Langit yang mendung tiba-tiba menangis. Hari siang pun berubah total dari putih kelabu menjadi hitam kelabu, diselingi kilat-kilat petir yang terus menyambar ke sana kemari. Waktu itu aku tengah dalam perjalanan pulang ke rumah kos ketika titik hujan pertama jatuh, terpaksa aku mengambil langkah kaki seribu.
"Untung saja dekat," ujarku, berlindung di bawah teras rumah kos sementara hujan sedang menguyur deras. Tetapi rambut dan bajuku basah. "Sebaiknya aku membersihkan diri."
Aku membuka pintu rumah kos dan mendapati Lya sedang duduk di sofa mengelus-ngelus kakinya. Kulitnya amat putih dan mulus, aku pun sedikit iri. Namun aku curiga kenapa bulu kakinya hilang.
"Apa kau mencukur bulu kakimu, Lya?" tanyaku langsung.
Lya menoleh menatapku dengan alis terangkat. Dia menunjuk kakinya lalu berkata, "Aku kurang suka kakiku. Pendek dan bulu-bulunya keriting sehingga terlihat barbar."
"Kakimu cantik dan indah loh, Lya. Apa lagi yang kurang?"
Teman satu kosku itu mengangguk pelan. "Memang sih, tapi tetap saja aku perlu membuat kakiku menarik. Lebih putih, bersih, dan mengkilap."
"Apakah ada yang komplain tentang kakimu?" Aku memegang pundak gadis remaja itu. "Biar kuhajar orangnya."
"Maaf mengkhawatirkanmu. Namun aku sendiri saja yang kurang puas," terang Lya. "Aku mau mengurut dan mengolesi kakiku dengan minyak lagi. Kau sebaiknya ganti baju dan keringkan rambutmu dulu."
"Oh, iya!" Aku baru tersadar kalau rambut panjangku sudah membasahi sofa. "Baiklah. Nanti aku balik lagi."
"Ok."
Aku meninggalkan ruang tamu dan menaiki tangga sambil berpikir. Kenapa Lya harus khawatir dengan kakinya? Seharusnya dia bersyukur memiliki kaki mungil, putih, dan indah daripada gadis-gadis lain, contohnya aku. Lagi kaki itu telah membawanya ke mana-mana, apalagi yang perlu dikeluhkan? Aku tidak mengerti. Setibanya di kamar, masalah tadi pun terlupakan kala aku menyibukkan diri.
"Bersyukurlah dengan apa yang kau punya, karena ada yang ingin memilikinya tetapi tidak dapat."
-Widdy, Author of Cerita Bijaksana
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Kehidupan
Художественная прозаDalam kehidupan, kita menjalani hari demi hari tanpa tahu setiap kejadian memiliki hikmat yang seringkali menentukan arah hidup kita. Contohnya seseorang hendak menerobos lampu merah, tapi teringat peraturan lalu lintas dan berhenti. Tiba-tiba dari...