Pernah gak kalian menemukan orang yang di satu hari berkata, ia ingin ke tempat A untuk liburan mendatang, tapi saat liburan tiba dia malah pergi ke tempat B? Kalau belum pernah, kemarilah. Gema ingin memperkenalkan pada kalian satu orang yang bersikap seperti itu. Satu gadis, tepatnya. Gadis itu sedang berjalan di hadapan Gema, menggandeng tangan Gita dan Aylira sambil menyusuri jalan di depan kandang bangau. Gadis itu sedang berseru-seru pada beberapa anak di sekitarnya agar mereka tidak berjalan jauh-jauh darinya.
Siapa lagi gadis itu kalau bukan Melodi Hujan?
Bayangkan saja, setelah menghabiskan waktu seharian di TMII—dengan alasan ingin survey—tapi sepulang dari sana Melodi malah berkata akan mengajak anak-anak panti pergi ke Ragunan saja. Alasannya, TMII terlalu luas untuk mereka jelajahi, apalagi hanya dengan dua pengawas, Melodi dan Gema—Melodi sengaja tidak mengajak Bunda dan membiarkannya beristirahat di panti. Menurut Melodi, Kebun Binatang Ragunan adalah tempat yang tepat untuk menghabiskan liburan singkat mereka, walau Gema berusaha bernegosiasi dengan memberikan beberapa tempat liburan yang bisa mereka jadikan pilihan untuk dikunjungi. Sayangnya, kalau urusan keras kepala dan maksa-memaksa kehendak, Gema selalu kalah dengan Melodi.
Jadi, disanalah mereka. Menikmati hari libur dengan berkeliling Kebun Binatang Ragunan.
"Kak Mel, aku mau foto!"
Gita menunjuk-nunjuk burung bangau di hadapannya. Melodi mengangguk, lalu memalingkan kepalanya ke belakang. Senyumnya tersungging di wajah. Gema menghela nafas.
Boleh gak sih ia merutuki senyum Melodi yang selalu bisa membuatnya luluh seketika gak peduli sedang seberapa kesalnya dia pada gadis itu?
"Fotoin Gita, ya."
Gema mengangguk pelan, mengangkat kamera yang sejak tadi tergantung di lehernya. Ia memberi aba-aba agar Gita berpose saat ia menjepretkan kamera. Tersenyum lebar, gadis itu memberikan tanda peace pada Gema.
"Udah, Kak?" tanya Gita. Gema mengangguk.
"Gita mau lihat!" gadis kecil itu berlari kecil ke arah Gema. Gema berjongkok, mengarahkan layar kameranya pada Gita. Gadis kecil itu bertepuk tangan melihat hasil potretan Gema.
"Kak, Ay juga mau!"
Gema tersenyum, lalu mengangguk pada Aylira. Gadis kecil itu mengikuti gaya Gita tadi, berpose di depan kandang bangau. Tapi setelah itu, gelombang anak-anak yang meminta Gema memotret mereka tidak berhenti. Sampai-sampai Melodi harus membujuk mereka.
"Nanti lagi, ya, kita foto di depan kandang orang utan."
Gema melotot tajam mendengar kalimat Melodi, membuat gadis itu tertawa pelan.
"Aku nggak mau masuk ke kandang orang utan, ya!" bisik Gema tepat di telinga Melodi saat mereka sudah berjalan lagi.
"Siapa juga yang mau masuk kandang orang utan, Bapak Gema? Kita cuma main ke depan kandangnya, kok. Bapak Gema memangnya mau masuk ke kandangnya?"
Gema melotot lagi pada Melodi yang sedang mengulum senyumnya. Detik berikutnya, Melodi sudah tidak bisa lagi menyembunyikan tawa.
"Orang utannya nggak bakal makan kamu, Gema." ujar Melodi setelah menghentikan tawanya.
"Iya, tahu," gerutu Gema. "Tapi orang utannya nyeremin, Mel!"
"Nggak akan apa-apa, Gema. Kan ada aku."
Gema menoleh pada Melodi. Gadis itu sedang tersenyum padanya. Senyum yang menenangkan hatinya seketika.
"Kandangnya masih jauh 'kan?"
Melodi mengangguk. Bagi orang-orang yang tidak terlalu kenal Melodi, anggukan itu terlihat biasa saja. Tapi bagi Gema, anggukan itu terlalu riang untuk ukuran seorang Melodi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
أدب المراهقينBagi Melodi, guntur adalah salah satu pertanda hujan akan turun. Bagi Gema, hujan adalah caranya untuk menggugurkan rindu. Dua remaja. Dalam satu gerimis yang sama. Mereka tahu hujan tak selalu menyenangkan. Mereka tahu hujan membuat mereka basah. T...