Enam

3K 277 7
                                    

Tidak terlihat tanda-tanda kehidupan dari rumah Melodi. Selalu begitu setiap hari, setidaknya sampai menjelang waktu magrib. Karena memang tidak akan ada orang di rumahnya sebelum waktu Isya menjelang. Melodi selalu pulang menjelang malam, dan mamanya selalu saja lembur. Yah, Melodi selalu punya alasan yang jelas untuk pulang menjelang malam—tetangga-tetangganya tahu itu, maka tidak ada yang menggunjingnya secara blak-blakan, dan Melodi tahu alasan kenapa mamanya selalu lembur—lagi-lagi, tetangganya tahu itu.

Terkadang, Melodi merasa kesepian selalu sendirian di rumah jika mamanya pulang malam. Tapi ia selalu berusaha mengerti. Mamanya melakukan semua ini untuk dirinya. Jadi ia tidak ingin membebani mamanya dengan rasa bersalah karena terlalu sering meninggalkan anak gadis satu-satunya di rumah.

Melodi menyalakan lampu ruang tamu yang masih terlihat gelap gulita. Matanya mengerjap-ngerjap untuk menyesuaikan diri dengan cahaya yang baru masuk ke netranya.

"Selamat ulang tahun, Melodi!"

Melodi menatap tak percaya pada apa yang ada di hadapannya. Mamanya berdiri disana, dengan sebuah kue ulang tahun coklat di tangannya. Senyum mengembang di wajah yang sudah tak lagi muda itu, senyum yang membuat ibunya seratus kali lebih cantik dari biasanya.

"Mama! Mama udah pulang?" Bukannya menjawab ucapan selamat dari Mama atau berterima kasih, Melodi malah menanyakan pertanyaan konyol itu.

Mama tertawa-tawa. Beliau malah merentangkan tangannya, meminta pelukan dari Melodi dan bukannya menjawab pertanyaan anak gadisnya.

Mama dan anaknya sama saja.

Melodi memeluk Mama dengan erat. Pelukan yang sudah lama sekali tidak ia lakukan. Ia baru menyadari, bahwa ia sangat merindukan pelukan Mama. Dulu, saat Mama belum berkerja, sepulang sekolah ia akan selalu mendapatkan pelukan itu. Di hari-hari lain, saat Papa juga sedang libur kerja, Papa akan memeluknya dengan hangat. Pelukan-pelukan yang sangat menentramkan bagi Melodi.

Sayangnya, ia sudah tidak punya lagi kemewahan itu.

"Mama sengaja pulang cepat hari ini. Kangen kamu." akhirnya Mama menjawab pertanyaan Melodi. Melodi, yang masih berada di pelukan Mama, belum ingin beranjak. Ia masih ingin menikmati kehangatan dan ketenangah yang diberikan oleh pelukan Mama, jadi gadis itu hanya menyahuti mamanya dengan gumaman.

"Hmm,"

Mama tertawa, "Apa itu artinya?"

"Sama."

"Sama apanya, Melodi Hujan?"

"Melodi juga kangen Mama."

Senyum mengembang di wajah Mama mendengar jawaban anak gadisnya. Tangannya terjulur ke arah kepala Melodi, mengusap pelan rambut Melodi.

"Selamat ulang tahun ya, Sayang."

Melodi menarik dirinya, sedikit menjauh tanpa melepaskan pelukannya, "Tapi, ulang tahun Melodi baru besok, Ma."

Mama menatapnya dengan rasa bersalah, "Besok pagi-pagi Mama ada dinas di luar kota, Mel. Maaf ya sayang,"

Dalam hati ia merasa kecewa, karena lagi-lagi melewatkan harinya tanpa Mama. Apalagi besok adalah hari spesial baginya. Tapi Melodi hanya mengangguk mengerti, "Nggak apa-apa, Ma."

"Kita masih bisa merayakannya lain hari kan?"

Entah kenapa, mendengarkan Mamanya bertanya ragu-ragu—karena takut Melodi akan marah jika ia ditinggalkan sendirian di rumah di hari ulang tahunnya, membuat Melodi merasa bersalah. Ia tidak ingin Mama menganggapnya seorang anak kecil yang manja lagi. Ia ingin Mama tahu kalau ia sudah dewasa, sudah mengerti akan kewajiban ibunya yang harus menafkahi kehidupan mereka.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang