Pelajaran pak Widja baru saja selesai, meskipun meninggalkan beberapa tugas untuk mereka, namun itu lebih baik dari pada harus mendengar ocehan tak penting dari guru sejarah mereka.
Adisty segera membereskan alat tulisnya sebelum kandas di tangan-tangan nakal yang senantiasa mengincar bolpoint-bolpointnya.
“Adimas bolpoint merah gue, lo kemanain?!” serunya saat mengecek kembali isi kotak pensilnya.
“bolpoint apa? Nggak sama gue, ini bolpoint gue sendiri” bela Adimas dengan menunjukkan bolpoint yang dibawanya.
“masa? Bukannya lo nggak punya warna merah ya” Adisty menyipitkan matanya menyelidik, melirik antara bolpoint yang dibawa Adimas dengan wajah Adimas sendiri.
“punya kok! Emang kalau gue beli bolpoint baru harus laporan sama lo, nggak kan?”
“kalau gitu coba gue lihat” sontak Adimas menyembunyikan bolpoint ke belakang tubuhnya, berusaha mencegah Adisty untuk mengambilnya.
“tuh kan bener! Kalau itu punya lo, nggak bakalan lo nyembunyiin kaya gitu!”
“eh… beneran ini milik gue, kalau gue tunjukin ke lo, ntar lo ngaku-ngaku gimana”
“nggak bakalan! Orang bolpoint gue udah gue kasih nama gue kok. Siniin bolpoinnya!”
“nggak! Ini milik gue, jadi terserah gue mau nunjukin apa nggak” keukeuh Adimas.
Tak menyerah, Adisty mulai melakukan usahanya untuk mengambil bolpointnya yang masih setia berada di belakang tubuh Adimas, mencoba meraihnya dengan menjulurkan tangannya mengikuti lenggok tangan Adimas.
Namun sial, Adimas berdiri meninggikan tangannya yang pasti tak dicapai Adisty. Saat akan mulai berdiri untuk mengambilnya, suara Bela mengintrupsinya.
“Dis, liat pintu!”
Adisty menoleh, melihat Dirga yang sudah bertengger santai di pintu kelasnya, mengundang banyak tatapan anak-anak dari kelasnya. Tersenyum manis kearahnya dengan melambaikan sebelah tangannya sambil bergumam hay padanya.
Adisty melirik kearah Bela kesal, merutuki sahabatnya yang sedang tersenyum masam ke arahnya. Tak punya pilihan lain, akhirnya Adisty berdiri dari duduknya meninggalkan Adimas yang sedang memandang Dirga datar sebelum handphonenya bergetar membangunkannya dari emosi sesaatnya. Tersenyum miring saat mengetaui siapa yang menghubunginya.
Tak lama setelah membalas pesan itu, Adimas berjalan keluar kelas, memasukkan HPnya saat melewati Adisty dan Dirga kemudian berkata yang ia anggap sebagai sapaan.
“jalan dulu ya pasangan cabe, jangan iri loh kalau gue lebih mesra” terkekeh sebentar sebelum melanjutakan langkahnya menuju kantin.
Reflek Adisty menoleh kearah Bela dengan pandangan seolah bertanya, kenapa? Yang dibalas gelengan oleh Bela.
“kita pergi sekarang?” Dirga menyadarkannya, kemudian menjawab dengan tergagap dan mengangguk beberapa kali sebelum beranjak meninggalkan kelas.
“giliran udah ada pasagan aja gue di tinggal sendiri” dumel Bela yang ikut beranjak dari duduknya menghampiri kelas Bagas sebelum ke kantin.
*****
Jam sekolah sudah berakhir namun Adimas dan Adisty lagi-lagi harus mendekan di ruangan bu Riris, membantu wali kelas mereka membereskan jadwal-jadwal yang akan mereka gunakan mulai minggu depan karena pemadatan jam pelajaran.
“bu, kita bantuin ibu kaya gini dapat nilai tambahan kan?”
“nggak” pertanyaan Adimas di jawab seperdetik oleh bu Riris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shrinking Violet
Teen FictionAdimas Adisty. Nama itu,.... Bukankah terlihat familiar? Mereka berdua sudah mencoba untuk melupakan satu sama lain. Namun takdir masih tak mau berpisah dengan kisah mereka. Karena ego tinggi mereka, mereka tak bisa merasakan indahnya kebersamaan...