"Halo, Pak Zamur," sapa Wilam, baru saja tiba di restoran dan menghampiri mejaku. "Maaf membuat bapak menunggu."
"Hohoho, aku juga baru datang," sapaku riang. "Jadi, apa yang mau kau tanyakan, Nak?"
"Aku ingin tahu bagaimana bapak bisa sangat sukses."
Aku mengangkat alis. Rupanya aku tidak salah memilih pemuda di lingkunganku yang sungguh ingin menjadi orang sukses atau setidaknya menjadi seperti diriku. Memiliki lima perusahaan besar memang tantangan berat, tetapi terberat dari semuanya adalah ketika aku memulainya.
"Bagus sekali, Wilam. Tetapi bukankah kau salah pertanyaan?" cetusku sambil menyunggingkan seulas senyum.
"Apa yang salah?" Wilam mengaruk dagu, merasa heran. "Aku ingin tahu bagaimana bapak bisa sukses. Apa rahasianya?"
"Kau seharusnya bertanya bagaimana aku memulai jalan suksesku ini."
"Kalau begitu bagaimana bapak memulai jalan sukses, Bapak?" tanya Wilam dengan nada tidak sabar. "Aku ingin cepat-cepat jadi orang hebat."
"Jangan terburu-buru, Nak," tahanku. "Mari kuberi kau kondisi-kondisi yang harus kau jawab."
Aku mengambil sebuah bolpoin dari sakuku dan meminta pada pelayan restoran untuk memberiku dua carik kertas putih. Kemudian aku menggambar sebuah koin bertuliskan "Nol rupiah", koin lain bertuliskan "Seratus juta rupiah", dan sebuah tombol di antara kedua koin tadi pada kertas pertama.
Pada kertas kedua, aku menggambar sebuah koin bertuliskan 'Lima puluh juta rupiah" dan sebuah tombol di samping koin tadi. Cuma dua gambar. Aku membandingkan kedua kertas tersebut di hadapan Wilam yang sedari tadi penuh rasa ingin tahu.
"Apakah kau akan menekan tombol ini," kataku, menunjuk kertas pertama pada sebuah tombol yang diapit dua koin, "jika kau memiliki kemungkinan mendapat koin uang senilai 'Seratus juta rupiah' atau mendapat koin uang senilai 'Nol rupiah'?"
"Atau menekan tombol ini," kataku lagi, menunjuk kertas kedua pada sebuah tombol yang sejajar dengan sebuah koin, "dimana kau kontan mendapat koin uang senilai 'Lima puluh juta rupiah'?"
Wilam berpikir sejenak. Kelihatannya dia berusaha keras sampai raut wajahnya memunculkan beberapa lapis lemak.
"Tentu saja menekan tombol mendapat koin uang kontan senilai 'Lima puluh juta rupiah'!" Wilam menunjuk tombol pada kertas kedua. "Orang bodoh macam apa yang tidak mau menekannya!"
"Dan orang bodoh itulah yang hanya menjadi orang biasa."
Mata Wilam melebar kaget, tidak menyangka jawabanku. "B-Bagaimana bisa? Uang kontan lima puluh juta loh, Pak."
"Ini hanya perumpamaan. Kenyataan nilainya jauh lebih kecil."
"Mohon bapak jelaskan," pinta Wilam, beraut wajah serius.
"Pada ilustrasi kertas pertama, jika kau tekan tombolnya maka kemungkinan kau mendapat koin uang senilai 'Seratus juta rupiah' atau mendapat koin uang senilai 'Nol rupiah', artinya ada resiko besar antara mendapat sesuatu atau tidak sama sekali." Aku berdeham sebentar. "Ini seperti orang yang buka usaha, antara mendapat untung besar atau tidak, bahkan bisa berutang."
"Pada ilustrasi kertas kedua, jika kau menekan tombolnya maka kau kontan mendapat koin uang senilai 'Lima puluh juta rupiah', artinya jalanmu aman tetapi kau mendapat upah yang tidak seberapa." Aku menunjuk Wilam. "Ibarat kamu bekerja pada orang. Aman dan selalu mendapat gaji kecil tiap bulan."
Wilam tercengang. "Jadi maksud bapak kita harus membuka usaha? Kalau itu tentu saja aku tahu."
Aku menggeleng kepala. "Kau harus berani mengambil resiko untuk mendapat hasil besar dan itulah kunci untuk memulai perjalananmu menjadi orang sukses."
Wilam tidak berani berkomentar.
"Apakah kamu sanggup? Melepas pekerjaanmu dan kehilangan gaji bulanan demi mencapai kesuksesan?" tanyaku pada pemuda di hadapanku yang mulai ragu.
"A-Aku tidak tahu." Wilam berpaling ke arah lain, berusaha menghindari tatapan mataku.
"Ada jalan lain."
Wilam mencondongkan badan. "Apa itu?"
"Kau tetap bekerja, tetapi sehabis pulang kerja kau harus bekerja lagi untuk kesuksesanmu." Aku melipat kedua tanganku di atas meja. "Itu berarti resiko kehilangan waktu istirahat, waktu santai, dan waktu tidur. Jalan teraman namun berat, dulu aku juga mengambil jalan ini."
Wilam berpikir sejenak sebelum berkata, "Aku rasa aku bisa melakukannya."
Aku tersenyum cerah. "Jika kau sudah melakukannya, temui aku lagi untuk tips lainnya."
"Baiklah. Terima kasih, Pak."
"Sama-sama."
"With great risk comes great reward"
-Thomas Jefferson
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Kehidupan
General FictionDalam kehidupan, kita menjalani hari demi hari tanpa tahu setiap kejadian memiliki hikmat yang seringkali menentukan arah hidup kita. Contohnya seseorang hendak menerobos lampu merah, tapi teringat peraturan lalu lintas dan berhenti. Tiba-tiba dari...