39. Tabir

1.9K 130 10
                                    

Budayakan Vote sebelum membaca 💗

Mungkin akan banyak narasi so...jangan bosen2 kalo baca 😀






39. Tabir



Malam sebelum pelarian...









Zahran termangu, kepalanya mendongak menatap langit yang tampak kelam. Tidak ada bintang, yang dapat dilihatnya hanya sinar rembulan.

Kembali Zahran menghembuskan nafas beratnya, salah satu tangannya mengepal dan diletakkan didepan dadanya. Disini, terasa sesak. Ada sesuatu yang bergumul menghimpit paru-parunya, dan semua itu karena satu hal...

Ketakutan...

Setiap detik semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Zahran terlalu takut melihat waktu yang berlalu, hatinya tidak berhenti untuk berdo'a. Waktu...cukuplah berhenti sampai disini, lebih baik jika kembali ke masa lalu.

Tapi sayangnya, kebodohannya tidak bisa ditarik. Awalnya Zahran mencoba berfikir sesuatu yang positif, semua yang Kaisar lakukan dengan gadis itu, tidak lebih atas permintaannya kepada Kaisar. Hal yang coba Zahran sangkal sejak awal bahwa Kaisar tidak akan berubah, semuanya kini mulai meragukan.

Jangan lepaskan, harusnya Zahran melakukan itu sejak awal.

"Yang Mulia Permaisuri."

Zahran berbalik, memandang seseorang yang berdiri tidak jauh darinya. Mulutnya bungkam, tapi matanya tidak berhenti memandangi sosok didepannya dengan intens. Sebenarnya ada apa?

Apa yang membuat Kaisar tertarik kepada gadis itu?

Ketakutan semacam apa yang Zahran alami saat ini?

Apa kelebihan gadis itu dan apa kekurangan dirinya?

Mata Zahran memanas dan tidak bisa dicegah air mata itu keluar seketika. Kekurangannya hanya satu, kekurangan terbesar bagi seorang wanita yang mempunyai gelar permaisuri seperti dirinya.

Pundaknya bergetar hebat seiring dengan tangisnya semakin kencang. Langkah terburu didengarnya dan lengannya disentuh pelan.

"Permaisuri? Anda baik-baik saja?" suara panik Sivia terdengar.

Zahran masih tidak sanggup membuka suara. Beban yang setiap waktu ditanggungnya meminta untuk keluar, dan disinilah batas yang Zahran punya.

Sivia mengelus pelan bahu Permaisuri mencoba menenangkan. Gadis itu juga tidak tahu apa yang harus dikatakan karena masih tidak mengerti apa yang tengah terjadi.

Satu-dua tarikan dan hembusan nafas Zahran keluarkan, tangan yang menyentuh pundaknya di pegangnya pelan. "Kau....kau gadis yang baik. Aku semakin ketakutan, sikapmu yang seperti ini membuatku takut."

"Ada apa, Yang Mulia?"

Zahran menggeleng sambil menundukkan kepalanya, "Maafkan aku, Sivia. Seharusnya kau marah padaku...tidak! Maksudku kepada kami. Apa yang sudah aku dan Kaisar lakukan kepadamu...itu-"

"Anda butuh tempat duduk, Yang Mulia. Anda terlihat tidak baik." Sivia menggiring Permaisuri menuju bangku kayu yang terletak tidak jauh dari sana. "Saya akan mengambil minum un-"

Zahran mencekal lengan Sivia saat gadis itu hendak pergi. Tatapan Sivia penuh tanda tanya dan Zahran mengisyaratkan kepada gadis itu agar tetap ditempat ini.

"Kami sudah memanfaatkanmu. Aku menyesal dan aku minta maaf soal hal itu."

"Jangan seperti ini, Yang Mulia." Sivia merasa tidak enak. "Menyesal untuk apa? Anda tidak mempunyai salah apapun kepada saya."

EL SULTAN √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang