Adimas meletakkan map yang dipegangnya ketika pintu ruangannya terbuka begitu saja, dirinya hampir saja mengumpat jika saja matanya tak jatuh kepada sesosok perempuan yang terlihat amat sangat anggun dalam balutan setelan kerja. Adimas terdiam cukup lama, mengamati wanita yang kini berjalan menuju ke arahnya dengan langkah pasti. Tanpa sedikitpun menoleh kepadanya.
"maaf saya telat" kalimat itu meluncur dari wanita yang kini berada di hadapannya bebarengan dengan dirinya menatap mata Adimas ramah. Dan dapat Adimas lihat ada sorot terkejut di sana. Sama seperti dirinya beberapa saat yang lalu.
"perkenalkan tuan, dia adalah atasan saya nona Adisty. Beliau yang akan memimpin proyek ini ke depannya. Namun tak terlepas bahwa sayalah yang akan menjadi perantara diantara proyek ini. Saya harap Anda bisa menerimanya tuan" jelas sekretaris Adisty.
Setelah itu mereka memulai meeting dengan seksama. Adisty mencoba fokus dengan apa yang ada di hadapannya. Sedangkan Adimas terlihat sangat fokus terhadap penjelasan yang diberikan oleh sekretaris Adisty. Entah sejak kapan Adisty mulai tidak fokus dengan meeting ini, dirinya hanya melihat map yang ada di hadapannya dengan tatapan kosong. Banyak prasangka yang mulai berkeliaran di kepalanya.
"honey!" hingga panggilan itu menyadarkan Adisty dari lamunannya. Sontak ia langsung menoleh ke arah sumber suara. Disana ada perempuan yang jauh lebih cantik darinya, bahkan pakaiannya sungguh berkualitas. Adisty yakin dia adalah orang yang sama dengan yang selama ini di beritakan.
"aaaa... kau ada tamu rupanya. Baiklah aku akan menunggu di cafe kantormu saja" kata perempuan itu lagi dengan senyum yang tak pernah terlepas saat dirinya memandang Adimasnya. Aaahhh... sekarang Adimas di hadapannya ini bukan Adimasnya lagi. Adisty harus selalu mengingat itu sekarang. Bahkan belum cukup semua keterkejutananya, Adimas kini menambahkan bukti secara gamblang akan semua pikirannya.
"tidak perlu, kita sudah selesai. Kau tunggu saja di tempat biasa kau tidur, masih ingat bukan?" kata Adimas dengan tatapan tajam menusuk Adisty. Sedangkan Adisty sudah tak bisa berkata lagi, bibirnya sudah beku melihat semua ini secara nyata. Tepat di hadapannya. Sedangkan perempuan tadi sudah menghilang di balik pintu lain yang ada di ruangan itu. Dalam hati Adisty berdecih, menertawakan dirinya yang sungguh bodoh masih mengharapkan Adimas selama ini.
Sekretaris Adisty yang melihat nonanya, langsung saja menyela untuk memberhentikan meeting.
"saya rasa cukup sekian meeting kita hari ini tuan, dan ini kontrak yang kami buat. Jika anda ingin menambahkan, silakan hubungi saya"
"Bukankah dia yang harus ku hubungi?" kata Adimas masih menatap tajam Adisty.
"seperti kata saya tadi tuan, saya yang akan jadi perantara dalam proyek ini. Nona tidak pernah memberikan nomornya dengan klien, mereka harus menghubungi saya untuk semua proyek yang kami kerjakan"
"kenapa seperti itu?" kali ini Adimas menatap sekretaris Adisty dengan salah satu alis yang terangkat.
"itu bukan urusan anda tuan. Jadi kami pamit terlebih dahulu. Dan ini untuk menghubungi saya jika ada apa-apa dengan proyek ini. Dan untuk urusan di luar pekerjaan, saya tak bisa menerima panggilan anda" jawab sekretaris Adisty sambil tersenyum ramah kemudian memberikan kartu namanya kepada Adimas, meletakkannya di meja sebelum beranjak dari sana dengan Adisty.
"kau ingin mampir ke suatu tempat nona?" tanya Prita saat mereka sudah berada di mobil, dengan supir yang sudah siap sedia di sana.
"tidak. Antarkan aku ke mansion Prita. Aku ingin istirahat di sana" kata Adisty dengan nada lemahnya. Dirinya tak punya tenaga lagi untuk melanjutkan pekerjaannya. Mungkin dirinya akan libur selama tiga hari ke depan.
"baiklah nona" setelah jawaban itu, mobil berplat nama Adisty itu melaju meninggalkan plataran perusahaan Adimas.
"dan kosongkan jadwalku untuk tiga hari kedepan. Jika tidak,kau bisa menggantikanku selama tiga hari. Aku ingin berbicara dengan orang tuaku. Jadi jangan ganggu aku selama tiga hari itu. Sepenting apapun yang mereka katakan. Cukup jawab jika aku ada urusan lain"
"baik nona, seperti kata anda" jawab Prita patuh.
Dirinya akan melakukan apa saja untuk membuat nonanya senang, karena ia berhutang budi dengan semua keluarga nonanya. Dan Prita sangat bersyukur bahwa dirinya dikaruniai otak yang cemerlang, jadi dirinya bisa membalas budi kepada Adisty dengan menjadi sekretaris wanita itu.
Hingga tak lama kemudian, mereka sampai di mansion keluarga Adisty setelah berapa lama melewati taman yang begitu luas.
"saya akan kembali ke kantor nona. Jika ada yang anda butuhkan, anda bisa menghubungi saya"
Adisty hanya mengangguk sekilas sebelum turun dari mobilnya menuju pintu utama mansion. Dirinya benar-benar lelah hari ini. Mungkin dirinya akan menonaktifkan handphonenya untuk tiga hari ke depan. Masa bodoh dengan urusan perusahaan.
"Adisty? Ada apa? tidak biasanya kau pulang ke sini" kata bunda Adisty saat melihat anaknya masuk dengan wajah lesu.
"aku kan menginap di sini untuk beberapa hari ke depan bun" jawab Adisty tanpa menghentikan langkahnya menuju kamarnya.
"yaaa... bunda tak masalah dengan itu. Tapi kenapa? Apa ada masalah?"
"tidak ada bunda. Aku hanya kangen dengan kalian, jadi biarkan aku istirahat oke? Adis sungguh lelah hari ini. Jadi tanya-tanyanya nanti saja oke?" jelas Adisty sembari menatap bundanya dengan senyum menenangkan, sebelum dirinya menutup pintu kamarnya, kemudian membaringkan tubuhnya di sana. Menelungkupkan wajahnya ke bantal, sebelum menahan isakannya di sana.
Dirinya sungguh tak ingin menangis, namun air matanya tak bisa diajak kerjasama. Dia sungguh tidak apa-apa melihat Adimas dengan orang lain, tapi kenapa hatinya sangat sakit. Adisty harus segera melupakan Adimas jika dirinya tak ingin menyesal untuk ke dua kalinya. Dengan orang yang sama.
"kau baik-baik saja kak?" suara Aditya muncul begitu saja di depan pintu kamarnya. Bahkan Aditya sudah bersandar di tepi pintu.
"bagaimana kau bisa masuk?!" kata Adisty kesal.
"aku punya kuncinya" jawab Adit dengan mengendikan bahunya acuh.
"jadi ada apa? kali ini kenapa kakak menangis?" tanya Aditya sembari mendekati ranjang Adisty, kemudian duduk di pinggir ranjang, berhadapan dengan Adisty.
"aku tak menangis! Lebih baik kau keluar sekarang juga"
"apa perlu aku memberinya pelajaran?" kata Aditya lagi, menghiraukan perkataan Adisty.
"kakak bilang keluar Aditya!" kali ini Adisty murka.
"oke, aku akan menghajarnya nanti"
"kau pikir apa yang akan kau lakukan Aditya! Jangan pernah berhubungan dengan keluarga mereka lagi! Dan cukup jangan bilang apa-apa kepada bunda. Biar kakak yang bicara sendiri. Sekarang keluarlah"
Aditya menaikan sebelah alisnya, terdiam cukup lama. Menimbang perkataan kakaknya sebelum mengangguk lalu pergi dari sana.
TERIMAKASIH BUAT KALIAN YANG MASIH SETIA MENUNGGU CERITA INI
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTARNYA YAA...
LOVE YOU
KAMU SEDANG MEMBACA
Shrinking Violet
Teen FictionAdimas Adisty. Nama itu,.... Bukankah terlihat familiar? Mereka berdua sudah mencoba untuk melupakan satu sama lain. Namun takdir masih tak mau berpisah dengan kisah mereka. Karena ego tinggi mereka, mereka tak bisa merasakan indahnya kebersamaan...