13-Rigor Mortis

472 89 12
                                    

Usai berganti pakaian menjadi stelan santai. Pria bertubuh tinggi yang memiliki rambut cepak berwarna perak melangkahkan kakinya keluar dari tempat kerjanya.

Ia tampak ceria menggenggam bungkusan kertas, berisikan gaji ketiga yang ia dapatkan di awal bulan ini.

Mari kita pikirkan, bagaimana caranya dia menghabiskan gaji bulanannya?

Apakah dengan berfoya-foya di sebuah Casino? (Tempat perjudian)

Atau mentraktir teman-temannya makan dan bermabukkan Soju?

Pria itu menggelengkan kepalanya. Itu semua tidak akan terjadi, lebih baik semua tabungan ini ia simpan untuk bekal masa depannya kelak.

Ia tersenyum geli, membayangkan bagaimana reaksi kekasihnya saat dirinya memang sudah mantap untuk memasangkan cincin tunangan sebagai janji suci yang telah lama ia idam-idamkan.

Pria itu mengubah raut wajahnya menjadi datar, tak jadi melanjutkan langkahnya karena telah melihat beberapa pasang sepatu pantofel hitam berjajar di hadapannya. Matanya bergerak perlahan dari bawah menuju siapa pemilik dari sepatu-sepatu tersebut.

Salah seorang berpakaian formal berbalut jas hitam mengajaknya masuk ke dalam mobil van.

***

Banjir keringat bercampur aroma amis dari darah yang keluar dari goresan tubuh penuh luka-luka baru.

Gemerincing rantai besi berkarat mengikat kedua tangannya di permukaan dinding yang dingin.

Lelaki bertelanjang dada itu tak henti mengerang, merasakan perih, sakit sampai ke ubun-ubun. Tiap kali pria berbadan besar di hadapannya mencambuk dirinya tanpa ampun.

"AHHH!"

"ARRGGH!"

"AAHH!"

Suara rantai itu mengiringi erangannya.

"KUMOHON HENTIKAN ARRGH!"

"HENTIKAN!"

"AHHKH!"

Pergelangan tangannya mulai kesemutan. Tak hanya itu, dilihat dari segi muka dan tubuhnya sudah mulai berubah.

Muncul pembengkakkan disertai warna biru yang menghiasi wajah dan beberapa bagian tubuh.

Lelaki itu sempat berpikir. Apakah ini hari akhir ia dapat merasakan kejamnya kota metropolitan?

Apakah hari ini ajalnya akan dijemput?

"Cukup," kata seorang dalang yang memerintahkan untuk mencambuknya secara keji. "Buka kuncinya."

Dua orang anak buahnya segera menuruti. Mereka membuka kunci rantai besi yang langsung membuat tubuh lelaki itu terduduk tak berdaya.

Dirinya menghisap cerutu yang diselipkan di mulut. Badannya perlahan mendekat, berjongkok dan memegang dagu pria tadi.

Setengah botol minuman Vodka yang berada di tangan kirinya, ia guyurkan di atas kepala korban. Lalu menampar lelaki itu seraya berucap. "Bangun, bodoh!"

"Aku tidak menyediakan penginapan gratis disini!"

"Hey!" Dia menjambak rambutnya. Semakin menambah daftar rasa sakit.

Pria itu membuka matanya lemas, perih, ingin sekali rasanya menangis. Asap cerutu mengepul ke arahnya, membuat penglihatannya perih.

Si perokok tertawa jahat, jambakannya berubah menjadi usapan lembut seperti majikan kepada anjingnya yang menggemaskan.

GAMER • Kth [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang