"Mel, gue nggak sengaja,"Ucapan Gema yang kesekian kalinya mengembalikan Melodi ke dunia mereka. Ia mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk ke arah lukisannya di lantai. Matanya mengerjap, seolah meyakinkan diri bahwa dia tidak berhalusinasi. Bahwa lukisannya sudah tidak terselamatkan lagi. Bahwa lukisannya robek karena perbuatan seseorang yang sudah menabraknya. Seseorang bernama Gema Guntur.
Melodi kembali mengerjapkan matanya, dan saat itulah Gema melihat selapis bening airmata. Hanya sebentar, karena Melodi kembali mengerjap-ngerjapkan matanya, berusaha mengenyahkan airmata itu supaya tidak jatuh ke bumi.
Hatinya terasa disayat oleh sesuatu yang tak kasat mata, menimbulkan nyeri. Seorang Melodi Hujan yang selalu acuh pada dunia sekitarnya, kini hampir menangis karena dia, Gema Guntur."Mel, tadi gue lagi ngehindar dari Ardi, terus―"
Ucapan Gema terhenti melihat gerakan tiba-tiba dari Melodi. Gadis itu berjongkok, memunguti alat lukisnya berserakan. Gadis itu melakukannya dengan gerakan cepat, tak peduli jika sekarang jarinya kotor karena cat. Tanpa pikir panjang, Gema ikut berjongkok, ikut memunguti barang-barang Melodi. Belum sempat ia mengambil salah satunya, tangan Melodi menepis tangannya kasar, membuat Gema tertegun.
Melodi marah padanya.
Gadis itu tidak berkata apa-apa, tetap sibuk memunguti barang-barangnya seolah tidak ada yang terjadi. Dan sepertinya gadis itu juga menulikan diri dari sekitarnya yang mulai berbisik-bisik.
"Ih, mau dibantuin kok nggak mau. Songong."
"Tau, padahal, siapa sih dia kalau dibandingin sama Gema?"
"Ditolongin kok gak mau!"
Cukup sudah!
Terakhir, Melodi meraih lukisannya dengan kasar, tidak peduli tangannya tergores paku yang menancap di ujung kanvas. Ia membiarkan pecahan-pecahan kecil dari alat lukisnya yang tidak bisa ia punguti, lalu segera bangkit. Tapi belum sempat ia berbalik, Gema menahannya.
"Mel, gue nggak sengaja ..."
Melodi menatapnya tajam. Nggak sengaja? Melodi mendengus dalam hati. Tidak tahukah pemuda itu kalau ia bersusah payah untuk membuat lukisan ini? Oh, mana mungkin anak mami ini tahu. Tidak mungkin juga anak mami ini akan peduli kalau ia beritahu. Jadi, buat apa menghabiskan waktu untuk mendengar penjelasannya?
Bahkan kata maaf pun tak sedikit pun terucap dari mulut Gema.
Melodi berbalik dengan kasar, meninggalkan Gema, dengan Ardi yang masih berada di sampingnya, tanpa menoleh lagi. Ia menyibak kerumunan dengan kasar, yang langsung memberinya jalan. Sekitarnya mulai berkasak-kusuk, tapi pendengaran Gema sudah tidak lagi berada disana. Ia terlalu terpaku dengan kepergian Melodi yang tiba-tiba.
Sampai satu tepukan di bahunya menyadarkannya.
"Bro, minta maaf, gih."
Gema mengerjapkan matanya, masih sedikit bingung.
"Kejar Melodi. Minta maaf sama dia." ulang Ardi.
Ucapan Ardi menyadarkannya tentang kemungkinan Melodi marah. Ia tadi terlalu sibuk menjelaskan pembenaran untuk dirinya, tanpa sedikitpun meminta maaf.
Pantas saja Melodi marah padanya.
* * *
Melodi menatap kosong ke depannya. Tangannya menggenggam erat lukisan yang ada di tangannya. Matanya bengkak, di pipinya masih tersisa bekas airmata. Tapi ia sudah memutuskan ia tidak akan menangis lagi. Ia tidak akan menangisi lagi lukisannya yang sudah robek.

KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Fiksi RemajaBagi Melodi, guntur adalah salah satu pertanda hujan akan turun. Bagi Gema, hujan adalah caranya untuk menggugurkan rindu. Dua remaja. Dalam satu gerimis yang sama. Mereka tahu hujan tak selalu menyenangkan. Mereka tahu hujan membuat mereka basah. T...