Satu bulan berlalu begitu saja, Adimas masih berfokus pada kuliahnya. Karna sejak awal tekadnya hanya untuk segera lulus dan melamar Adisty. Namun tak memungkiri selama sebulan ini, Viona selalu menempel pada Adimas. Bahkan mami papi Adimas tak ada yang komen tentang kedekatan Adimas dan Viona yang semakin lengket.
Kawan-kawannya pun ikut menyoraki Adimas, jika dirinya sangat cocok dengan Viona. Kuping Adimas sampai panas mendengarnya. Padahal, sudah Adimas jelaskan dengan pasti dan detail bahwa Adimas sudah bertunangan. Ia bahkan menunjukkan cincin pertunangannya dengan Adisty. Namun Adimas melakukan satu kebodohan. Dirinya lupa membawa album foto pertunangannya dengan Adisty. Sehingga kawan-kawan sekampusnya tidak ada yang mempercayai ucapannya, dengan mengatakan cincin yang dipakai Adimas adalah cincin yang memang dibelinya. Mengesalkan bukan??
Perjalanan Adimas sepertinya akan semakin sulit. Bukankah setiap keinginan, pasti ada gangguannya bukan? Dan tidak semua keinginan bisa terlaksana dengan mulus sampai akhir, semua pasti ada masanya untuk bertemu dengan masalahnya semdiri-sendiri. Dan Adimas harus kuat dengan itu semua.
"Dim, kita makan dulu yuk. Kita ke restoran kenalan aku aja, gimana? " kata Viona dengan mengaitkan tangannya di lengan Adimas.
"Aku nggak bisa, habis ini aku harus ke toko buku" balas Adimas cuek.
"ya udah kalau gitu kita ke toko buku dulu, setelah itu kita makan. Emang kamu nggak lapar apa? Tadi pagi cuma makan sandwich loh..."
Adimas menghembuskan napas jengah, sesungguhnya dia tak ingin direcoki hari ini. Ia ingin menghabiskan waktunya sehabis kuliah ini di kamarnya dan berteleponan dengan Adisty.
"oke, tapi setelah itu kita pulang"
"yay... Makasih Adimas, kamu memang baik banget" seru Viona senang sembari menyandarkan kepalanya ke bahu Adimas padahal jelas-jelas ini masih di koridor kampus yang sangat ramai. Memang tak tahu diri.
Mereka akhirnya pergi ke restoran yang di inginkan Viona, setelah mendapatkan buku yang Adimas butuhkan.
"Adimas, kamu pesan dulu ya... Aku mau ke belakang bentar"
"hmm.. "
Adimas mulai memainkan handphonenya, mulai mencari nama favoritnya. Setelah ketemu, dirinya langsung mendial nomor itu dengan mode video call. Hingga tak lama kemudian, seseorang menjawabnya.
"Adisty!! " Seru Adimas girang.
"ish... Ngapain sih telpon jam segini. Aku masih di kampus sekarang"
"kok gitu banget sih jawabnya. Aku kangen loh.. Sama kamu hon"
"kangen sih kangen, tapi nggak sekarang juga kali. Ini aku masih di kampus loh Dim. Dan sebentar lagi aku ada kelas"
"oh ya? Apa kamu sangat sibuk di sana? "
"yeah... Lumayan. Kamu sendiri?"
"sama juga sih, aku sibuk banget di sini, sampai jarang bisa hubungi kamu lagi"
"it's ok. Kamu nggak ada kelas hari ini? "
"kelasku udah selesai, dan ini perjalanan pulang "
"sama supir? "
"nggak"
"terus, kenapa malah telpon aku Adimas! Bahaya tau! Udah ah, aku matiin dulu! "
"isshh, kenapa dimatiin" decak Adimas kesal. "lagian juga mampir makan dulu"
"kenapa Dim"
Ya... Akhirnya suara itu kembali terdengar oleh Adimas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shrinking Violet
Teen FictionAdimas Adisty. Nama itu,.... Bukankah terlihat familiar? Mereka berdua sudah mencoba untuk melupakan satu sama lain. Namun takdir masih tak mau berpisah dengan kisah mereka. Karena ego tinggi mereka, mereka tak bisa merasakan indahnya kebersamaan...