Sembilan Belas

2.3K 224 14
                                        

Hari telah berganti, tak bisa kuhindari
Tibalah saat ini bertemu dengannya
Jantungku berdegup cepat, kaki bergetar hebat
Akankah aku ulangi merusak harinya?

Hoo ooo Tuhan, untuk kali ini saja
Beri aku kekuatan tuk menatap matanya
Hoo ooo Tuhan untuk kali ini saja
Lancarkan lah hariku, hariku bersamanya
Hariku bersamanya

Kau tahu betapa aku lemah di hadapannya
Kau tahu berapa lama aku mendambanya

(Sheila On 7 – Hari Bersamanya)

* * *

Pagi itu Melodi mendengar pintu rumahnya diketuk. Ia mengintip dari jendela, mendapati Gema sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Melodi membukakan pintu untuk pemuda itu.

"Masuk dulu," ujar Melodi, menyingkir dari pintu agar pemuda itu bisa masuk ke ruang tamunya. Gema lalu duduk setelah Melodi memintanya menunggu. Gadis itu beranjak ke kamarnya, mengambil tasnya. Tak sampai semenit, gadis itu sudah siap dengan ransel kecil di punggungnya.

"Kita pamitan dulu ke nyokap lo?"

Melodi menggeleng, "Mama hari ini ada urusan, jadi tadi berangkat pagi-pagi. Gue udah bilang ke beliau semalam. Beliau titip salam buat lo."

Gema mengangguk, "Wa'alaykum salam."

Melodi hampir tertawa ketika Gema membalas salam Mamanya di tempat. Ia lalu menggiring Gema keluar rumah, mengunci pintu rumahnya dan berjalan menuju motor Gema yang diparkir di depan pagar.

Hari ini Gema memakai kaos lengan panjang berwarna putih dengan strip biru muda di bagian pergelangan tangan dan celana jins panjang berwarna hitam, juga arloji krem-biru yang menjadi khasnya. Ia memakai sepatu sneakers berwarna putih. Rambutnya ditutupi dengan sebuah topi berwarna senada dengan kaos dan sepatunya. Pemuda itu terlihat bersinar sekali—bak model iklan baju pemutih.

"Kenapa?" tanya Gema ketika Melodi hanya menatapnya diam.

Melodi ingin menyindir kalau hari ini matanya bisa rusak karena terlalu silau melihat penampilan Gema, tapi yang keluar dari mulutnya adalah kalimat lain.

"Gue pikir, lo bakal pake celana ngatung selutut."

Gema tersenyum, "Kalo jalannya cuma sejam-dua jam, gue lebih pilih pakai itu. Tapi, kita kan mau jalan seharian."

"Seriusan? Lo mau main di Dunia Fantasi seharian?" Melodi mengangkat alisnya.

Gema mengangguk-angguk semangat.

"Gue nggak mau." Melodi menolak.

"Yaah, jangan gitu dong, Mel. Gue udah lama nggak main."

"Main sendiri. Abis dzuhur gue pulang."

"Mau jalan sama cowok lain, ya?" tuduh Gema.

Cowok lain yang mana sih? Memangnya selain Gema Guntur, ada cowok yang berani mendekati Melodi? "Ngeledek, ya?"

"Nggak. Beneran nanya." sahut Gema dengan nada merajuk.

"Ya lo pikir, Gema Guntur?" Melodi berkata dengan sinis. "Emangnya cowok mana yang berani mati deketin gue?"

Gema mengangguk-angguk puas, "Emang cuma gue cowok yang berani mati demi sama lo."

"Coba ya ngomong gitu kalau di sekolah kebakaran dan gue terjebak di atap yang kuncinya sering macet."

"Gue pasti akan lari buat tolongin lo. Tapi, gue jelas nggak mau mati disana,"

Melodi baru akan mencibir lagi ketika Gema melanjutkan ucapannya.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang