Aku masih bingung antara lanjut apa nggak. Karena melihat tak ada kemajuan sedikitpun di sini.
Namun setelah mendapat semangat dari emak muncullah part ini. Dan diputuskan, mau bagaimanapun bentuknya, akan aku usahain nyelesaiin cerita ini.
Dan terimakasih buat kalian yang sudah menemaniku sampai sini 😅
Happy reading 😄
************************************
"Anak-anak ini adalah pertemuan terakhir kita dalam ajar mengajar. Ibu mohon jangan sampai ada yang tertinggal di kelas ini. Usahakan meraih nilai yang selama ini kalian impi-impikan. Kalau sulit, lewati dulu. Kerjakan yang kalian rasa mudah. Dan jangan tergesa-gesa keluar! Kalau ada yang keluar duluan sebelum bel, dan ternyata nilai yang diperoleh nggak memuaskan. Siap-siap traktir satu kelas makan plus minumnya di kantin" jelas bu Riris.
Semua mengangguk paham. Ya... Sudah tiga minggu mereka lalui dengan belajar bersama secara terus menerus. Dan besok hari senin, adalah waktu untuk mereka memulai perang dengan beberapa soal. Waktu ujian hanya satu minggu. Inilah yang membuat mereka semangat, dengan motivasi nilai baik liburan asik.
"setelah ini kalian langsung pulang saja. Tak usah belajar bersama, anggap saja sebagai refreshing otak kalian. Tapi besok senin kalian harus mulai belajar dengan extra lagi. Mengerti? "
"mengerti bu! "
"baik. Ibu akhiri dulu. Selamat siang"
"siang bu"
Mereka berhamburan keluar kelas, sesekali saling bertanya tentang kemantapan materi yang mereka pelajari. Tak sedikit dari mereka yang memilih berjanjian untuk belajar bersama selama masa masa ujian.
Ini akan menjadi ujian paling menegangkan bagi mereka, dimana mereka harus mengisi lembaran tes terakhir mereka selama menempuh sekolah wajib. Ini juga masa-masa dimana mereka diuji pertahanan mereka. Satu persatu godaan-godaan mulai bermunculan, yang mengiming-imingi mereka untuk membawa contekan ataupun hp untuk membantu melancarkan ujian mereka. Bahkan godaan tentang kunci jawaban yang beredarpun mulai mewabah di jajaran kelas dua belas ini.Namun sekali lagi mereka tetap kokoh dengan pendirian mereka, tetap menjujung tinggi harga diri mereka. Jika mereka sampai mengambil salah satu godaan itu, maka tamatlah riwayat mereka di sekolah ini. Tak kan ada lagi yang mau percaya bahkan mendekatinya jika mereka berbuat curang. Menarik bukan?
Adisty merebahkan tubuhnya di kasur empuknya. Ia menghela nafas sejenak sebelum kembali beranjak mengganti seragamnya dengan pakaian santainya. Ia akan beristirahat penuh hari ini. Tak peduli jika Dirga atau siapa itu mengajaknya keluar. Ia akan menolak kali ini.
"kakak... Makan dulu!" seru Aditya di depan pintu kamar Adisty. Adisty memang sengaja mengunci pintu kamarnya itu, ia sungguh tak mau menerima gangguan hari ini. Ia ingin merehatkan badan serta pikirannya hari ini.
Setelah mengganti pakaiannya, Adisty segera turun menghampiri keluarganya yang sudah duduk manis di kursi meja makan, sesekali melempar candaan yang membuat Aditya merenggut kesal.
"tak bisakah kakak tidak lamban?! Aku sudah lapar, dan kakak dengan santainya berjalan layaknya putri keraton!" gerutu Aditya saat melihat Adisty bergerak duduk di sampingnya.
Adisty mencebikkan bibirnya, sebelum menolehkan kepalanya ke depan menghadap ayah bundanya yang sedang berbincang entah apa itu.
"jadi, kapan kita makannya?" kata Adisty menghentikan percakapan kedua orang tuanya.
"kita bisa makan sekarang, kalian ambil sendiri ya, kalian sudah besar kan?" sahut bunda Adisty.
Baru saja Aditya ingin menyuapkan nasi ke mulutnya, suara bel pintu utama menghentikannya. Ia paling jengkel di saat-saat seperti ini. Ingatkan dia untuk menyimpah serapahi orang yang sedang berdiri di depan pintu rumahnya itu.
"oh? Adit, Bunda ada nggak? "
Aditya berdecak, "ck, ngapain kak Adim datang siang-siang gini? Ganggu orang aja!" ketusnya.
Adimas mengendikkan bahu tak pedulu, "ya udah sih" jawabnya sembari melangkah masuk menghampiri bunda Adisty yang duduk manis di kursi meja makan.
Adimas tersenyum sebelum berkata, "Bunda, aku bawain kue"
"Bunda gue, bukan bunda lo. Jadi jangan bunda-bundaan sama bunda" ketus Adisty.
"Adis... " ucap bunda memperingatkan.
Adimas tersenyum mendengar pembelaan bunda Adisty.
"kuenya Dimas taruh di kulkas aja ya bun, bunda sama yang lain makan siang aja dulu" katanya sembari meletakkan kue yang ia bawa ke dalam kulkas.
"kamu juga ikutan makan Dim" ayah Adisty menimpali.
Adimas tersenyum, "nggak om, Dimas udah makan tadi sebelum ke sini"
Mereka semua mengangguk faham dan memulai makan siang yang sempat tertunda tadi.
"ya udah kalau gitu, Dimas pamit dulu bun om"
"jangan pulang dulu Dim, ada yang mau om bicaraain sama kamu"
Adimas mengangguk kemudian pamit untuk ke ruang tamu. Hingga tak lama kemudian ayah Adisty menghampirinya begitupun dengan bunda yang sudah membawa minuman juga kue yang Adimas bawa tadi.
"mama papa kamu apa kabar Dim?"
"baik om"
"sudah lama ya... kita nggak keluar bareng-bareng"
Adimas hanya manggut-manggut.
"Kapan kalian ujian?"
"besok senin om. Cuma satu minggu"
"bagus, setelah itu kita liburan bareng gimana? "
Adimas tersenyum, "aku sih oke oke aja om, tinggal kasih tau mama papa dulu"
"lalu setelah lulus nanti mau melanjutkan dimana?" tanya Ayah Adisty sembari menyeruput tehnya.
"nggak tau om, kalau dapat beasiswa di Inggris, otomatis aku ke sana"
"inggris?" sahut bunda tak percaya.
"iya bun, soalnya mama ngotot pengen aku sekolah di luar negeri. Jadi ya gitu deh"
Bunda menganggu paham, sebelum melempar pertanyaan yang mengganggunya, "bukannya kalau kamu ke Inggris mama papa kamu jadi kesepian?"
"nggak tau tuh, mama emang gitu. Suka yang aneh-aneh. Tapi kemarin mama bilang. Kalau Dimas beneran dapat beasiswa kami sekeluarga bakal pindah ke Inggris" terang Adimas dengan senyumnya.
"pindah? Kalau pindah perusahaan papa kamu yang di sini bagaimana? Ada-ada saja papa kamu itu Dim"
"nggak tau om, itu urusan mereka berdua. Yang penting Dimas udah nurutin maunya mereka. Sebagai anak harus nurut sama orang tua kan?"
Bunda hanya manggut-manggut, ada sedikit binar sedih di wajahnya.
"kalau memang bener kamu keterima di Inggris, jangan pernah lupain bunda ya" kata bunda.
Adimas tersenyum mendengar penuturan bunda Adisty, "nggak akan pernah bun, bunda sama om itu udah Dimas anggap ayah bunda Dimas. Jadi nggak mungkin Adimas lupain kalian berdua"
Adimas melirik jam tangannya sebentar, sebelum berpamitan kepada kedua orang tua Adisty.
Jangan tanyakan dimana keberadaan Adisty Aditya. Mereka berdua sudah sibuk dengan game di kamar Aditya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shrinking Violet
Teen FictionAdimas Adisty. Nama itu,.... Bukankah terlihat familiar? Mereka berdua sudah mencoba untuk melupakan satu sama lain. Namun takdir masih tak mau berpisah dengan kisah mereka. Karena ego tinggi mereka, mereka tak bisa merasakan indahnya kebersamaan...