"Jadi begitulah masalahku. Apa yang harus kulakukan?"
Penuh kesabaran Wigraf sedari tadi mendengarkan sang teman dengan tangan terlipat di atas meja. Dia mengangguk-angguk tanda mengerti.
"Kau mau tahu pendapatku, Bruno?" tanya Wigraf ringan.
"Ya. Untuk itulah aku mengajakmu ke kafe ini."
Setiap kali ada masalah Bruno selalu berdiskusi bersama Wigraf. Katanya Wigraf bisa diandalkan. Namun Wigraf sebenarnya mulai enggan. Bukan karena Bruno bukan teman baik, hanya saja tebal telinga terhadap nasihat apapun. Diskusi hari ini Wigraf ingin memberinya kesempatan sekali lagi. Semoga saja berjalan lancar.
"Katamu kau mau gym demi gadis yang seringkali mengabaikanmu," ulang Wigraf agar memperjelas masalah. "Yakin mau membuang waktu untuk hal semacam itu? Padahal ada cara yang lebih baik."
Bruno menjentikkan jari. "Kita tidak akan tahu kalau belum mencoba."
"Tunggu sebentar," bantah Wigraf. Dahinya berkerut. "Maksudmu kau cuma coba-coba?"
"Yup," jawab Bruno tanpa wajah bersalah.
Wigraf menggeleng-geleng kepala. "Bruno, sebaiknya kau cari informasi dahulu sebelum memutuskan. Jangan buang waktu mencoba-coba. Nanti rugi sendiri."
"Aku yakin caraku bisa. Percayalah padaku, Wigraf."
Mulai lagi menolak nasihat orang, batin Wigraf meringis.
"Majalah olahraga yang kubaca mengatakan para gadis suka laki-laki bertubuh kekar."
"Masalahnya laki-laki yang berotot di kelas kita saja tidak mampu merayu gadis itu, bagaimana kamu bisa?" Wigraf menegaskan. "Jangan ulangi kesalahanmu lagi. Riset dulu."
"Bukan begitu, Wigraf," Bruno mengibaskan tangan, "gadis itu pasti akan takluk. Aku ingin menunjukkan tekadku padanya. Aku yakin bisa."
"Bruno, kau memintaku membantumu. Kenapa kau tidak mau mempertimbangkan yang kukatakan?"
"Sudah kupertimbangkan, tapi aku yakin caraku bisa. Tenang saja," sahut Bruno tak acuh.
Wigraf tahu temannya sudah tak tertolong lagi. Seperti yang sudah-sudah, walau meminta nasihat, Bruno selalu menapik dan merasa dirinya selalu benar. Mau berapa banyak saran diberikan akan sia-sia saja. Lelah berurusan dengan orang bebal.
"Baiklah," kata Wigraf akhirnya. "Lakukan saja yang kau mau. Kalau kau yakin bisa, maka bisalah."
"Kita harus positif."
Positif sembarangan tanpa tahu apa yang kau lakukan, geram Wigraf.
Perkiraan Wigraf benar adanya. Bruno menghabiskan banyak uang untuk membeli vitamin serta berolahraga setiap hari. Hanya agar kandas di tengah jalan. Rasa malas menghampiri sang teman dan langsung berhenti gym. Bruno sempat sedikit berotot lalu mencoba merayu pujaan hatinya. Tentu saja ditolak mentah-mentah. Orang bebal memang susah dikatain. Ditolong selalu berpikir mereka yang paling benar. Bruno salah satu orang bebal. Sejak itu Wigraf malas memberi nasihat padanya.
Orang bebal itu ibarat tembok. Mau dibilangin apapun selalu mantul
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Kehidupan
Fiksi UmumDalam kehidupan, kita menjalani hari demi hari tanpa tahu setiap kejadian memiliki hikmat yang seringkali menentukan arah hidup kita. Contohnya seseorang hendak menerobos lampu merah, tapi teringat peraturan lalu lintas dan berhenti. Tiba-tiba dari...