Badai - Empat Belas

1.2K 124 2
                                        

"Mami Gema gimana? Oke?"

Itu adalah pertanyaan pertama yang Mama lontarkan begitu Gema pergi setelah mengantakan Melodi pulang ke rumahnya. Bukannya bertanya apakah keadaan putrinya baik-baik saja setelah 'disekap' seharian di kediaman Guntur, tapi Mama malah bertanya seperti itu?

"Apa sih, Ma??" Melodi merajuk sementara Mama tertawa-tawa.

"Mama kan Cuma tanya, Mel. Mukamu nggak perlu merah begitu."

Melodi meraba pipinya cepat, merasakan kalau pipinya memang terasa panas. Ternyata tanpa sadar ia tersipu malu.

"Jadi, gimana Mami Gema?" tanya Mama lagi.

Melodi menghela nafas pelan, menyadari kalau sepertinya Mama tidak akan melepaskan topik ini dengan cepat.

"Mami Gema baik." Kata Melodi sambil menyiapkan piring-piring di meja makan, bersiap untuk makan malam bersama Mamanya. "Beliau ngajarin Melodi bikin martabak."

"Oh ya?" tanya Mama riang. "Berarti, besok-besok kamu bisa dong bikinin Mama martabak?"

Melodi melirik Mama dengan wajah cemberut, "Mama, Melodi ini baru sekali bikin martabak, nggak langsung bisa dan jago."

"Wah, kalau gitu, artinya kita mesti ngundang Mami Gema ke rumah buat ngajarin lagi kamu bikin martabak!"

"Mamaa!" Melodi berseru manja—setengah kesal setengah malu—karena Mama tidak berhenti menggodanya. Mama malah tertawa terbahak-bahak, apalagi melihat wajah Melodi yang semakin merah.

"Duuh, anak Mama jadi malu-malu gini deh kalau digodain," Mama mencubit pipi kanan dan kiri Melodi dengan gemas. Setelah melepaskan tangannya dari pipi Melodi, Mama kembali sibuk menyiapkan makan malam. Walau begitu, mulutnya masih sama gesitnya dengan tangannya karena lagi-lagi Mama bertanya pada Melodi.

"Kamu ketemu adiknya Gema?"

"Mm-hm." Melodi mengangguk sambil sibuk memindahkan nasi dari penanak nasi. "Adiknya Gema cantik, dan ceriwis. Nggak beda jauh sama kakaknya. Bedanya, Rima lebih banyak ngomong dibandingkan Gema. Nyerocos sana-sini, tanya ini-itu."

"Sama kayak Nada, ya?"

"Iya," Melodi tersenyum tipis, teringatkan almarhumah adiknya yang juga sering bertanya ini-itu tanpa jeda, tidak jauh beda dengan kereta api shinkansen. Membuat Melodi kadang gemas sendiri dengan adiknya. Sama gemasnya dia dengan Rima.

"Melodi suka sama dia."

Mama tersenyum, "Kapan-kapan, kamu boleh ajak adik Gema kesini."

Melodi menoleh cepat pada Mama, "Beneran?"

Mama mengangguk, "Mama juga pingin kenal sama adiknya Gema."

Melodi tersenyum, "Nanti Melodi tanya kapan Rima bisa kesini."

Mama mengangguk, kembali sibuk dengan kegiatannya menyiapkan makan malam bersama putri semata wayangnya. Membiarkan Melodi bercerita tentang kediaman Guntur sepanjang mereka makan malam.

Mama memperhatikan baik-baik saat Melodi sedang bercerita. Kalau boleh jujur, ini adalah pertama kalinya Mama mendengar Melodi bercerita tentang kehidupannya diluar sekolah dan tempat kerja. Selama bertahun-tahun terakhir, Melodi tidak pernah bercerita tentang teman-temannya. Dalam kasus ini Mama sadar, kalau Melodi memang tidak punya sahabat dekat. Semua teman-teman di sekolahnya, sejak Melodi SMP sampai SMA sekarang, mengucilkannya.

Setidaknya, melihat senyum putrinya yang kembali seperti sebelum kepergian Nada, membuat Mama yakin kalau merestui hubungan Melodi dan Gema bukanlah sesuatu yang buruk.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang