Lima Belas

2.4K 226 4
                                    

"Hai, Melodi Hujan,"

Ya ampun, cowok ini lagi. gerutu Melodi dalam hati ketika ia mendapati Gema di ruang kesenian lama siang itu. Bukannya membalas sapaan Gema, gadis itu malah mengacuhkannya dan berjalan ke arah kanvasnya—yang sialnya, berada di samping Gema.

Sekilas, ia melihat raut kecewa dari wajah Gema, membuatnya sedikit merasa bersalah. Bukan maksudnya untuk mengacuhkan Gema, tapi jika mengingat percakapannya dengan Lea jam istirahat tadi, rasanya seluruh darahnya naik lagi ke kepala dan membuat wajahnya semerah tomat matang. Memerah malu. Untungnya tadi ia tidak perlu menjawab pertanyaan terakhir Lea karena bel masuk memotong percakapan mereka.

Tapi tidak akan menjamin Lea tidak akan pernah bertanya lagi kan?

Ucapan Gema membuyarkan lamunan Melodi.

"Lo udah makan siang?"

Hah? Pemuda itu bertanya apa?

"Bukan urusan lo," ketus Melodi, berharap dengan begitu pemuda itu akan berhenti sok perhatian padanya. Sayangnya, harapannya tidak terkabul karena tiba-tiba pemuda itu menyodorkan sebuah kotak styrofoam padanya.

"Gue beli mie tek-tek tadi. Buat lo,"

"Lo makan sendiri aja," sahut Melodi.

Gema menggeleng, "Gue udah makan."

Karena tidak berniat menerima makanan yang diberikan Gema, gadis itu tidak mengindahkan pemuda itu.

"Lo nggak laper?" kata Gema ketika Melodi malah sibuk dengan lukisannya.

"Nggak."

Dan sedetik setelah Melodi mengucapkan kalimat itu, perutnya tiba-tiba berbunyi nyaring.

Perut pengkhianat! seru Melodi dalam hati, kesal. Kekesalannya semakin menjadi ketika dilihatnya Gema menahan tawanya.

"Nggak usah ketawa!" bentak Melodi pada pemuda itu.

"Nggak kok," sahut Gema, tapi dengan raut yang sama sekali bertolak belakang dengan ucapannya. Ia segera memperbaiki raut wajahnya.

"Lo makan dulu deh," bujuk Gema. "Kasian, nanti lo kena maag."

"Gue udah makan," tolak Melodi.

"Makan apa?"

Melodi hendak menjawab, roti dan susu yang diberikan Gema, tapi tiba-tiba gengsi menahanya. Masa iya dia harus bilang kalau ia menerima makanan dari pemuda itu? Belum lagi ia sedang membentak-bentak pemuda itu kan? Masa tiba-tiba harus mengucapkan terima kasih?

"Mel, lo kenapa? Lagi PMS?"

"Nggak." bantah Melodi.

"Jutek banget dari tadi," komentar Gema. "Apa gara-gara kejadian di kelas lo tadi?"

Melodi memicingkan matanya, "Lo tahu darimana?"

"Kelas lo kan cuma berjarak beberapa meter dari kelas gue, Mel." Gema menjelaskan. "Dan mana ada yang gak mau tau soal Raisa sama gengnya yang ngeroyok lo. Pasti heboh, lah."

Lalu tanpa diminta, Gema mulai bercerita.

"Raisa itu udah suka gue sejak lama. Dia juga gencar banget pedekate. Ngajak ngobrol, SMS, telepon, juga ngasih hadiah-hadiah ke gue. Tapi semua nggak pernah gue respon. Karena emang gue nggak tertarik sama dia."

"Mungkin seharusnya lo tegesin sama dia dengan ucapan." sahut Melodi, menyadari masalah pelik wanita. Wanita kan selalu butuh kepastian dari ucapan dan tindakan.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang