Special Chapter 04 : Angel Tears Darkness

1.9K 225 69
                                    

Aku melihat kesedihan dalam manik kelamnya...

Dia menyembunyikan semua di balik topeng yang sempurna...

Kucoba ikuti, namun aku tersesat dalam labirin renjana...

Sudah terlambat untuk mengakhiri, karena aku ingin bersamanya...

--- Jack Turner ---

------------------------------------------------------

Warning (!)

Tekan vote sebelum membaca, hargai karya author dengan meninggalkan jejak! 👣

Terima Kasih 👌

------------------------------------------------------

Yang ia ingat adalah hari-hari yang menyerupai malam. Kelam dan selalu menyakitkan. Sebanyak apapun ia berharap, sebanyak itu pula ia meratap. Perasaan kehilangan dan kesedihan selalu memegang erat jemarinya. Bagai malam yang selalu egois, hingga matahari tidak pernah memasuki dunianya.

"Selidza..."

Sepasang kelopak mata perlahan membuka lebar. Gadis kelam lamat menegakkan kepala. Ia mengedar pandang, menatap ruang putih yang terasa familiar dalam ingatannya. Ini ... bukan ruang putih dengan tempat tidur berbau medis yang semula ia tempati. Ruangan ini terasa aneh dan semakin aneh ditiap detiknya.

Dimana?

Dia lupa. Namun, mengapa baginya tempat ini terasa familier?

Kelopak mata mengerjap sekali, dua, bahkan tiga kali. Gadis itu tidak tahan untuk tidak menatap sekitar. Betapa hening ruang itu, sehening ketika para pasukan yang semula bertempur menjadi daging tanpa jiwa di sebuah bunker neraka. Mereka tergolek bersimbah darah dan tinggal nama saja.

Ia memejamkan mata perlahan.

Apa yang baru dia pikirkan?

Dalam satu tarikan napas, mendadak udara dingin melilit tubuhnya seperti sulur mematikan. Telinganya mendenging dengan cara yang menyakitkan. Sendi-sendi turut melemah, hampir-hampir seperti kayu tanpa sanggah. Jemari lentik meremat di depan dada, sangat erat.

Lantai tiba-tiba berputar, bergerak seperti kapal di tengah badai. Disusul bau pengap dinding-dinding tebal berdebu, kacau menjamah menguasai atmosfer di sekitar.

Gadis itu mengerang bersama sayup-sayup suara jeritan yang merobek udara kosong. Saling bersahutan menabuh telinga malang yang coba ia sembunyikan. Tubuh itu bergetar. Pandangan mata yang mengabur, berganti dengan cepat secepat tubuhnya yang tersungkur. Ia jatuh di atas marmer hitam.

Kepalanya terasa pening, tetapi dia paksa tegakkan. Susah payah ia membingkai suasana lewat sorot mata yang tergores kabut temaram. Dunia di sekitar seolah menjerit dengan cara yang pernah didengarnya: rentetan letusan senapan merebak entah dari mana, suara derap langkah bergaung di lorong-lorong, dentuman kuat granat di sertai percik api mulai merambah, memecah dinding-dinding putih.

Tidak ada jeda untuk senyap, tembakan kembali menyusul. Kemudian, tawa sinis yang menghantar cekam menggema, disusul raungan sakit bergaung mencakar-cakar punggung. Ketika atensi belum sepenuhnya sadar, genangan darah sudah berlinang. Cairan itu membungkus seonggok tubuh yang berdiri lunglai di antara kekacauan, menggenang bak lautan...

Suara-suara mengerikan itu terdengar bagaikan syair kematian, terus berulang hingga nyaris meledakkan telinga.

Tubuh itu menggigil. Wajahnya pucat bak tubuh kosong yang berselimutkan genangan merah. Hatinya belum siap, tapi ia mengerjapkan mata, berusaha mengumpulkan serpihan fokus demi melihat ke sekelilingnya. Kedua matanya terbuka, menyipit hati-hati. Gradasi warna merah dan hitam yang membaur menyihir tubuhnya, seakan terperangkap di dalam lukisan abstark bertema neraka. Tubuh mungil itu bergeming, sama sekali tak dapat berkutik. Hanya dapat membeku menyaksikan gambaran demi gambaran mengerikan lewat mata yang terbuka lebar, layaknya patung porselen.

Detective Clue : Law And CrimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang