Lost in Japa n

244 26 3
                                    

Aku menggeret koper menuju koridor bandara. Tangan kiri ku memegang tangan besar dan hangat kesayangan ku. Tangan inilah yang sering menghapus air mata ku.

Kami berhenti di depan koridor bandara. Aku tersenyum bahagia dan menatap kearah Shawn yang berada di sebelah kiri ku. Shawn memakai kacamata hitam karna dia ingin terlihat keren saat masuk di berita.

"Are you happy?" Shawn menoleh kearah ku.

Aku menatap ke depan. Aku masih tak percaya jika aku berdiri disini bersama orang yang aku sayangi. "Very Happy." Aku menoleh kearah nya. Shawn mencium kening ku. Tangan kiri nya memegang kepala ku.

Sebuah mobil sedan hitam berhenti di hadapan kami. "Ayo." Shawn merangkul pundak ku dan membukakan pintu untuk ku.

Aku melihat kearah luar jendela. Baru sampai saja rasanya aku sudah betah berada di negara ini. Apa lagi satu minggu kedepan aku akan menghabiskan waktu ku disini. Itu akan menjadi sangat sulit untuk meninggalkan negara ini.

Kami berhenti di depan hotel di pusat kota. Kerumunan orang menunggu di depan hotel. Apa lagi kalau bukan menunggu kedatangan Shawn.

Aku turun dari mobil. Paparazi memotret aku dan Shawn yang sedang berjalan menuju pintu masuk.

"Shawn!!! Lihatlah kemari!!" Teriak fans silih berganti.

"Congrast for your wedding Shawn!!" Aku menoleh karna mendengar nya, aku melambai kearah mereka dan sontak mereka berteriak senang. Aku merasa seakan - akan akulah idola mereka.

"Welcome to our country and our hotel Mr. and Mrs. Mendes. I will lead you to your sweet room." Manager hotel turun tangan untuk menyambut kami. Dia membukakan pintu kamar. "Here's your room. If you need something just call me."

"Thankyou." Ucap Shawn.

"My pleasure." Dia meninggalkan kami.

"Ahhh! I am tired." Aku menjatuhkan tubuh ku ke kasur empuk yang ada dihadapan ku.

"I am tired too." Shawn mengikuti bagaimana aku menjatuhkan tubuh ku. "Cuddle me please." Shawn memeluk ku dari belakang.

"7 pm kau akan ada sesi tanda tangan kontrak dengan perusahaan jam tangan itu bukan?" Aku berbalik badan kearah nya.

"Ini masih pukul 10 am." Shawn tersenyum dan mengelus pipi ku.

"Baiklah. Aku hanya akan merebahkan tubuh ku." Aku membalikan tubuh ku ke belakang dan Shawn memeluk ku dari belakang.

-

"Aku hanya ingin berjalan menyusuri kota ini. Dan yang terpenting bersama mu dan menggenggam tangan mu." Shawn berdiri di depan cermin dan menyemprotkan parfum ke tubuh nya.

"Ayo." Aku mengambil tas ku dan berjalan menuju pintu.

Shawn memegang pinggang kanan ku.

"Ayo Shawn." Aku menetap Shawn yang mendekat ke wajah ku. "Tidak saat aku sudah memakai lipstick."

Shawn memegang kedua pinggangku dan mulai mencium bibir ku.

Aku mengalungkan tangan ku dileher Shawn dan membalas ciuman nya.

Shawn melepaskan ciuman nya dan menggenggam tangan ku. "Come on."

"Apa anda butuh mobil?" Tanya penjaga hotel.

"Tidak." Shawn tersenyum.

"Dimana semua wartawan?" Aku melihat ke sekeliling.

"Mereka pergi ke kantor Armani." Jawab penjaga hotel.

"Apa kau tahu dimana taman yang dekat dengan hotel ini?" Shawn memakai jaket.

"Di ujung jalan ini. Kalau kau tidak
keberatan mampir lah di kedai mochi milik keluarga ku. Tidak jauh dari taman itu."

"Baiklah." Aku melambai kearah penjaga hotel. "Shawn kau tahu? negara ini sangat nyaman." Aku merangkul tangan kiri Shawn. Kami berjalan menuruni jalan ini. Aku melihat ke sekeliling. Kota ini sangat tertata.

"Kemarilah." Tangan nya menepuk kursi taman, memberi kode jika aku harus duduk di sebelah nya. Aku berjalan menuju Shawn dan duduk di sebelah nya.

"Lihat Shawn itu kedai mochi yang di maksud oleh penjaga itu." Aku menunjuk ke sebuah kedai bertuliskan Mochi. "Aku ingin mencicipinya."

Shawn membuka pintu. Semua mata tertuju kepada Shawn.

"Shawn?" Teriak seorang wanita yang berdiri di belakang meja kasir.

"Astaga kau benar - benar Shawn Mendes." Sambung nya lagi.

"Duduklah, kalian ingin rasa apa?" Seorang pelayan menghampiri kami.

"Aku ingin melihat cara membuat nya." Pinta ku.

"Baiklah... Dapur kami terbuka untuk umum. Kemari." Pelayan itu mengajak kami ke dapur.

"Tunggu." Wanita yang berdiri di belakang kasir memegang tangan ku. "Apa kalian punya banyak waktu?" Nada suaranya seperti ingin menangis.

Aku menatap wajah nya dan mengangguk.

"Kalau begitu ikut aku." Dia mengajak kami ke rumah nya yang berada tepat di atas kedai ini. "Kemarilah." Wanita itu menggeser pintu.

Aku melihat seorang wanita sedang tidur di dalam nya. Aku dan Shawn mengikuti wanita itu masuk ke dalam nya. Saat dia duduk kami juga ikut duduk.

"Ini anak ku Shasha. Umur nya 17 tahun, dia mengidap leukimia. Dia salah satu penggemar mu."

"Hello Shasha nice to meet you." Ucap Shawn. Shasha membalas nya dengan senyum kecil.

Aku dan Shawn duduk di ruang tamu. Wanita pemilik kedai ini adalah ibu dari penjaga hotel dimana aku dan Shawn tempati selama kami di Jepang.

"Ini minumlah." Wanita itu meletakan dua cangkir teh hijau.

"terima Kasih." Aku meminumnya hingga habis. "Aku tidak sabar ingin membuat mochi."

"Baiklah." Wanita itu mengantarkan kami ke dapur.

Aku memilih rasa matcha dan membuat nya bersama Shawn.

Setelah membuat mochi, Aku duduk di kursi yang berhadapan dengan Shawn.

"Lihat lah mereka berebut mochi." Aku tertawa.

Shawn menoleh kearah anak - anak berseragam tk yang sedang berebut memakan mochi.

"Lucu bukan?" Aku tersenyum ke arah Shawn. Lalu kembali menatap anak - anak kecil itu.

"Kau menginginkan nya?" Tanya Shawn.

Aku mengangguk tanpa menoleh ke arah nya?

"Aku akan memberikan mu."

Aku menoleh kearah Shawn, lalu menaikan alis kanan ku.

"Buka mulut mu." Shawn menyuapkan mochi.

"Tidak bukan mochi yang aku maksud, tapi.. anak - anak itu."

Shawn menatap licik ke arah ku. "Mochi yang mereka perebutkan? Baiklah aku akan ikut memperebutkan nya."

Aku menatap sinis ke arah Shawn, aku sangat yakin kalau Shawn mengetahui apa yang aku maksud. Dan dia berlagak bodoh hanya untuk membuat ku marah. Aku tidak akan bisa marah kepada mu Shawn.

-

"Thank you." Ucap sutradara pemotretan Shawn kepada aku dan Shawn saat sesi pemotretan telah berakhir.

"Your welcome. Sebuah kehormatan karna bisa bekerja sama dengan anda." Shawn menjabat tangan produser dan fotographer di sebelah nya, lalu aku juga melakukan hal yang sama.

"Saya berharap hubungan kerja kita tidak sampai disini saja, pemotretan selanjutnya misalnya." Mendengar perkataan Sutradara, kami semua tertawa dan bersulang Wine.

-
Youth is out now!!
OMG really really blessed.
Thanks Khalid.

Manipulate | Shawn Petter Raul MendesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang