"Kalian tahu gak kalau Gema habis ditembak sama anak kelas satu?"
Pembicaraan itu terlempar begitu saja di meja kantin SMA Angkasa saat istirahat pertama. Beberapa gadis kelas dua belas yang sedang duduk dalam satu meja itu menoleh serempak pada si gadis yang melemparkan isu.
"Hah? Serius lo!?" teriak salah satunya.
"Iya! Ini gosip hawt banget! Baru kejadian kemarin siang! Cewek itu datang ke kelas Gema dan nembak dia di depan kelas!"
"Gila tu anak! Gak ada malu-malunya datang ke area kelas dua belas?"
"Gak ngerti juga gue. Tapi katanya cewek itu nembak Gema pas udah pulang sekolah,"
"Terus, Gema-nya gimana?"
"Nolak lah!"
"Pakai alasan apalagi?"
"Gema bilang apa? Gema bilang apa?"
"Gema bilang, dia udah suka sama cewek lain!" seru si gadis yang pertama kali membuka topik.
"HAAAH!?" Gadis-gadis itu ber-koor serempak.
"Gila! Gila! Siapa? Gema suka sama siapa!?" teriak salah satunya histeris.
"Mana gue tahu! Katanya habis ngomong gitu, cewek itu langsung pergi."
"Haaah, gila! Hati gue patah sepatah-patahnya!" seru salah satu gadis di dekat mereka. Sedetik kemudian gadis itu buru-buru meralatnya, "Eh, belum deng, belum patah hati. Belum ada yang tahu kan siapa cewek yang ditaksir sama Gema? Siapa tahu cewek itu gue, hehe."
"Ngarep lo!" teriak teman-teman si gadis serempak.
"Hehe, gue kan emang ngarep!" seru gadis itu. "Eh, kalian nggak penasaran apa, siapa cewek yang ditaksir Gema?"
"Penasaran sih, tapi Gema kan nggak pernah deket sama cewek,"
"Eh, eh, ada Gema!"
Serempak, gadis-gadis itu menolehkan kepalanya. Gema melangkah ke dalam kantin bersama Ardi di sampingnya. Gadis-gadis itu masih menatap Gema lekat sampai pemuda itu menghempaskan dirinya di salah satu bangku dekat seorang gadis.
Melodi Hujan.
Gadis itu menatap Gema dengan tatapan jengkel, karena pemuda itu tanpa berkata-kata mengambil salah satu garpu di kotak bekalnya dan menyuapkan telur gulung milik gadis itu. Di seberang mereka, Lea dan Ardi hanya menatap Gema dengan bosan, seolah itu adalah pemandangan yang sudah tak asing lagi untuk mereka. Kemudian, Lea mengatakan sesuatu yang tidak tertangkap dari meja gadis-gadis yang sedang bergosip itu. Tak lama, keempatnya terlibat percakapan seru. Sesekali, Gema menoleh pada Melodi, sepertinya mengajak gadis itu bercanda. Mereka tidak bisa melihat ekspresi Gema dan tidak bisa menduga apa yang sedang Gema bicarakan karena pemuda itu membelakangi mereka. Juga tidak terlihat perubahan berarti dari raut wajah Melodi saat menanggapi kalimat Gema. Tapi mereka bisa memastikan, kalau senyum kecil tidak berhenti tersungging dari wajah gadis itu.
Lima menit berikutnya, keempat orang di meja itu berdiri, membayar makanan mereka dan berlalu meninggalkan kantin. Lea dan Ardi berjalan lebih dulu, sementara Melodi dan Gema berjalan di belakang kedua remaja itu. Dan saat itulah mereka melihat raut Gema saat berbicara pada Melodi.
Pemuda itu menyunggingkan senyum. Senyum lebar yang sejak mereka sama-sama sekolah di SMA Angkasa, keberadaannya selangka badak bercula satu dan wajib dilestarikan.
"Apa kalian mikirin apa yang gue pikir?" salah satu gadis itu menatap teman-temannya. Mereka saling lirik. Tanpa saling berkata-kata, mereka tahu apa yang ada di pikiran masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Roman pour AdolescentsBagi Melodi, guntur adalah salah satu pertanda hujan akan turun. Bagi Gema, hujan adalah caranya untuk menggugurkan rindu. Dua remaja. Dalam satu gerimis yang sama. Mereka tahu hujan tak selalu menyenangkan. Mereka tahu hujan membuat mereka basah. T...