Show you

165 20 0
                                    

- You can't walk the streets at night.
You're too short to get on this road.

Show you - Shawn Mendes

Early morning in saturday.
Matthew bersiap kembali kerumah setelah sarapan. "Aku kedepan duluan, sepertinya pemandangan diluar indah." Matthew meninggalkan aku yang sedang mencuci piring.

"Ibu aku mengantar Matthew menuju terminal." Aku berjalan keluar. Aku melihat kunci mobil Matthew di atas meja ku. Astaga ketua kelas yang teledor. Ucapku dalam hati. "Matthew kau melupakan kunci mobil mu." Teriak ku. Ternyata Matthew sedang berbincang bersama Dillan. "Kau bisa pergi ke terminal bersama Dillan kan?." Aku memberikan kunci mobil miliknya.

"Baiklah.." Matthew dan Dillan berjalan meninggalkan aku. Aku masih melihat kearah Matthew dan Dillan, namun samar - samar karna mereka sudah semakin jauh dan jarak pandang ku terbatas butiran salju yang turun.

-

Christmas Eve
24 December Night
Ibu mengambil payung dibalik pintu. "Kau tidak melupakan satu pun kan?"

"Tidak ibu." Aku memakai sarung tangan.

"Kalau begitu kuncilah pintu, ibu akan menunggu di depan pagar."

Aku mengunci pintu dan berjalan menuju ibu. Terlihat Dillan memakai pakaian musim dingin nya dengan tangan kiri nya memegang kitab.

"Merry christmas bibi Diana." Dillan tersenyum.

"Merry christmas Dillan."

Aku hanya melirik kearah Dillan lalu memalingkan pandangan ku. Tanpa melihat kearah ku, Dillan berjalan meninggalkan kami.
Disusul ibu yang membawa payung. Aku memakai hoodie leather coat ku dan berjalan menuju ibu.

Kami duduk di kursi di barisan ketiga. Terlihat Dillan di barisan yang sama tapi berada di sisi yang berbeda, tempat duduk ku dan Dillan bersebrangan, aku dapat melihat wajahnya dengan jelas dari sini.

11:45 pm.
Setelah misa selesai, aku menyalakan seluruh lilin yang ada di gereja, ditemani Dillan. Aku melirik ke arah Dillan yang sedang menyalakan lilin di pojok gereja. Tampak nya dia belum selesai. Aku memutuskan untuk berdoa di depan Altar.
Tuhan.. Malam ini aku masih dengan doa yang sama. Aku ingin pangeran ku. Shawn petter Raul Mendes, tetap sama seperti sepuluh tahun lalu. Berikan lah selalu kesehatan untuk ayah, ibu, Nash, Shawn, dan juga Dillan. Aku menyayangi mereka.

Aku membalikan badan ku dan turun dari altar. langkah ku terhenti saat aku melihat Dillan sedang duduk memperhatikan ku. "Kau.. Sudah lama ada disini?"

"Merry christmas." Dillan berjalan kearah ku.

"Aku?" Tanya ku menunjuk ke wajah ku dan menoleh kebelakang, tak ada orang lain selain aku.

"Yah kau, ayo ikut aku." Ajak nya.

Dillan membawa ku ke Pohon natal yang berada di sebelah altar. Itu adalah pohon natal yang terbesar di desa ini.

"Kau mau menaruh nya?" Dillan mengambil hiasan pohon natal berbentuk bintang berwarna kuning diatas tumpukan kado. Dia memberikan hiasan tersebut kepada ku.

Aku mengambil perlahan dari tangan nya, dan melihat ke arah pucuk pohon natal.

Tawa Dillan mengejutkan aku. Dia tertawa seakan ini adalah gereja milik nya pribadi,.
Suara nya bergema mengisi gereja yang kosong ini. "Ah kau bahkan tidak sampai untuk menaruhnya... Aku bantu." Dillan mengambil tangga dari belakang altar, dan menaruhnya tepat di depan pohon natal.

Aku menaiki satu persatu anak tangga. Saat aku tiba dianak tangga nomor 2 dari atas, aku memanggil Dillan. "Berikan pada ku." Aku menaruh hiasan tersebut di pucuk pohon natal tertinggi desa ini. Lalu aku menuruni anak tangga. "Ah pohon natal ini sangat indah bukan."

"Yap sama seperti gadis yang tinggal disebelah rumah ku, sangat cantik."

Aku menoleh ke arah Dillan, ternyata dia sudah berjalan keluar gereja. Aku berlari menyusul nya. "Dillan tunggu aku."

Kami berjalan kerumah Romo untuk mengembalikan kunci gereja.

"Merry chrismas Caroline.. Dillan." Sapa suster Hailey.

"Merry chrismas." Ucap aku dan Dillan serentak. Aku langsung tersenyum tak enak kepada suster Hailey.

"Romo.. Aku pulang." Aku berpamitan dengan romo.

"Kalau begitu aku juga pulang." Dillan berdiri dari tempat duduk nya.

"Baiklah kalian hati - hati, dan datanglah untuk misa besok pagi" Ucap romo.

Aku berjalan mendahului Dillan.

"Carol." Panggil nya lalu menyusul ku, dan berjalan disampingku. "Ambil ini.."

Aku berhenti dan melihat kearah nya. "Merpati? Apa kau mengambilnya dari pohon natal?" Tanya ku.

"Anggap saja sebagai buah tangan karna kau sudah membantuku... Ini adalah lambang cinta yang abadi."

"Yah aku tahu itu." Aku mengambilnya dan memasukan nya ke kantung ku. "Kenapa kau ingin pulang saat aku ingin pulang?"

"Ini sudah larut malam, salju akan turun semakin lebat malam ini, mana mungkin aku membiarkan ku jalan pulang sendiri."

"Ehmm Dillan." Aku melirik ke arah nya.

"Ya" Dia menjawab tanpa menoleh ke arah ku.

"Kau tidak marah kepada ku?"

"Tidak." Balas nya singkat.

"Dillan maafkan aku jika aku terlalu egois." Aku berhenti berjalan dan Dillan masih berjalan. Dia berhenti lalu menoleh ke arah ku.
Dia menghampiri ku.

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud seperti ini.. Aku.. Aku tidak bermaksud untuk membuat jarak diantara kita, percayalah aku masih Dillan yang sama."

"Maaf kan aku Dillan."

"Kemarilah.." Dillan membuka tangan nya. Dan aku langsung memeluknya. Dillan mendekap ku dengan hangat, sehingga dingin malam ini seakan menghilang.

Aku melepaskan pelukan nya dan mendongakan kepala ku menatap wajah Dillan.

"Ayo pulang." Dia meninggalkan aku.

huft dia tak berubah dia tetap Dillan yang sama. Dillan yang tak bisa aku mengerti apa isi hatinya.

Manipulate | Shawn Petter Raul MendesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang