"Kamu nggak usah ngajar Rima kalau nggak sanggup."
"Aku sanggup, Gema."
Gema menatap Melodi dengan tatapan tidak percaya. Yang dibalas Melodi dengan tatapan menantang.
"Serius, kamu nggak usah ngajar Rima kalau nggak sanggup. Rima juga bakal ngerti kalau kamu lagi sakit."
"Aku baik-baik aja, Gema Guntur. Lagian kita udah sampai di rumah kamu. Masa aku harus balik lagi?"
Gema menatap Melodi sekali lagi, lalu menghela nafas. "Kalau kamu ngerasa nggak baik-baik aja, bilang ya?"
Melodi tersenyum, lalu mengangguk pada Gema. Diam-diam, gadis itu membuang nafas pelan.
Sebenarnya, Melodi tidak sedang merasa baik-baik saja. Kepalanya masih terasa berputar. Pijakannya masih terasa goyah. Pandangan masih terasa kabur. Melodi tahu fisiknya tidak baik-baik saja, tapi jika Melodi mengatakannya pada Gema, pemuda itu akan khawatir. Dan itu adalah hal terakhir yang Melodi inginkan dari Gema. Melodi tidak ingin Gema memaksanya ke rumah sakit, dan membuat Gema tahu akan kondisinya akhir-akhir ini.
Melodi tidak ingin Gema tahu soal sakit yang disembunyikannya.
Beruntung, perdebatan mereka tersela oleh Rima yang menghambur keluar karena mendengar suara kedua sejoli itu. Gadis remaja itu bergegas menghampiri Melodi dan merangkul sebelah lengannya sebelum mengajak gadis itu masuk ke dalam rumah diiringi celotehan riangnya. Rima bercerita tentang hari-harinya di sekolah selama tiga hari tidak bertemu Melodi. Melodi tidak bisa berkata apa-apa lagi selain mengikuti kedua gadis itu ke dalam rumah.
Gema mengikuti Rima yang menarik Melodi ke ruang belajarnya, tempat biasa Melodi mengajari Rima. Pemuda itu menyimpan ranselnya, lalu beranjak ke kamarnya untuk berganti baju. Begitu kembali ke ruang belajar, Gema mendapati salah satu asisten rumah tangganya berdiri di depan pintu ruang belajar, memegang nampan dengan tiga gelas jus jeruk dan dua toples makanan ringan di atasnya. Gema memberi isyarat pada sang ART kalau dia yang akan membawa nampan itu ke dalam dan meminta ART-nya untuk kembali ke tempatnya bekerja. Dengan patuh, sang ART menurut setelah membukakan pintu ruang belajar untuk Gema.
Gema melihat Melodi yang sedang duduk bersimpuh di lantai, berhadapan dengan Rima yang mendengarkan penjelasan gadis itu dengan raut serius. Gema hampir saja tertawa, mengingat adiknya itu lebih sering menggerutu jika Gema yang mengajarinya. Ia meletakkan jus jeruk dan makanan ringan yang dibawanya di dekat meja tempat Melodi dan Rima sedang belajar, lalu mengambil buku pelajarannya sendiri. Sementara Melodi mengajari Rima, Gema menemani Rima dengan belajar sendiri.
Berjam-jam sudah terlalui ketika Gema meregangangkan tubuhnya. Ia melirik pada Rima yang sedang sibuk mengerjakan soal dari Melodi, sementara Melodi menekuri buku di hadapannya dengan satu tangan menopang pipinya. Melihat gadis itu begitu serius, mau tak mau Gema tersenyum.
"Kak Mel, udah selesai,"
Melodi tidak segera menyahut ketika Rima menyodorkan buku pelajarannya. Gema menatap gadis itu lagi, dan tersadar bahwa Melodi sedang melamun.
"Mel," Gema mengguncang pelan lengan Melodi.
Tanpa diduga Gema dan Rima, Melodi tersentak. Gadis itu hampir saja melompat dari duduknya. Ia mengerjapkan mata, menatap bergantian pada Gema dan Rima yang balik menatapnya dengan bingung. Gadis itu tersenyum, walau dari matanya jelas masih kebingungan.
"Ada apa?" tanya Melodi. Ia menoleh pada Rima yang masih menyodorkan buku pelajaran padanya, "Ini buat apa?"
Rima mengernyitkan kening bingung, "Kan tadi kak Melodi yang minta Rima ngerjain ini."
Melodi mengerjapkan mata, lalu tersenyum. Senyum yang bagi Gema terlihat seperti senyum bingung.
"Simpan disini. Kak Melodi ke toilet dulu,"

KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Teen FictionBagi Melodi, guntur adalah salah satu pertanda hujan akan turun. Bagi Gema, hujan adalah caranya untuk menggugurkan rindu. Dua remaja. Dalam satu gerimis yang sama. Mereka tahu hujan tak selalu menyenangkan. Mereka tahu hujan membuat mereka basah. T...