"aaahhh... sepertinya detak jantungmu meningkat. Ku rasa selama ini kau tak memiliki kelainan jantung" kata Adimas dengan nada menggoda. Bahkan dengan lancangnya tangannya sudah melingkar di pinggang Adisty, tak membiarkan Adisty lepas dari pangkuannya.
Adisty sendiri hanya bisa terdiam, bahkan tanpa sadar dirinya menahan napasnya saat Adimas begitu dekat dengannya.
"k-kau keterlaluan Adimas" kata Adisty setengah terbata.
"ini bukan keterlaluan Adisty. Ini masih belum sebanding dengan mu" balas Adimas santai.
"apapun itu aku tak peduli. Cepat lepaskan tanganmu dari pinggangku" gertak Adisty.
"kau buru-buru sekali" balas Adimas sembari mengeratkan rangkulannya.
"sial, aku bilang lep-" belum sempat Adisty menyelesaikan ucapannya, Adimas dengan seenaknya langsung mencium bibir Adisty, menghentikan semua ocehan wanita itu. Lagi pula Adimas sedang tidak ingin mendengar protes Adisty Karena sekarang dirinyalah yang akan memegang kendali.
Melihat Adisty yang terdiam dan tak melakukan pergerakan, Adimas tersenyum sebelum melumat habis bibir Adisty. Dirinya tidak bisa berdiam diri lagi sekarang Karena semua sudah melampaui batasannya. Terutama orang yang ada di pangkuannya saat ini.
Dengan perlahan Adimas mulai merebahkan Adisty di sofa yang sekarang ia duduki tanpa melepas pagutannya. Bahkan kini Adimas sudah mengurung Adisty di bawahnya tak membiarkan Adisty kabur. Adisty sendiri mulai memejamkan matanya menikmati perlakuan Adimas. Adimas dengan tak sabar membuka jasnya, kemudian membuangnya begitu saja. Entah sejak kapan ciuman keduanya mulai memanas. Bibirnya yang terus saja beradu dengan bibir Adisty membuat dirinya hilang kontrol, dan Adimas tak peduli dengan itu.
"mam, apakah an-" perkataan itu membuat Adisty maupun Adimas segera tersadar dan saling menjauhkan diri. Begitupun dengan Do Ra yang tak bisa menyelesaikan ucapannya karena terkejut dengan apa yang dilakukan bosnya. Sepertinya dirinya datang diwaktu yang tidak tepat.
"ka-kalau begitu saya akan kembali lagi nanti" katanya terbata sembari menundukan kepalanya, tak berani menatap mata Adisty.
Sedangkan Adisty hanya berdehem menanggapi ucapan Do Ra. Dirinya benar-benar terlihat bodoh sekarang, bagaimana bisa dirinya terbuai oleh sentuhan Adimas.
"ahhh sepertinya kesenangan kita terganggu" ucap Adimas sembari membenarkan tatanan rambutnya yang acak-acakan.
Sontak saja Adisty menatap Adimas tajam, "kau seharusnya tak melewati batasanmu Adimas" katanya geram.
"ouuu... jangan naïf Adisty, kau juga menikmati sentuhanku tadi. Kau tau, bahkan dua kancing kemejamu sudah terbuka" kata Adimas nakal.
Adisty segera melihat kemejanya, dan benar kancing kemejanya sudah terbuka. Sialan! Do Ra pasti tadi melihatnya, dan bagaimana bisa Adisty tidak sadar jika Adimas sudah sampai membuka kancing kemejanya. Bodoh!
"sialan!" Adisty tak henti-hentinya mengumpati Adimas dan menatapnya marah.
"ck, sudahlah simpan saja umpatanmu itu, sekarang benahi dulu bajumu, kita makan diluar" kata Adimas santai kemudian membenarkan posisi duduknya.
"dasar menyebalkan"
"ya aku tau"
Mereka berdua akhirnya pergi dari sana setelah Adisty membenarkan dandanannya. Hingga pada akhirnya Adisty hanya bisa menuruti kemauan Adimas setelah perdebatan panjang mereka yang tentu saja dimenangkan oleh Adimas. Adisty mendumal dalam hatinya, dirinya masih tak terima dengan perilaku Adimas di ruangannya tadi hingga kini dirinya duduk di sebelah Adimas dengan Adimas sendiri yang membawa mobil mewahnya. Bahkan Adisty tak pernah berbicara ataupun memandang Adimas selama perjalanan. Dirinya benar-benar kesal sekarang.
Adimaspun tak ambil pikir dengan tingkah Adisty, biarkan saja gadis itu bertingkah semaunya. Selama masih batas wajar tentu saja.
Hingga tak lama kemudian mereka sampai di sebuah restoran dengan desain yang sederhana namun nampak elegan. Not bad.
"apa kau akan terus duduk miss?" Adisty berdecih saat mendengar perkataan Adimas.
"tentu tidak sir" jawabnya sembari melepaskan seatbeltnya, kemudian keluar dari mobil Adimas.
Adisty berjalan masuk ke dalam restoran, ia menghiraukan semua tatapan mata yang mengarah padanya. Itu sudah biasa. Adimas yang berjalan beberapa langkah di depannya pun biasa saja dengan tatapan-tatapan seperti itu. Memikirkan itu membuat Adisty kembali menghembuskan napas kesalnya. Entah kesialan apa yang terjadi padanya hari ini.
"sir, meja anda sebelah sini" ucap seseorang yang Adisty duga adalah seorang manajer restoran.
Cih, dasar berlebihan gumam Adisty namun tak ayal mengikuti Adimas.
Adimas terlihat berbicara sebentar dengan manajer tersebut sebelum duduk di depan Adisty. Dan Adisty tidak peduli dengan urusan orang dihadapannya ini, dirinya segera membuka handphonenya, melihat jika Do Ra mengiriminya pesan. Adisty mengernyit saat menemukan nama yang tak asing di pesan tersebut.
Dirinya segera bangkit dari kursi, keluar ruangan yang berisi Adimas atau lebih tepatnya tempat makan siangnya bersama Adimas.
Adisty mulai berbicara saat Do Ra mengangkat panggilannya pada dering pertama, "Do Ra"
"ya maam?"
"is the message you sent is true?" Tanya Adisty dengan dahi berkerut.
"ya maam, what about you talk to him maam? He is waiting for you in your office"
"no! I don't want to talk him" jawab Adisty gusar. Ini semua gara-gara Adimas sialan!
"but, why maam? Do I have to send him away?"
"for now, yes send him away. Talk to him, I will contact him later"
"yes maam"
Adisty menghembuskan napas kesal, kenapa harus sekarang sih?! Memikirkan itu malah membuat Adisty uring-uringan sendiri, belum lagi dirinya harus menghadapi Adimas yang sangat menyebalkan itu. Sial! Biar bagaimanapun Adistyharus segera pergi dari tempat ini.
"kau lama miss"
Adisty menghiraukan ucapan Adimas dengan melenggang begitu saja duduk di hadapan Adimas, karena memang tempat itu hanya berisi dua kursi yang saling berhadapan, seolah Adimas sudah memesan tempat ini sejak beberapa hari lalu. Adisty yakin tempat seperti ini akan membutuhkan waktu untuk mendapat tempat di sini. Karena Adisty pernah mencobanya dulu.
Tek berapa lama kemudian, waiters mulai berdatangan menyiapkan makanan di meja. Adisty mengerutkan keningnya, dirinya rasa dia belum memesan apa-apa. Dan kebingungan itu lagsung terjawab dengan cara Adimas yang mengendikan bahunya acuh.
Menghembuskan napas, Adisty mulai mengambil sendoknya, memulai mencicipi berbagai hidangan di depannya.
"ku rasa kau harus mengucapkan terimakasih miss" kegiatan Adisty untuk memulai mengambil makanan terhenti dengan perkataan Adimas.
"untuk apa?" jawabnya mendongak kea rah Adimas.
"untuk makanan ini"
"bukankah memang kau yang memaksaku untuk ikut denganmu? Aku tidak ingat jika aku menyuruhmu untuk makan siang denganku sir, terlebih aku juga tidak ingat jika aku memintamu untuk memesankan makananku" jawab Adisty lugas sembari meletakkan kembali sendoknya.
"kau memang selalu pintar dalam menjawab semua perkataanku Adisty" balas Adimas sebelum mulai mengambil sumpitnya.
"you know that" balas Adisty singkat sebelum kembali mengambil sendoknya, mulai memakan hidangannya.
"ku harap kau suka miss"
"tentu saja sir" balas Adisty setengah kesal. Tidak bisakah jika Adimas diam saja dan makan dengan damai?! Dasar!
"jangan megumpatiku miss, kau tau itu terlarang" kata Adimas sebelum melahap makanannya.
"kau terlalu percaya diri sir" balas Adisty tak terima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shrinking Violet
Teen FictionAdimas Adisty. Nama itu,.... Bukankah terlihat familiar? Mereka berdua sudah mencoba untuk melupakan satu sama lain. Namun takdir masih tak mau berpisah dengan kisah mereka. Karena ego tinggi mereka, mereka tak bisa merasakan indahnya kebersamaan...