sign

135 22 4
                                    

Aku duduk di taman belakang Appartement. Memandangi telepon genggam milik ku.
Langit pagi yang cerah seakan aku abaikan karna aku sibuk menunggu telfon masuk.

Sudah dua hari aku di Belanda. Shawn, um maksud ku teman - teman ku yang ada di Kanada. Madison, Gray, Ethan, Jake... Apa mereka tak akan menghubungi ku? Kemarin siang aku memang baru menelfon Madison. Tapi... itu hanya untuk mengabarkan kalau aku sudah sampai di Belanda.

Siang ini aku akan pergi ke Perguruan tinggi di Belanda untuk melakukan seminar. Benar - Benar membosankan. Tapi setidaknya aku bisa menjauhkan diriku dari Shawn untuk beberapa saat.

Aku berdiri dan berjalan kembali ke Appartement. "Goede Morgen." Sapa ku kepada tukang pos yang berdiri di depan pintu Appartement milik bibi Claudia.

"Apa kau yang tinggal di Appartement ini?" Tanya tukang pos itu kepada ku.

"Ya benar."

"Surat ini di tujukan untuk Caroline di desa Giethoon. Tetangga sebelah bilang kalau dia sudah pindah ke sini."

"Saya yang bernama Caroline. Dank u. Lain kali kau bisa menitipkan nya ke Lobby." Aku masuk dan duduk di sofa. Aku melihat dua amplop coklat yang aku pegang. Bisa di lihat dari perangko dan cap surat jika surat itu berasal dari Kanada.

"Apa itu?" Tanya bibi Claudia.

"Surat."

Aku membuka surat pertama yang dimana tanggal pengiriman nya tepat hari ulang tahun ku. 17 Agustus.
Happy Birthday My Dearest Caroline.
Kali ini aku tak akan memberikan hadiah kepada mu, karna aku akan memberikan nya secara langsung nanti. Dan kau tahu kenapa aku masih menulis surat ini? Karna aku tahu, jika suatu hari nanti kau akan membaca nya.
                                                                      -Shawn

Hah? Aku mendesis tak percaya.
Apa yang dia maksud dengan nanti? Aku, takan termakan lagi dengan kata - kata manis nya.

Aku mengambil surat kedua, surat itu tidak ada cap pos dan... tanggal yang tertera itu tanggal kemarin. Bagaimana bisa sepucuk surat bisa datang dari Kanada ke Belanda hanya dengan jangka satu hari? Kecuali...

Aku membuka dan mengeluarkan isi dari surat itu. Daun - daun Maple keluar dari dalam amplop itu. Aku mengambil dan mencium nya, Wangi Maple itu mengingatkan ku kepada wangi rumah keluarga Mendes.

Aku membaca surat yang hanya tertulis.
Do you miss me?

Apa maksud Shawn mengirim kan kedua surat itu kepada ku? Apa dia hanya ingin menambah sakit hati ku? Tidak. Shawn tidak tahu aku yang sebenar nya. Dia mengirim surat ini bukan kepada aku yang dia kenal sebagai pengasuhnya, tapi sebagai Princess kesayangan nya. Atau entahlah...

"Are you okay?" Bibi Claudia memecahkan lamunan ku.

"Yes. But I have to go." Aku mengambil kedua surat itu dan mengambil tas lalu pergi ke terminal bus.

-
Aku melangkahkan kaki ku untuk turun dari bus. Aku menaiki perahu dan sampai di sebuah jembatan. Aku meninggalkan perahu itu dan berlari sampai berhenti di depan sebuah rumah. Aku mengetuk pintu.

Seseorang keluar dari dalam rumah itu. Dugaan ku kali tidak benar.
Hampir 20 menit aku mengetuk pintu tapi tidak ada seseorang pun yang keluar.

"Caroline?" Panggil seseorang saat aku berjalan meninggalkan rumah itu. "Aku sedang mandi."

Dugaan ku bukan tidak benar. Melainkan tepat sasaran. Grey pasti akan di pilih oleh Madam Danielle sebagai peserta seminar di Belanda, kenapa aku tidak memikirkan itu sebelum nya.

"Apa Shawn menitip surat kepada mu?" Aku berbalik ke arah nya. Apa - apaan aku ini? Surat itu sampai dengan satu hari bukan berarti Shawn menitip kan nya kepada Grey.

Grey menyuruh ku masuk. "Duduklah."

Aku duduk dan memandangi seisi rumah Grey. Tak ada yang berubah.

"Aku tahu kau terpukul karna berita itu. Tapi... aku tak ingin kau menjadi bodoh karna hal itu Carol." Grey duduk di sebelah ku dan memegang tangan ku.

"Tidak Greyson. Aku tidak akan pernah dibodohi oleh nya. Aku hanya berfikir jika dia masih peduli dengan ku." Aku menundukan pandangan ku.

"Kalau dia peduli dengan mu. Dia tidak akan berbuat seperti itu." Grey menepuk- nepuk kepala ku dengan lembut. "Kau ingin minum?"

"No."

"Kalau begitu tunggulah disini, aku akan bersiap. Kita akan terlambat untuk ke acara seminar." Grey meninggalkan ku.

Aku merasa sangat bodoh karna sudah percaya jika Shawn masih peduli dengan ku. Tapi firasat ku mengatakan jika Shawn memang masih peduli dengan ku.

-
"Gray." aku berjalan menyusuri jembatan tangan kanan ku memegang tangan kiri nya.

"Ya?"

Aku menyelipkan rambut ku ke balik telinga ku karna rambut ku berantakan tertiup angin malam yang cukup kencang ini. "Aku tertingat malam musim panas waktu itu." Aku tertawa kecil dan berjalan di atas trotoar.

"Turun lah... Kau akan terjatuh." Balasnya seakan - akan dialah yang sangat memperhatikan ku.

Aku berhenti di tengah - tengah jembatan. Memandangi betapa gemerlapnya kota Belanda kala itu. Lampu jalan sampai lampu kendaraan turut menghiasi sungai ini.

"Ayo pulang. Ini sudah larut malam." Grey menarik tangan ku tapi aku masih berdiri di tempat memandangi sungai yang menurut ku sangat indah.

"Ayolah Grey kapan lagi kita bisa menikmati suasana kota Belanda yang romantis ini? Dua minggu lagi kita akan kembali ke Kanada." Aku menggerutu kepada nya.

"Apa kau bilang?"

"Dua minggu lagi kita akan kembali ke Kanada."

"Tidak. Kau bilang jika suasana ini sangat Romantis?" Grey berdiri di samping ku.

Sial. Aku tak sadar saat aku mengucapkan suasana romantis. Aku menepuk - nepuk mulut ku dengan pelan, Lalu menoleh ke arah Grey. "Kenapa kau menatap ku? Apa ada yang aneh dari wajah ku?"

"Tidak. Ayo pulang."

Manipulate | Shawn Petter Raul MendesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang