part 14. Yakin

40 5 0
                                    

Sesuai perkataan Adimas tadi, ia tak langsung pulang ke rumahnya, melainkan berbelok arah ke rumah Adisty. Gadis yang akan selalu mengisi hatinya sampai kapanpun, walaupun Adisty tak akan membalasnya. Itu tak menjadi masalah bagi Adimas. Asalkan dia masih bisa melihat Adisty tersenyum di depannya.

“kakak jam segini kenapa bisa ke sini? Bukannya ini masih jam pelajaran ya?” kata Aditya mencegah Adimas melanjutkan langkahnya.

“kakak ijin sama guru BP”

“emang boleh?”

“boleh lah, secara kakak kan murid kesayangan”

“heleh, murid kesayangan buat bersihin seluruh sekolahan secara ikhlas”

“hahaha… tau aja” tawa Adimas pecah mendengar jawaban Aditya yang meremehkan itu.

“kamu sendiri jam segini udah di rumah, emang nggak ada tambahan pelajaran? Kan sebentar lagi kamu UN” lanjut Adimas menaikkan salah satu alisnya.

“UN-nya aku sama kakak juga duluan kakak kali”

“udah aht, kakak mau ke kamar kak Adisty dulu” putus Adimas kemudian melanjutkan jalannya menuju kamar Adisty.

“kakak punya saingan loh” seru Aditya dari bawah.

“nggak perduli” sahut Adimas tak kalah keras.

Lagi pula Adimas sudah tau yang dimaksud Adit saingan adalah Dirga. Anak baru dengan kulit putih bersih, hidung mancung, dengan bibir merahnya yang menandakan jika ia masih suci dari barang haram ataupun sejenis rokok.

Namun masih tampanan Adimas kemana-mana. Meskipun sikapnya sedikit absurd tapi tak menyurutkan penduduk sekolah yang mengelu-elukan namanya ketika ia lewat di depan mereka. Bukannya narsis namun itu kenyataan.

Buktinya Dara rela membully Adisty hanya karena mendengar Adisty itu mantannya yang belum ia lupakan sampai saat ini. Bukankah itu cukup untuk membuktikan setampan apa Adimas di mata anak-anak sekolah?

“lagi apa?” kata Adimas saat sudah berada di dalama kamar Adisty, memandang gadis itu lekat-lekat.

“baca novel” Adisty menjawab seadanya.

“udah mendingan?” kali ini Adisty menganggukkan kepalanya, tak mengalihkan pandangannya dari novel di tangannya.

“nanti Dara bakalan ke sini buat minta maaf sama kamu atas kelakuannya kemarin” kata Adimas setelah meletakkan tasnya di sofa kamar Adisty, lalu berjalan kea rah Adisty yang sedang memandangnya dengan dahi berkerut.

“gimana bisa?”

“nggak penting. Yang terpenting sekarang kamu sembuh kemudian bales semua perlakuan Dara ke kamu”
Adisty memutar bola mata malas, menghembuskan nafas jengah dengan perkataan Adimas yang terkesan mempropokasi dirinya.

“gue lagi nggak mood buat bales dia. Lagian buat apa gue bales dia kalau dia aja udah mau minta maaf sama gue. Makin ancur ntar nama gue”

“apa salahnya balas dia sedikit saja”

“gue nggak mau”

Mengaku kalah, Adimas menghembuskan nafas pasrahnya sebelum tersenyum tulus ke Adisty.

“oke kalau kamu nggak mau. Sekarang apa kamu sudah makan?”

Adisty menggeleng kemudian mulai menutup novelnya dan beralih menatap Adimas.

“berhenti panggil aku kamu! Gue nggak suka. Lagian kita nggak bakalan balik sekeras apapun usaha kamu”

Sekali lagi, Adimas hanya tersenyum menanggapi ucapan Adisty, mengambil tangan Adisty yang masih setia memegang novel berkover jingga itu.

Shrinking VioletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang