Ruang kerja berpendingin ruangan itu mengecilkan kesempatan bau keringat menyelimuti badan, tak peduli bahwa ia sudah berjam-jam disana. Tampak jelas lingkaran hitam seperti mata panda yang terbentuk, dirinya sudah tidak mementingkan bagaimana ukiran wajah lelahnya. Pria itu menyandarkan badan dan menempelkan punggung tangan ke dahinya. Ia hampir melupakan kapan dia meninggalkan ruang kerja setelah disuguhkan banyak pekerjaan yang mesti diselesaikan dengan cepat. Deadline memburunya untuk menyelesaikan sebuah pemikiran baru yang harus dibuat.
Pintu diketuk. Si pemilik ruangan menanyakan siapa gerangan, kemudian menyuruhnya masuk.
Seorang sekretaris muda yang telah bersamanya kurang lebih tiga tahun itu. Mempunyai tubuh tinggi ideal, rambut hitam lurus nan panjang, mata yang sipit namun berwarna biru, lekuk bibir terbelah yang dipoles ombre lips merah, dan diketahui bahwa dirinya berdarah campuran luar. Wanita itu sedikit merapikan pakaian kantornya, menyeka rambut lalu masuk. Hwang Yeji.
"Ada apa?" Chanyeol kembali mengetik kerjaannya. Tanpa memandang wanita yang masih menyandang status single itu.
Sudah biasa kalau lelaki itu terlihat tidak peduli akan kedatangannya. Yeji tetap dengan lengkungan bibir manis tersenyum cantik sembari melangkah mantap mendekati meja kerja dan menaruh sesuatu disana.
"Kopi, Tuan."
Chanyeol diam tanpa ekspresi, memandang kopi yang kesekian kalinya ia dapatkan. Ini teman, iya.. Ini teman untuk menahan rasa kantuknya. Ia meraih secangkir kopi hangat dengan campuran sedikit gula itu. Meminum setengahnya lalu menaruhnya ke tempat semula.
Iris mata Si direktur utama bergerak menatap sekretarisnya yang masih berdiri dihadapannya. Pandangannya memusat langsung pada mata biru Yeji.
"Sudah, kan?"
Yeji mendadak canggung. Mestinya bukan kalimat itu yang keluar. Kenapa juga tubuhnya tidak mau bergerak pergi?
Bodoh, Yeji. Bodoh. Ia mengutuk diri.
Chanyeol berdeham. "Saya tidak menyuruh anda mematung disana."
"Ah, iya," Yeji membungkukkan badannya. "Maaf Tuan, Saya permisi."
"Never mind," timpal Chanyeol. Jari jemarinya siap bermain di atas keyboard.
Yeji tersenyum kaku. Mungkin lain kali nyalinya dapat mengatakan sesuatu itu, tidak untuk hari ini. Dia harus pergi dengan segelas cangkir bersisa ampas kopi yang kemarin ia bawakan.
"Sebentar."
Yeji yang telah memegang knop pintu. Ia tak bergeming, apa mungkin lelaki itu akan memuji penampilan barunya? Ia menahan senyumnya lalu berbalik tubuh dengan sikap biasa. "Iya, Tuan?"
"Ambil ini," pinta Chanyeol, juga menyuruhnya mendekat lagi.
"Ini apa, Tuan?" Yeji tak mengerti, kenapa Bosnya memberi sebuah amplop surat.
"Berikan ini pada Ujang, pinta dia pergi ke alamat ini," Chanyeol selesai menulis secarik surat kecil. Yeji menerimanya. "Usai mengantarkan, bakar alamat ini," titahnya yang terakhir.
"Mengerti?" lanjutnya. Yeji tak menyahut, ia malah melamun.
Chanyeol menyeringai. "Akhir-akhir ini, Anda sering gagal fokus."
"Yeji."
"Nona Yeji."
"Ah, iya Tuan?" Yeji tersadarkan. "Saya mengerti, Tuan."
"Mengerti apa?"
"Berikan surat dan alamat ini kepada Pak Ujang, saat selesai, bakar alamatnya," Yeji mengulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAMER • Kth [END]
FanfictionHighest Rank #2 in Mystery -14/12/2018- --- Suara hantaman keras. Pria berkode nama V berhasil mendobrak pintu kayu usang mendekati masa lapuk itu dan mengagetkan semua orang di dalamnya. Bagaimana bisa lelaki ini masuk? Bukankah penjagaan begitu ke...