Sombong

2.1K 18 3
                                    

"Selanjutnya, kita akan mendengarkan kata sambutan dari kepala cabang Medan kita," kata MC di depan panggung. "Mari kita sambut Bapak Jimmy sambil bertepuk tangan!"

Penuh keingintahuan, Wilbert memutar badan menghadap panggung diikuti puluhan karyawan lain. Wajah-wajah mereka biasa saja dibanding Wilbert yang antusias. Selama ini kepala cabang hampir selalu tidak berada di tempat. Katanya sibuk dan terbukti dari omset perusahaan yang meroket.

Seorang lelaki jangkung bertubuh kurus bangkit berdiri dari tempat duduk depan. Berdiam sebentar untuk merapikan diri. Ketika dia melangkah lebar naik ke panggung, sambutan tepuk tangan semakin meriah. Semua lampu panggung disorotkan ke arahnya. Sosok pria itu jadi lebih jelas. Memakai jas hitam dengan pasangan dasi merah panjang, berkepala tirus, dan berhidung amat mancung.

"Kau sudah dengar kan, Wilbert?" bisik salah seorang teman kerja terdekat. "Dia akan mulai lagi."

Wilbert memiringkan kepala. "Benarkah?"

"Ya. Setiap tahun begitu. Aku sudah bosan, lebih tepatnya palak, mendengarnya."

"Bagaimana bisa? Aku tidak percaya."

Teman kerja Wilbert mengangkat bahu. "Kau akan tahu nanti."

Pak Jimmy memukul mik beberapa kali menggunakan jemari untuk mengetes. Tidak sekali dua kali, lima kali. Setiap ketukan menambah kerut dahi.

"Tolong naikkan volume mik," pinta Pak Jimmy tegas. "Aku tidak ingin orang-orang tidak bisa mendengarku."

Hah? batin Wilbert tanpa sadar.

"Bagus," Pak Jimmy puas ketika volume sudah dinaikkan. "Baiklah, aku ingin mengucapkan terima kasih atas kerja keras kalian. Sehingga kelangsungan perusahaan masih terjaga dan kita bisa mengadakan pesta akhir tahun pada hari ini."

"Walau..." Pak Jimmy menunjuk diri sambil mengangkat kepala tinggi-tinggi, "sebenarnya kalian tidak bisa melakukannya tanpa dibantu atau disokong olehku."

Eh, kurang aja, Wilbert mengangkat alis. Kepala cabang tapi...

"Bagaimana?"

Teman kerja Wilbert tersenyum lebar ke arahnya.

"Palak, bukan?"

"Kenapa bisa begitu?" tanya Wilbert heran. "Harusnya seorang kepala itu pengertian dan bilang bahwa semua bisa berkat usaha timnya."

"Tidak berlaku untuk dirinya. Padahal selama ini dia bisa di sana karena kita tidak pernah melapor."

"Aku yakin dilapor pun tidak akan berguna."

Teman kerja itu menatap ingin tahu. Menunggu Wilbert berkata lebih lanjut.

"Karena dia punya hubungan darah dengan pimpinan lain," jelas Wilbert pelan sebab beberapa teman kerja melirik mereka.

"Kau tahu dari mana? Seharusnya itu rahasia sekali."

Tidak mungkin memberitahu teman kerja itu kalau dia mengetahui dari orang yang memasukkannya kemari. Beberapa bulan yang lalu. Walau sudah mendengar sedikit tentang kepala cabang, Wilbert tidak sangka akan separah itu. Pula orang yang memberinya kerja memiliki hubungan darah dengan Pak Jimmy dan berpesan agar sabar.

"Tidak penting sih," lanjut teman kerja Wilbert. "Kami memang sudah bermaksud memberitahumu."

"Suara siapa ribut-ribut di belakang ketika saya sedang berbicara?!" bentak Pak Jimmy tidak senang.

Para karyawan buru-buru terdiam sambil menutup telinga menggunakan telapak tangan. Suara mik terlampau keras. Menimbulkan gema panjang layaknya suara seorang raksasa berbicara lantang.

"Dengarkan saat saya berbicara!" Pak Jimmy membentak lagi. "Tanpa aku kalian tidak bisa apa-apa."

Apa yang dikatakan Pak Jimmy masih bisa menembus telapak tangan mencapai telinga masing-masing karyawan. Raut muka beberapa orang langsung berubah gusar. Jelas sekali setelah Wilbert memperhatikan sekeliling. Namun tetap diam dan mendengarkan Pak Jimmy.

"Apa kalian tidak mau melapor?" Wilbert kini tahu betapa sombong kepala cabangnya. "Masak mau mempertahankan orang seperti itu?"

"Karena ini perusahaan keluarga. Kita yang akan dipecat bila macam-macam."

Wilbert hanya mengangguk kecewa. Apa yang dikatakan teman kerjanya benar. Perusahaan keluarga tetap akan memposisikan saudara atau kerabat sebagai kepala-kepala divisi tanpa melihat kemampuan mereka. Itulah penyebab perusahaan keluarga amburadul. Wilbert merenung, sambil memperhatikan Pak Jimmy berbicara, apakah dia akan betah bekerja berlama-lama di perusahaan sekarang.

Orang sombong itu melihat diri sendiri hebat, tapi tidak tahu dia bukan siapa-siapa.

Cerpen KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang