Adisty memijat pelipisnya pelan, dirinya benar-benar pusing sekarang, hingga ketukan pintu ruangannya membuatnya terkesiap kembali, menyandarkan punggungnya sebelum memerintahkan masuk. Dirinya menghembuskan napas lega tatkala yang masuk adalah sekretarisnya, bukan siapapun itu yang ingin membahas pekerjaan. Setelah mendengar kabar dari Prita kemarin, esoknya Adisty segera mengecek kembali semua kontraknya yang berhubungan dengan kerjasama dengan AA Grup. Alhasil, dirinya kembali merasakan pening yang hebat, karena kontrak yang semula yakin akan ia batalkan kembali ia pikirkan, melihat pinalti yang akan ia tanggung jika ia membatalkannya sepihak.
"mam, ini kopinya. Anda bisa memanggilku jika ada hal lain yang bisa saya kerjakan untuk mam"
"terimakasih Do Ra. Tolong ambil berkas ini, teliti lagi apakah ada yang aneh. Saya belum cukup puas dengan hasilnya. Dan secepat mungkin aku ingin mengeluarkan produk baru untuk musim ini"
"baik mam"
"katakana pada tim perancang, untuk memberikan saya ide-ide mereka minggu depan. Saya tidak ingin keterlambatan apapun itu alasannya"
"akan saya sampaikan mam"
"untuk masalah model, saya sendiri yang akan memilihnya"
"iya mam"
"baiklah, kau boleh keluar" kata Adisty final.
"aaaaa... jadi seperti ini perusahaan cabang mu. Tak buruk juga" perkataan itu membuat Adisty melotot kaget, kemudian reflek melirik sekretarisnya yang masih berdiri di hadapannya.
"maaf mam, saya benar-benar tidak tau" itulah yang dikatakan sekretarisnya dengan perasaan bersalah.
Mau bagaimana lagi, Adisty harus mengatasi masalah yang satu ini lagi. Ia juga tak bisa menyalahkan Do Ra untuk hal yang satu ini. Mungkin ini salahnya karena mengangap remeh seorang pimpinan AA Grup. Benar, hanya Adimaslah yang berani berbuat seenaknya di kantor seorang Adisty.
"apa kau akan tetap berdiri di situ?" kata Adimas yang sudah mendudukan diri di sofa.
Adisty memutar bola matanya kesal, "memang siapa diri Anda hingga berani memerintah sekretaris saya. Dan kau Do Ra, pergilah. Lakukan yang saya katakana tadi" balas Adisty.
"kau memang luar biasa Adisty" kata Adimas dengan nada mengejek yang kental.
"kalau kau sudah tau, maka segera keluar dari ruanganku" kata Adisty tanpa beranjak dari tempat duduknya. Dirinya malas duduk bersebelahan dengan orang macam Adimas.
"selain luar biasa kau juga tidak bertanggung jawab Adisty. Kau membuat berita besar, tapi kau malah pergi dari Negara yang sudah kau buat ribut oleh beritamu" telak. Adimas sukses membuat Adisty tak bisa membalas ucapannya.
"apakah di sini, kau akan membuat keributan yang sama juga? Atau membuat media gempar dengan hubunganmu? Aku tak bisa membayangkan jika itu terjadi"
Cukup sudah, Adisty sudah tak tahan dengan ucapan tak masuk akal Adimas. Memangnya siapa dia hingga berani berbicara seperti itu kepadanya.
"aaahh... masalah itu kau tenang saja. Berita yang kau sebutkan tadi tak lama lagi akan keluar. Dan untuk Indonesia, bukankah kau juga kabur ke sini? Tidak usah senaif itu Adimas" balas Adisty kesal.
"kau seharusnya tidak berkata seperti itu Adisty, aku bukan sepertimu yang pergi dari berita. Aaaahh, mungkin sekarang sudah keluar beritanya. Apakah kau mau melihatnya bersama? Aku akan menuntut para wartawan itu jika sampai wajahku terlihat jelek" kata Adimas santai dan itu semakin membuat Adisty kesal.
"lihatlah, ternyata memang sudah keluar" kata Adimas sembari berjalan kea rah Adisty, membuka handphonnya dan menunjukan sebuah video berita padanya.
"anggap saja itu benar. Namun, kami masih berhubungan baik, Adisty hanya sedikit marah pada ku oleh karena itu dia seperti itu. Kalian akan menerima kabar baik sebentar lagi. Tunggu saja"
Adisty melongo melihat video yang disuguhkan Adimas, dimana di situ Adimas dikerubungi wartawan dengan segala jenis pertanyaan. Yang Adisty tak habis piker, bagaimana bisa Adimas menjawab dengan santai seperti itu. Dan apa katanya tadi? Adisty marah padanya? Berita baik? Heiii apa-apaan itu!
"apa maksud semua ini Adimas? Apa kau gila?!" marah Adisty dengan melempar begitu saja handphone Adimas di mejanya.
"ouu.. calm down babe. Lagi pula aku hanya berbicara fakta"
"gila" geram Adisty dengan kembali memijit pelipisnya. Kepalanya kembali pening.
"itu karnamu kalau kau belum tau" balas Adimas sembari beranjak dari hadapan Adisty, kembali ke sofa yang ia duduki tadi.
"nahh sekarang, mari kita bahas proyek yang kau tinggalkan begitu saja" katanya lagi yang kini sudah mengeluarkan map yang Adisty ketahui bahwa map itu berisi rancangannya.
Adisty menghembuskan napas kesalnya, kemudian beranjak dari duduknya menghampiri Adimas. Yaa... mau tak mau ia harus melakukan itu.
"bukankah Prita sudah menjelaskannya padamu"
"kenapa harus sekretarismu, kau sendiri yang harus menjelaskannya. Karena itulah aku sampai ke sini, jadi jangan buang waktu ku dengan Cuma-Cuma"
"ck, kalau memang itu tujuan Anda, seharusnya Anda menerima penjelasan dari sekretaris saya sejak dulu. Jadi waktu Anda tdak akan terbuang Cuma-Cuma" jawab Adisty sebal, kemudian membuka berkas yang di bawa Adimas.
"apa Anda sudah membacanya?"
"kau tau aku tak mau jika itu bukan kau yang menjelaskan Adisty"
"apa sekarang rasa profesionalmu juga hilang sir? Kita sedang membahas pekerjaan, jadi tolong gunakan bahasa yang seharusnya"
"kau sensitive sekali"
"terserah Anda sir"
Setelah menjawab dengan jengah, Adisty mulai menjelaskan akan rancangan proyek yang sudah ia susun sedemikian rupa, sesekali Adimas menambahkan bagian-bagian yang dirasanya kurang. Hingga jam sudah menunjukan angka satu mereka baru membahas setengah dari rancangan Adisty.
"kita makan siang dulu. Aku tak ingin bekerja dengan perut kosong" sela Adimas tatkala Adisty membalik halaman selanjutnya, bermaksud ingin meneruskan penjelasannya.
"kalau itu mau Anda, silakan makan siang. Pintu keluar di sebelah sana" kata Adisty kembali menutup berkasnya, kemudian menunjuk pintu kantornya. Bermaksud mengusir Adimas.
"itu tandanya kau harus ikut makan siang dengan ku Adisty"
"dan saya menolak sir"
"ku rasa ini bukan waktu kerja. Jadi panggil namaku saja"
"ok.." balas Adisty acuh sebelum berdiri dari duduknya kemudian berjalan menuju kursi kerjanya.
Namun apa daya, Adimas menarik tangannya begitu saja hingga dirinya terjatuh di pangkuan Adimas.
"apa kau gila?!" seru Adisty saat Adimas menariknya.
"itu karena kau tak mau menurut Adisty" kata Adimas tepat di sebelah telinga Adisty, membuat Adisty tak bisa membalas karena sibuk dengan debaran jantungnya.
"aaahhh... sepertinya detak jantungmu meningkat. Ku rasa kau tak memiliki kelainan jantung" kata Adimas dengan nada menggoda. Bahkan dengan lancangnya tangannya sudah melingkar di pinggang Adisty, tak membiarkan Adisty lepas dari pangkuannya.
MAAF LAMA NGGAK UP
SEMOGA MASIH ADA YANG MENUNGGU ADIMAS SAMA ADISTY YAA
HOPE YOU LIKE IT
BYE BYE...
KAMU SEDANG MEMBACA
Shrinking Violet
Teen FictionAdimas Adisty. Nama itu,.... Bukankah terlihat familiar? Mereka berdua sudah mencoba untuk melupakan satu sama lain. Namun takdir masih tak mau berpisah dengan kisah mereka. Karena ego tinggi mereka, mereka tak bisa merasakan indahnya kebersamaan...