Celana Melorot

549 3 0
                                    

"Anak-anak, jangan lari-lari!" seru seorang ibu tegas. "Nanti jatuh!"

Andi memperhatikan anak-anak tidak menghiraukan ibu itu. Mereka berlari ke sana kemari dengan riang gembira. Sesekali berteriak ceria kala bersua bersama anak-anak lain. Tidak bisa dipungkiri dalam acara pesta ulang tahun yang besar nan megah ini, di mana para tamu hadir sambil membawa anak-anak.

"Yang dilakukan ibu itu sia-sia saja," komentar Andi. "Anak-anak itu tidak akan berhenti sampai puas."

Melayangkan pandangan ke sekeliling, para tamu terlihat mengobrol satu sama lain. Baik sedang duduk atau pun berdiri berkelompok di tempat-tempat tertentu. Acara pesta sudah sedari tadi selesai, tinggal waktu bersantai.

"Sial," gumam Andi kesal. "Gara-gara Evelyn batal, aku harus menghadiri acara ini sendirian. Harusnya dia bilang kalau ada acara keluarga sehari sebelumnya, dasar pelupa!"

Kegeraman membuat tangan Andi mencengkeram kuat gelas minumannya. Bila ditambahkan sedikit tenaga lagi, tidak mungkin tidak pecah gelas tersebut. Nyaris saja dilakukan jika bukan mendengar suara perempuan membicarakan sesuatu. Pelan, agak rahasia, namun jelas sekali.

"Hey, kau lihat pria tampan itu?"

"Yang mana?"

"Yang itu."

Asalnya dekat sekali. Andi memperhatikan sekitar dan menemukan dua orang ibu muda sedang menatap fokus ke depan. Salah seorang ibu itu setengah menunjuk sembunyi-sembunyi dari samping pinggang, agar tidak ketahuan, kepada seorang lelaki jangkung berjaket hitam yang berdiri di pinggir sebuah meja. Memegang sebuah gelas berwarna hitam, kopi menurut Andi.

Lelaki itu terlihat memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Berpostur tegap dengan dada dibungsungkan ke atas. Cetakan pada kaos putih di balik jaket memberitahu pria itu bertubuh kekar. Belum lagi memelihara brewok tipis, tampak seperti seorang aktor, lebih tepatnya model-model dalam iklan rokok.

"Sedikit saja dia tersenyum," gumam Andi sambil mengggeleng kepala, "ibu-ibu muda itu akan langsung jatuh pingsan."

Sementara Andi masih berkomentar lebih lanjut, kembali terdengar suara ricuh anak-anak. Kali ini mereka datang dari ujung sana, dekat meja laki-laki tampan tadi. Berkejar-kejaran sambil memegang balon dalam barisan acak. Tertawa dan berteriak-teriak.

Andi merenggut. "Menganggu suasana saja anak-anak itu."

Tiba-tiba saja salah seorang anak laki-laki, paling terakhir dalam barisan, tidak berhati-hati melangkah sehingga terjatuh. Dalam proses terjatuh, sebelah tangannya secara tidak sengaja terulur panjang memegang dan menarik turun sesuatu. Naas. Ternyata memegang celana pria tampan tadi hingga melorot ke bawah. Adegan itu menarik perhatian orang-orang secepat tangisan sang anak mulai terdengar nyaring.

"Astaga," kedua ibu muda tergagap bukan main.

Celana dalam boxer bercorak kotak-kotak milik pria tampan terlihat jelas. Pendek dan berwarna warni Semua orang sekitar bisa melihatnya. Tetapi tidak ada yang berani berbicara. Mereka menunggu reaksi pria tersebut.

Pria itu sendiri agak terkejut mendapati celananya melorot dan seorang anak kecil tengah menangis di sampingnya. Bukannya marah atau memaki-maki, pria itu menarik kembali ke atas celana jeans dan mengaitkan kancingnya rapat-rapat dengan penuh ketenangan. Setelah itu dia berjongkok menghadap anak kecil.

"Kau baik-baik saja, Nak?"

Anak kecil itu menunjuk kakinya yang lecet sambil terisak. "Kakiku sakit."

"Oh," Pria tersebut simpati. "Lututmu berdarah, ayo paman obati kamu."

Dalam sekali angkat, anak kecil itu sudah dalam pelukannya. Dia bangkit berdiri dan mulai berjalan menjauhi kerumunan sambil meminta permisi agar orang-orang memberinya jalan. Para tamu masih diam-diam meliriknya, tetapi Andi yakin mereka terkesima. Sebab dia juga terkesima. Reaksi korban pada umumnya adalah panik. Cepat-cepat menarik kembali celana yang melorot dengan wajah merah lalu berlalu pergi. Lain sekali dengan pria ini. Tenang dan kalem seakan tidak terjadi apa-apa. Andi tidak yakin bisa berbuat seperti pria itu jika di posisinya.

Suara bisik-bisik meledak ketika pria itu hilang sama sekali. Pujian akan sikapnya keluar dari masing-masing mulut tamu mengatakan dia orang yang tenang, pemberani, tahu situasi, dan lain sebagainya. Bagi Andi, dia belajar satu hal. Tetap harus tenang apapun yang terjadi.

Ketenangan itu seperti air yang diam, diusik berapa kalipun tetap akan kembali diam

Cerpen KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang