkan mereka. Jadi biarlah kedua orang itu berusaha sendiri untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Jangan harapkan kata bantu di kelas ini jika dalam keadaan yang sudah detik-detik penentuan seperti ini.

***

Pelajaran tambahan untuk dua belas IPA 1 berakhir sudah. Mereka sudah bubar sejak dua puluh menit lalu. Namun Adisty masih saja duduk termenung, memperhatikan sepatunya dengan sesekali menghela nafas gusar.

Ia mendongak saat merasa cahaya matahari yang terkena dirinya tertutupi oleh bayangan seseorang.

"belum pulang?"

Adisty mendengus, "kalau sudah pulang ya di rumah" ia mendongak melihat Adimas berjalan ke sampingnya.

"sama gue juga"

Adisty memutar bola matanya jengah. Tak bisakah Adimas bersikap biasa saja tidak sok baik seperti ini.
Ini bukan pertama kalinya mereka terjebak di situasi seperti ini. Tapi kenapa kali ini terasa lebih awarkd dari yang sebelum sebelumnya.

Adisty berdehem, "emang motor lo kemana?"

"dibawa kabur Dirga buat nganterin sepupunya"

Dahi Adisty mengernyit, "bukannya Dirga bawa mobil?"

"tau dari mana? " Adimas menoleh penasaran.

Adisty menghembuskan nafas sebelum menjawab,  "tadi pagi gue bareng sama dia"

"kalu gitu mau pulang bareng?"

Adisty mendelik, sebelum melayangkan pukulan pada pundak Adimas.

"lo kok ngeselin sih! Kalau mau ngajak pulang bareng, langsung to the poin dari tadi bisa kan?! " makinya masih saja memukuli pundak Adimas. Sedangkan Adimas sudah sibuk tertawa sembari berusaha menghentikan pukulan Adisty.

"hahaa... Udah dong. Sakit nih! Kapan pulangnya kalau gini terus?! " Adisty sontak menghentikan pukulannya. Kemudian beranjak dari sana. Hingga suara Adimas menghentikan langkahnya.

"hei mau kemana?! Mobilnya di sana, ngapain kamu masuk lagi ke sekolahan? "

Adisty menepuk jidatnya, kemudian berbalik mengikuti langkah Adimas yang masih saja terkekeh.

*****

Selama perjalan mereka lalui dengan saling diam tak berniat membuka obrolan, hanya suara radio mobil yang mengisi kebengongan ngan di sepanjang perjalanan. Tak beberapa lama kemudian mereka berdua sampai di rumah Adisty.

"maaf ya gue nggak bisa mampir. Lain kali kalau bawa mobil sendiri baru mampir. Salam buat om sama tante" cerocos Adimas saat tiba di depan gerbang rumah Adisty.

Adisty mendengus, "siapa juga yang nawanin lo mampir! "

Adimas nyengir kuda sebwlum menjawab, "kan biasanya gitu, itung-itung buat tanda terima kasih"
"mimpi aja sana lo!"

"apaan sih, masih sore juga di suruh mimpi. Sore-sore gini nggak baik buat tidur"

"udah ah terserah lo! Gue mau turun dulu!"

Serelah Adisty turun Adimas segera kembali menyalakan mesin mobil yang ia kendarai, bersiap memancal gas sebelum sebuah ketukan di kaca penumpang menghentikannya.

"bawa mobil orang jangan sampai lecet! Ntar rusak nggak bisa ganti lagi!" kata Adisty jutek.

"halah... Bilang aja hati-hati di jalan. Gitu aja susahnya minta ampun" ejek Adimas sembari terkekeh pelan.

"terserah lo lah. Di bilangin malah mikir yang aneh-aneh. Cepetan pergi dari sini lo!"

"ini beneran ngusir, apa cuma pingin lihat gue pergi dulu nih" lagi-lagi Adimas masih sibuk dengan godaannya. Sebelum pukulan keras mengenai kepalanya. Membuatnya berhenti tertawa.

Adimas meringis sembari memegangi kepalanya, "sakit tau Dis! Galak banget"

"bawel! Udah sana cepetan pergi! Kasihan sama halaman rumah gue nggak bisa di lewati lagi gegara lo!"

"iya-iya gue balik dulu. Jangan kangen ya.... "

"sialan!"

Shrinking VioletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang