Ketiduran

208 0 0
                                    

"Rasanya ngantuk," kataku, baru saja selesai makan siang.

"Kerjamu tidur saja," tegur Wilson, rekan kerja sekaligus sahabatku. Laki-laki bertubuh ramping dan berambut hitam pendek itu tersenyum padaku. "Kau harus ubah kebiasaanmu."

"Suka hatikulah, Wil," belaku. "Kemarin malam ada projek besar."

"Alah, paling main game lagi."

Aku dan Wilson tertawa. Teman satu ini memang tahu kebiasaanku karena sudah semenjak sekolah kami membina persahabatan sampai sekarang. Dulu dia suka main game, tapi sudah pensiun. Katanya mau fokus kerja.

Wilson berdiri perlahan. "Aku mau ke bank. Mau ikut?"

"Makasih. Aku mau tidur."

Wilson menggeleng-geleng kepala. Dia mencuci kotak makannya terlebih dahulu sebelum pamit pergi, meninggalkan diriku yang sedang menguap. Rasanya malas sekali. Keluar sehabis makan hanya membuang energi. Bagusnya tidur. Setelah membereskan kotak makan, aku pun menuju ruang istirahat.

Di ruang istirahat, kutemukan tiga orang tengah duduk santai pada sofa masing-masing. Mereka adalah seniorku, langganan tetap ruang istirahat sebagaimana layaknya diriku, dan sedang membaca koran atau sekedar melihat sekeliling. Aku mengambil tempatku dan juga membaca koran. Namun berita akhir-akhir semuanya sampah, kalau tidak pembunuhan maka gosip-gosip artis. Topik membosankan.

Kurasa aku langsung tidur saja, bisikku dalam hati, mulai menyandarkan kepala pada sandaran sofa.

Mata kupejamkan. Tenggelam dalam dunia mimpi yang membuatku terlena akan kedamaian tiada tara. Sungguh menyenangkan. Ketika kubuka mata, yang kurasa hanya beberapa menit, ruang istirahat sudah kosong. Aku terkesiap. Biasanya seniorku masih di tempat dan alaramku pasti tengah berbunyi.

Aku merogoh telepon genggamku dari saku celana. Menatap lekat-lekat pada layar telepon genggam lalu terkejut untuk yang kedua kalinya. Sudah jam 2 siang! Waktu istirahat cuma sampai jam 01.30 siang. Kucek alaramku dan ternyata mati, seketika aku lemas. Bagaimana mungkin aku bisa membuat kesalahan fatal seperti ini? Sial!

Ruang kerja cuma satu blok dari ruang istirahat. Cepat-cepat aku menelusuri lorong untuk sampai ke ruang kerja. Entah kenapa lorong itu begitu sepi, biasanya ramai dilalui orang. Ketika kubuka pintu, teman-teman kantorku terlihat sedang sibuk bekerja. Mereka menatapku sebentar lalu kembali bekerja kala aku berjalan menuju meja kerjaku. Menganggap cuma angin lalu, kecuali seniorku yang duduk di paling ujung ruangan, salah satu senior yang tidur di ruang istirahat. Orangnya berkepala botak dan tertawa gelak melihatku.

"Kau ketiduran, bukan? Dasar anak muda," kata senior botak seraya aku berjalan melewatinya. "Lainkali tidur lebih lama saja."

Senior kurang ajar. Aku tahu aku salah, tetapi bukan berarti dia bisa menghina juniornya. Ruat mukaku berubah merah, terbakar amarah. Namun aku tak mau mencari masalah, maka aku segera menghampiri mejaku.

"Hei, tadi aku mau membangunkanmu," kata Wilson yang duduk di sampingku. "Tapi senior botak itu melarang. Katanya biarkan dan menyuruh kami menyaksikan dirimu sebagai pegawai berteladan buruk."

Pantas saja tadi sepi! Dalangnya si senior botak itu rupanya! Raut mukaku kini sudah seganas singa jantan yang makanannya dicuri. Dalam hati aku memaki-maki.

Senior botak tak tahu diuntung! Kau pikir aku tidak tahu kau korupsi uang perusahaan! Kubunuh kau!

Aku meremas botol plastik air mineralku sampai penyok sejadi-jadinya, mengumandang bunyi retakan yang mengisi keheningan ruangan. Dari semua senior, senior botak itu paling meremehkan dan sok. Kedekatannya dengan pimpinan membuatnya bisa semena-mana, bahkan kepada senior lain. Aku rasa rezimnya harus segera diakhiri.

Dua bulan berlalu, aku baru bertindak supaya tidak kelihatan akulah pelakunya. Aku membeli kartu baru dan mengirim pesan pendek sebagai orang asing kepada pimpinan bahwa senior botak melakukan korupsi uang perusahaan melalui para sopir. Pesan itu ditanggapi pimpinan dengan melakukan interogasi menyeluruh dan kenyataan terbukti senior botak melakukan korupsi. Jabatannya dicopot, uangnya disita, dan dia dibui. Sebuah ganjaran mengerikan.

Aku menerima ganjaran akibat ketiduran dan sejak itu berubah, sedangkan senior botak tidak berubah sama sekali. Walau sudah pernah ditegur oleh senior lain, dia tetap tak mau sadar diri dan terus cari gara-gara hingga menerima ganjarannya. Memang kita selalu perlu mengintropeksi diri dan memperbaiki kesalahan kita.

"Karma has no menu. You get served what you deserve."

-Anonymously

Cerpen KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang