"Apa tuh?"Gema mencondongkan tubuhnya ke arah Ardi yang sedang memegang sebuah kertas. Sahabatnya itu baru saja dipanggil ke ruang guru, dan kembali ke kelas dengan wajah sumringah seperti baru saja mendapatkan undian.
"Gue jadi perwakilan sekolah buat lomba baca puisi."
"Lo? Yakin?" tanya Gema sangsi.
Sebagai jawabannya, Ardi menimpuk Gema dengan gulungan kertas yang sedang dipegangnya. Gema cengengesan.
"Eh, ini yang milih pak Islan sama pak Banyu! Mana mungkin salah lah."
Pak Islan adalah guru bahasa Indonesia mereka, sementara pak Banyu adalah guru kesenian mereka. Walau ia masih ingin menggoda Ardi, tapi Gema tidak ingin sahabatnya itu menganggapnya meremehkan penilaian guru lagi. Jadi ia hanya kembali bertanya, "Sama siapa?"
"Sendiri. Yang lainnya jadi perwakilan bidang lain. Dan lo tahu gak?"
Gema mengangkat alisnya, apa?
"Melodi jadi salah satu perwakilan juga."
"Oh ya?"
Sebagai bukti, Ardi menunjukkan kertas yang dipegangnya. Gema meraih kertas itu dan membacanya. Ia menemukan nama Melodi sebagai perwakilan lomba melukis.
"Katanya, selain perlombaan seni, bakal ada pameran juga buat karya-karya seni murid. Gue denger, pak Banyu mau ngirim salah satu karya Melodi buat dipajang disana."
Gema mengangguk-angguk.
"Gue baru tahu kalau Melodi pandai ngelukis."
Gema kembali mengangguk-angguk. Bedanya, kali ini bukan anggukan mengerti. Kali ini ia mengangguk karena ia tahu bahwa Melodi pandai melukis.
Oh, iya, tentu saja Gema tahu. Karena salah satu karya seni gadis itu saat SMP dulu sekarang berada di kamarnya.
"Good luck, Di."
Ardi mengangguk-angguk, berterima kasih atas dukungan sahabatnya. Sementara Gema sudah tenggelam dalam pikirannya.
Kali ini, apa yang akan Melodi lukis?
* * *
"Melodi,"
Melodi mendongkak mendengar suara itu, begitupun Lea yang masih duduk disampingnya. Tidak hanya mereka, bahkan seisi kelas yang masih belum beranjak dari bangku mereka masing-masing setelah bel istirahat berbunyi setengah menit lalu, menoleh ke arah mereka. Tepatnya, ke arah Raisa yang sedang berdiri bersama Sakura, Rosa, dan Jasmine di dekat tempat duduk Melodi.
Apa? tanya Melodi lewat tatapan matanya. Entahlah, ia tidak tahu apakah anak-anak orang kaya itu bisa mengerti isyarat orang miskin yang pelit kata seperti dirinya atau tidak. Ia juga tidak peduli.
Astaga, Mel, pantes aja nggak ada yang mau temenan sama lo karena lo sinis terus kayak gitu, tegur sisi baik Melodi dalam hatinya.
Halah, memangnya ia peduli? Toh, orang lain juga tidak peduli padanya, bantah sisi jahat hatinya.
Ah, sudahlah. Perang di hatinya sekarang tidak penting. Sekarang ia harus menghadapi dulu geng kembang-kembang itu.
"Kita mau minta maaf,"
Seisi kelas terperangah mendengar apa yang Raisa katakan, tidak terkecuali Lea. Sementara Melodi hanya mengangkat satu alisnya.
Nggak salah, nih? Melodi mencibir dalam hati. Geng kembang-kembang nan kaya raya ini mau meminta maaf padanya? Setelah penghinaan blak-blakan di depan seisi kantin? Dan oh, tolong ingatkan jika dia lupa, tapi itu kan kejadian dua hari lalu, kenapa baru meminta maaf sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Teen FictionBagi Melodi, guntur adalah salah satu pertanda hujan akan turun. Bagi Gema, hujan adalah caranya untuk menggugurkan rindu. Dua remaja. Dalam satu gerimis yang sama. Mereka tahu hujan tak selalu menyenangkan. Mereka tahu hujan membuat mereka basah. T...