part 12. Dirgantara

30 6 0
                                    

Tak heran lagi kalau Adisty pulang sore akhir-akhir ini. Mengingat bu Riris yang selalu memanggilnya untuk meminta bantuannya. Entah itu menyusun laporan tentang pelajaran harain, ataupun memintanya memisahkan nilai ulangan harian kelas lain dari nilai terkecil dan melebihi KKM.

Adimas tak bisa membantunya hari ini karena orang tua laki-laki itu hari ini akan terbang ke negeri tetangga guna perjalan bisnis. Alhasil Adimas harus langsung pulang untuk mengantarkan kedua orang tuanya. Karena akan sangat lama untuk bertemu kembali dengan orang tuanya jika sudah terbang untuk urusan bisnis.

Belum lagi Adisty harus pandai-pandai menggunakan ketelitiannya untuk menyusunkan laporan itu. Sungguh melelahkan. Itu masih tak seberapa dibandngkan dengan ia yang harus mengoreksi ulangan harian tiap kelas sebelas. Jika ia tak focus sedikit saja maka nilai kepala lima akansangat mudah dibuatnya.

Adisty mulai melangkahkan kakinya ke kelas, berniat mengambil tasnya yang belum sempat ia ambil tadi karena bu Riris buru-buru memanggilnya, menyeretnya ke dalam ruangan yang selalu ia hampiri tiap pagi beberapa minggu lalu akibat keterlambatannya.

Hingga ia mulai merasakan dingin di sekujur tubuhnya tatkala seember air es mengguyurnya. Bahkan seragam identitas yang ia kenakan sudah basah kuyub karenanya. Terlebih lagi ini sudah jam tiga sore, yang otomatis tak ada orang yang bisa ia mintai tolong.

“sial!” desisnya kesal.
“keluar lo!” teriaknya menggema di dalam kelas.

Tak lama kemudian muncul seseorang dengan PDnya menghampiri Adisty. Menampilkan ekspresi merendahkan.

“apa kabar Adisty? Dan ya, ini baru permulaan, jadi biasakan mulai dari sekarang” senyum culas tergambar dengan jelas di wajah gadis itu.

“ahh~ maksud lo cara rendahan kaya gini lo bilang permulaan? Apa nggak salah denger gue? Ini bahkan lebih kecil dari yang namanya permulaan Diradara. Pamela” sahut Adisty santai, menekankan nama gadis di depannya.

Dara menggertakkan giginya, menatap tajam objek yang sudah basah kuyub di depannya.

“apa Adimas tau kalau ternyata kelakuan lo kaya gini? Padahal dia udah ngecap lo cewek baik-baik dengan tampang sok polos lo itu” Adisty masih saja mengompor-ngompori Dara, menghiraukan keadaannya sendiri yang sudah basah kuyub. Ia yakin jika tiga puluh menit ke depan ia tetap dalam keadaan seprti ini, ia akan demam.

“benarkah? Waah gue tersanjung denger itu dari mulut lo” sahut  Dara.

Adisty mulai merasakan dampak guyuran itu, Ia mulai kedinginan. Sial! Gue harus selesaiin ini secepatnya.

Belum sempat ia berkata, seember air es kembali mengguyurnya dari atas kepalanya. Menambah hawa dingin di tubuhnya.

“hahhaha… ini yang gue sebut permulaan Adisty Felyn” suara Dara memecah keterkagetannya. Mendongakkan kepalanya dengan amarah yang menggebu, sebelum mengucapkan kalimat yang ia tahan sejak tadi dengan senyum merendahkan.

“apa lo cabe murahan yang rela ngerendahin harga diri demi ngemis cinta orang lain padahal sudah di tolak secara mentah-mentah? Inget Dara, lo hanya sekedar pelampiasan bagi Adimas, karena Adimas masih terpaku pada mantannya!”

Dara kembali murka, senyum mengejek di wajahnyapun sudah tergantikan dengan tatapan tajam ke Adisty.

“apa sekarang lo baru sadar kalau lo sekedar cabe kering yang haus akan belaian?”

“diam Adisty!” sentak Dara.
“lo nggak ada apa-apanya di banding gue! Dan lo! Hanya mantan Adimas”

“mantan yang masih di cintainya!” ingat Adisty.

Dara bedecih meremehkan sebelum berkata.

“jangan menghayal Adisty, Adimas sendiri yang bilang kalau dia mau serius sama gue”

Shrinking VioletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang