Mentari mulai menyapa, menampakkan sinarnya untuk membuka hari yang lebih cerah. Disambut hangat oleh kicauan burung dan kokokan ayam. Ini cukup cerah untuk memulai hari senin. Dimana semua murid sekolah akan mengadakan upacara bendera.
"Disty, bangun nggak? Kalau nggak Bunda siram nih" teriak sang bunda dengan menarik selimut anaknya kasar.
"sepuluh menit lagi bun"
"ini udah jam enam, kalau kamu molor sepuluh menit, Ayah bakalan ninggalin kamu! Mau?"
"hmmmm...."
"kalau bunda ke sini lagi kamu belum mandi juga, bunda potong uang jajan kamu" final sang bunda langsung meninggalkan kamar putrinya itu.
Bukan apa-apa. Percayalah perkatan itu tak berpengaruh sedikitpun bagi gadis yang masih bergelut dengan mimpinya itu. Karna perkataan itu sudah kadaluarsa baginya. Bundanya nggak bakalan tega untuk tidak menafkahi anak tersayangnya itu.
"ADISTY!!!"
"ish..." hingga suara melengking Bundanyalah yang akhirnya membuat Adisty terduduk di kasurnya dengan menutup rapat kedua telinganya. Ia segera, meraba handphonenya yang sedari bergetar.
"mampus! Gue telat" tak memperdulikan selimutnya lagi, ia segera meloncat ke kamar mandinya.
Hingga lima menit kemudian ia keluar hanya dengan handuk yang melilit di badannya.
"halah... mandi bebek juga nggak pa pa, nggak ada yang tau juga. Yee kan? Tinggal pake minyak satu botol kan udah beres" katanya bermonolog di depan cermin saat mulai menyisir rambut legamnya. Ia bahkan terkekeh sendiri merasakan apa yang baru saja ia katakan.
"bun... Disty berangkat dulu ya" katanya sembari mencium punggung tangan Bundanya.
"hmmm... hari ini kamu naik bus, Ayah kamu udah sama Adit duluan tadi" jawab bundanya dengan tenangnya.
"APA???? Bun ini hari senin loh,.."
"ya terus?"
"Disty ada upacara bundaaaa ntar kalo telat gimana?!"
"ya urusan kamu lah"
"emang bunda mau, kalau bunda di panggil ke sekolah buat jadi pendengar ceramah tentang kelakuan anak bunda yang cakep ini?"
"udah sering"
"ih... bunda kok gitu sih"
"kalau kamu berangkat sekarang, mungkin uang jajan kamu nggak jadi bunda potong"
Adisty segera berlari kearah pintu, berlari sekencang-kencangnya. Hingga ia tiba di halte bus, yang sialnya sudah sepi.
"haish... ketinggalan bus lagi" desah Adisty kesal. Hingga dua puluh menit kemudian, ada bus yang menghampirinya.
Namun naas, sesampainya di sekolahan malah pintu gerbang baru saja ditutup oleh pak Widja.
"ya-yaahh... pak bukain dong plisss... habis ini nggak telat lagi deh suwer"
"nggak ada! Kamu pikir bapak bakalan luluh sama muka kamu yang di jelek-jelekin begitu?!"
"apaan sih bapak. Orang nggak saya jelek-jelekin kok. Bapak aja yang melebih-lebihkan"
"yaaa.. anggap saja kamu benar" jawab pak Widja dengan malas.
Hingga matanya tak sengaja melihat satu objek yang menambah darah tingginya naik.
"hey!!!! Sipa yang memperbolehkanmu manjat pagar!" pak Widja langsung berlari kearah pagar samping yang sedang di naiki oleh anak didiknya yang sangat pintar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shrinking Violet
Teen FictionAdimas Adisty. Nama itu,.... Bukankah terlihat familiar? Mereka berdua sudah mencoba untuk melupakan satu sama lain. Namun takdir masih tak mau berpisah dengan kisah mereka. Karena ego tinggi mereka, mereka tak bisa merasakan indahnya kebersamaan...