Honest

170 19 1
                                    

- She's not afraid of scary movies, She like the way we kissed in the dark. But she's so afraid of falling in love.

One Direction - She's Not Afraid

Aku membuka pintu rumah dan bersiap mengelilingi desa ini. Ini adalah pagi hari diakhir bulan maret. Tak terasa sebentar lagi aku akan menjadi mahasiswa dari salah satu kampus di Kanada. Menarik bukan? sepertinya waktu berjalan dengan cepat.

Masalah ku dengan Dillan? Kami menjalani hari seperti biasa, seperti tak ada masalah yang pernah terjadi, Kini Abel tak lagi mengejar Dillan, dia berpindah kelain hati. Coba tebak siapa.. Dia adalah Mattew. Dan lagi - lagi cinta Abel bertepuk sebelah tangan, nyatanya Mattew masih saja mengajak ku untuk pergi prom bersama nya.

Prom? Entahlah aku harus bagaimana. Dua minggu lagi acara prom akan di laksanakan, sampai saat ini aku belum memutuskan untuk pergi dengan siapa. Yang jelas, aku tidak akan bisa pergi dengan keduanya.

Musim dingin telah berganti dengan musim semi, perlahan tapi pasti, salju putih yang menutupi desa ini akan menghilang tergantikan sinar matahari. Tapi bukan berarti udara pagi ini menjadi hangat. Udaranya tetap terasa dingin.

Aku meregangkan otot ku di depan rumah dan mulai berlari. 'Dillan?' Aku melihat nya dari kejauhan, dan aku memutuskan untuk menghampiri nya.

"Akhirnya kita bisa berkeliling dipagi hari.." Aku berlari di sebelah nya.

"Oh, Hey.. Kau benar, setelah berbulan -bulan desa ini tertutup salju." Saut nya.

Kami mengelilingi desa,  setelah itu kami bersiap - siap untuk pergi ke sekolah.

-
At School.
Saat aku melintasi koridor, aku melihat banyak siswa laki- laki sedang membagikan semacam kertas.

"Carol.." Matthew memanggil dan melambai kearah ku. Lalu aku berjalan menuju Matthew. "Ini undangan Prom, pastikan kau datang dengan ku." Matthew mengedipkan mata kirinya.

Aku mengambil undangan tersebut. "Baiklah.. Aku tidak berjanji untuk itu." Lalu aku pergi meninggalkan Matthew dan berjalan menuju lokerku. Aku membuka loker dan menemukan surat. 'Apa ini?'

"Jangan pergi prom bersama Matthew. Lihatlah apa yang bisa aku lakukan kepadamu." Aku membaca surat tersebut. Tiba - tiba seseorang menepuk bahu ku, sontak itu membuat ku terkejut, aku langsung menutup loker dan membalikan badan ku. 'Dillan?' Ucap ku dalam hati. Aku mencoba pergi meninggalkan Dillan, tetapi dia malah menyenderkan tangan kanannya ke loker. Aku menatap Dillan dari atas hingga unjung kaki nya. Dia tidak mengancingkan kancing atas kemeja nya dan dia memegang sweater dengan tangan kiri nya di pundak.

Dia mendekatkan kepalanya kearah ku, dan membisikan "Goedemorgen my princess." Dia memegang dagu ku dan mencium bibir ku. Lagi, lagi, lagi, dan lagi, aku hanya diam atas apa yang Dillan perbuat pada ku. Iblis apa yang merasuki aku? Seakan - akan akh menikmati permainan Dillan. Ini adalah kedua kalinya aku seperti ini.

Aku hanya terdiam dan tidak membalas ciuman nya. Aku mendengar suara high heels dari ujung koridor, semakin lama langkah kaki itu semakin terdengar. "Cukup Dillan." Aku melepaskan bibir ku, dan langsung menatap Ibu kepala sekolah.

"Ada masalah?" Tanya nya.

"Tidak." Jawab kami serentak.

"Okai..." Dia berlalu meninggalkan kami.

'Huftt!! Hampir saja..' Ucap ku dalam hati. Aku menatap kearah Dillan yang masih menatap ku sedari tadi. Lalu pergi meninggalkan Dillan.

-
Istirahat.
Aku duduk di perpustakaan, perpustakaan disekolah ku berada di lantai paling atas, aku menyukai tempat ini, nyaman dan tidak ada keributan saat aku disini. Aku memilih buku dan duduk di kursi. Baru lima menit aku membaca, seorang siswa memanggil nama ku dari pintu dengan nafas yang ter engah engah.

"Caroline.. Dillan..." Dia memanggil ku.

"Kenapa Dillan?" Tanya ku yang mulai sedikit cemas.

"Diaa.. Terpeleset saat bermain basket." Dia menunjuk ke lapangan tepat dimana semua orang sudah berkumpul melihat Dillan.

Aku langsung berlari menuruni anak tangga. Sampailah aku dikerumunan orang.

"Buka jalan, teriak seorang siswa." Semua orang langsung melihatku, dan langsung membuka jalan untuk ku.

"Dillan? kau tidak terpeleset?" Aku melihat Dillan berdiri di ujung lapangan.

Dia tertawa karna pertanyaan ku, "Kemarilah."

Aku berjalan menuju Dillan. Dia mengeluarkan karton bertuliskan "I only can ask one, So will you come to prom with me?" Aku membacanya dalam hati.

"Ayo cepat katakan jika kau mau." Ucap Angeline dari belakang ku.

Aku menoleh kearah nya. "Aku kira kau mendukung Matthew." Bisik ku.

"Bagaimana?" Tanya Dillan.

Aku menganggukan kepala ku.

"Kau lapar? Ayo ke kantin!" Dillan menarik tangan ku menembus kerumunan dan kami langsung ke kantin.

-

"ehm.. Soal pacar mu.. Apa kau punya pacar?" Dillan memegang tangan ku.

Aku melepas genggaman tangan nya, Dan memalingkan pandangan ku.

"Hey, boleh aku bergabung?" Matthew datang membawa piring berisi makan siang nya dan duduk di sebelah ku. "Jadi kau akan pergi prom bersama Dillan?"

"Ya.." Aku memakan makanan ku.

"Ciciplah ini... Ini adalah creme soup terenak." Dillan menyuapkan Creme soup kepada ku.

"Selamat Dillan! Temui aku di lapangan pulang sekolah." Matthew meninggalkan kami.

"Kenapa dia ingin menemui mu?" Tanya ku.

"Entahlahh.. Mungkin masalah prom.. Cepat habiskan makanan mu!"

-

Saat aku turun dari bus, aku melihat Dillan. Aku memutuskan untuk menemui nya.
"Dillan.." Sapa ku.

Dia tak sedikit pun menoleh ke arah ku. Sambil menutupi wajahnya, dia mempercepat langkah kaki nya.

Aku berlari mendahuluinya dan mencadangnya. Ada apa di pelipis mata nya? Dia berkelahi? "Dillan wajah mu.." Aku menyeka rambut Dillan agar aku bisa melihat dengan jelas kondisi pelipis matanya.

Dia hanya menatap kearah ku. lalu aku memutuskan untuk mengobati lukanya.

-

Aku duduk diruang tamu Dillan. Rumah yang sunyi, tak berbeda dari sebelum nya.

Dillan menghempaskan badan nya di kursi tepat didepan ku.

"Tunggulah disini." Aku menuju dapur dan membawa mangkuk berisi air dingin. "Dimana Sapu tangan nya?" Tanya ku.

"Di lemari ku paling atas." Ucap nya sedikit ketus.

Aku membuka lemari kamar nya untuk mengambil sapu tangan. Tak sengaja aku melihat polaroid tertempel di pintu lemari pakaian Dillan. Itu adalah foto ku dan foto nya saat liburan musim panas kemarin. Dengan tulisan My love.Saat aku ingin meraih foto tersebut, Dillan memanggil ku.

"Apa kau mendapat kannya?" Teriak nya.

"Iya.." Aku mengambil sapu tangan tersebut dan keluar ke ruang tamu. "Tahan, ini agak sedikit sakit." Aku membersihkan luka nya. Ini adalah kali pertama aku menyentuh wajah tampan Dillan. Seluruh sekolah mengakui bila dia tampan bukan?

"aw.." Dillan berteriak.

'Padahal aku belum membersihkan wajahnya. Dasar!' Ucap ku dalam hati.

Aku mengoleskan obat luka di pelipis Dillan, dan memasang perban.

"Apa kau tidak akan menceritakan kenapa kau bisa mendapatkan luka ini?" Tanya ku. Lalu duduk di kursi depan Dillan. Tidak ada jawaban sama sekali dari Dillan. "Baiklah kalau sudah selesai aku akan pulang." Aku beranjak dari tempat duduk ku.

"Tunggu..." Dillan memegang tangan ku.

Aku tak menoleh kearah nya.

"Bedankt.." Sambung nya.

Dillan melepas tangan ku. Tanpa menoleh aku langsung keluar dari rumah nya. 'Aku kira.. Dia akan menceritakan apa yang terjadi'

Manipulate | Shawn Petter Raul MendesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang