Membeli Nasi Goreng

297 6 0
                                    

"Pak, aku pesan satu bungkus nasi goreng," kataku, menelunjukkan sebuah jari. "Nanti aku balik."

"Ok. Tenang saja."

Aku pun menancapkan gas menelusuri jalan raya untuk membeli makanan lain. Orangtuaku kerja hari ini dan sebagai lelaki yang tidak pandai memasak terpaksa harus berburu makan malam di pasar beberapa tikungan dari rumah. Walau pasar kecil, para penjual membuka kios-kios mereka setiap hari, terutama kios makanan sehingga orang-orang dari luar komplek sering datang malam-malam walau untuk mencari makan saja.

Aku berhenti di salah satu kios nasi goreng di ujung pasar. "Satu nasi goreng, pak."

Aku memarkir sepeda motorku kemudian menduduki salah satu bangku tunggu. Dengan sengaja aku membeli nasi goreng di tempat berbeda untuk menghindari penjual menggoreng nasi sekali jalan lalu membaginya menjadi dua bungkus. Akan lebih banyak jika dimasak tersendiri dan aku pun bisa sangat kenyang nantinya. Setelah membayar penjual nasi itu, aku mengendarai sepeda motor ke tempat penjual nasi goreng pertama.

Wow, rame sekali! Tadi satu pun tak ada pembeli. Aku harap nasi gorengku sudah siap, untuk itulah aku memesan duluan.

"Maaf, nasi gorengmu belum siap. Tunggu sebentar, yah!" terang penjual nasi goreng.

Apa?! Jadi nasi goreng siapa yang sedang digorengnya? Dia membungkus nasi goreng tersebut dan memberikannya pada seorang pria tua. Kemudian tiba-tiba seseorang memanggilnya meminta telur mata sapi. Dan dia memasak telur mata sapi itu tanpa menggoreng nasi gorengku terlebih dahulu! Raut wajahku otomatis berubah, dari senyum menjadi sangar. Walau begitu, dia belum lagi menggoreng nasi gorengku.

Menunggu beberapa lama, tatapan mataku menjadi tajam. Tanganku terlipat rapat dan mulutku berceletuk pelan. Aku sudah sering berlangganan dengan penjual nasi goreng satu ini, namun keakraban dan kebaikanku malah dimanfaatkannya. Memang benar kata orang, semakin kita dekat dengan seseorang maka sikap seseorang itu semakin semena-mena. Baru setelah melihat ketidaksenanganku, dia segera menggoreng nasiku.

Berselang, penjual tersebut memberikan sebungkus nasi goreng pesananku. "Maaf, yah, lama."

"Ya," jawabku singkat, meletakkan sejumlah uang ke telapak tangannya tanpa berkomentar lebih lanjut.

Segera saja aku menaiki sepeda motorku dan berlalu pergi. Geram rasanya! Penjual nasi goreng ini tidak menjaga kepercayaan pelanggannya. Malahan diinjak-injak! Seharusnya dia menggoreng sesuai antrian pelanggan mau sesibuk apapun dia. Penilaianku berubah total!

"Jaga pelangganmu karena kepercayaan mereka adalah emasmu."

-Widdy, Author of Cerita Bijaksana

Cerpen KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang