"Sudah ayah katakan jangan merokok!"
Aku tersentak, berpikir apakah sedang terjadi adu mulut di dalam kantor guru. Bentakan lain masih terdengar ketika aku masuk untuk mengantarkan tumpukan kertas ujian dalam pelukanku pada guru wali kelasku.
Di sudut ruang guru, khusus tempat negosiasi antara guru dengan orangtua murid bersama anaknya, seorang bapak brewok bertubuh besar tengah menasihati anak lelakinya. Bapak itu mengeluarkan kata-kata tegasan yang cukup menyakinkan agar anak lelakinya tidak merokok, tetapi bapak itu sendiri terus menghisap rokok di sela-sela perkataannya. Asapnya juga memenuhi ruangan guru.
"Ini sudah semuanya, Bu," kataku sambil terbatuk, meletakkan tumpukan kertas ke atas meja guru wali kelasku. "Ada yang perlu dibantu lagi?"
"Terima kasih, Nak," ujar guruku. Dia mengalihkan pandangan ke arah bapak yang sedang membentak anaknya. "Kau lihat bapak itu?"
"Ya." Aku mengikuti arah pandang guruku. "Sepertinya sia-sia saja."
"Kau benar," ujar guruku dengan nada kecewa. "Dia ingin anaknya tidak merokok, tapi dia sendiri merokok."
Terdengar bentakan lain.
"Aku sudah tidak bisa berhenti merokok, makanya kau jangan merokok! Jangan jadi seperti aku!" seru bapak itu lagi.
Sayang, anaknya terlihat tak acuh. Menunjukkan wajah datar dengan tatapan tajam sambil duduk seenaknya. Kerah atasnya juga terbuka, seakan menantang. Guru yang menaungi mereka hanya menggaruk dagu.
"Sama saja," lanjutku. "Anaknya tak mungkin bisa berhenti merokok."
Guru wali kelasku mengangguk setuju. "Seharusnya dia berhenti merokok baru bisa anaknya berhenti merokok."
"Itu benar."
Bel masuk pelajaran berikutnya berdering. Aku segera pamit pergi dengan masih menggeleng kepala melihat bapak dan anak tadi.
"Lead by example."
-Anonymously
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Kehidupan
General FictionDalam kehidupan, kita menjalani hari demi hari tanpa tahu setiap kejadian memiliki hikmat yang seringkali menentukan arah hidup kita. Contohnya seseorang hendak menerobos lampu merah, tapi teringat peraturan lalu lintas dan berhenti. Tiba-tiba dari...