Badai - Dua Puluh Dua

1.2K 136 5
                                    


Sejak hari itu, Melodi Hujan berubah. Gadis itu menjadi lebih pendiam dari sebelum-sebelumnya. Bagi orang-orang yang tidak mengenal Melodi Hujan, mereka akan menganggap kalau Melodi Hujan baik-baik saja. Melodi Hujan hanya terlihat acuh seperti biasanya. Melodi Hujan hanya terlihat menutup diri seperti biasanya. Melodi Hujan hanya terlihat introvert seperti biasanya. Namun bagi Gema Guntur yang bulan-bulan terakhir mengenal Melodi Hujan lebih dekat, Gema tahu kalau Melodi Hujan tidak sedang dalam mode introvert-nya. Gadis itu sedang dalam mode diam.

Atau lebih cocok jika Gema menyebut kalau Melodi sedang berusaha menjaga jarak dari Gema.

Lea dan Ardi—yang sudah tahu kejadian malam itu dari Lea—hanya bisa menatap Gema dengan tatapan prihatin dan memberikan dukungan moral yang tidak begitu berarti. Karena, Melodi sama sekali tidak bisa didekati.

Di pagi pertama pasca insiden itu, misalnya. Gema menelepon Melodi, menawarkan diri untuk menjemput gadis itu. Sayangnya, tidak ada satupun yang diangkat. Sekalinya diangkat, suara ibu Melodi yang menyapanya, mengatakan bahwa si Gadis Hujan sudah pergi ke sekolah dengan ponsel yang tertinggal di rumah. Gema menutup sambungan dengan helaan nafas panjang, menyadari kalau Melodi mulai bertingkah aneh. Karena tidak biasanya gadis itu meninggalkan rumah tanpa berkata apa-apa saat ia tidak ingin dijemput.

Di sekolah, Melodi juga menghindar. Hari pertama, ia menghindar dari Gema yang sibuk mengejarnya untuk menanyakan apakah benar ponselnya tertinggal—atau sengaja ditinggal oleh Melodi. Gadis itu bersembunyi di ruang guru dengan alasan mengobrol dengan pak Banyu tentang lomba melukis yang akan diikuti oleh anak kelas dua. Begitu juga saat pulang sekolah, gadis itu berkata kalau ia akan membantu pak Nusa menyiapkan bahan untuk praktikum esok pagi. Terus berulang seperti itu. Melodi selalu memberikan alasan-alasan untuk menghindari menghabiskan waktu istirahat dengan Gema atau sekedar pulang bersama pemuda itu.

Semua orang menganggap kalau Melodi hanyalah Melodi yang biasa, yang sibuk dengan dunianya sendiri. Tapi Gema tahu, gadis itu sedang berusaha keras menghindarinya.

Seperti siang ini.

Lea memperhatikan teman sebangkunya yang—tumben-tumbenan—masih duduk di bangkunya walau bel istirahat sudah berbunyi lima menit lalu. Gadis itu menelungkupkan kepalanya di antara dua tangan yang diletakannya di atas meja. Memaksa Lea untuk mengguncang bahu gadis itu pelan.

"Mel,"

"Ya?" Melodi mengangkat kepalanya untuk menatap Lea.

"Ke kantin gak?"

Melodi menggeleng pelan, "Lo aja."

"Lo sakit? Muka lo pucat," ujar Lea setelah ia memperhatikan wajah Melodi lebih lekat.

"Gue baik-baik aja,"

"Lo yakin?"

Melodi mengangguk.

"Yaudah, gue ke kantin dulu. Lo mau titip sesuatu?"

Melodi menggeleng. Lea baru saja hendak beranjak dari samping mejanya ketika Melodi kembali memanggilnya.

"Le,"

Lea menoleh.

Melodi mengigit bibirnya, "Jangan bilang Gema, ya."

Lea mengangkat alisnya. Bukannya menjelaskan, Melodi malah mengeluarkan kalimat lain.

"Bilang aja gue lagi bantuin pak Guruh nyiapin bahan buat praktikum Fisika,"

Lea tidak banyak bertanya dan hanya mengangguk. Membuat Melodi menghela nafas lega dan berterima kasih pada Lea. Saat Lea sudah beranjak dari kelas, Melodi menelungkupkan lagi kepalanya ke meja. Merenungi penyebab kenapa ia sampai harus berbohong.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang