48. Perasaan Tertukar

2.3K 138 15
                                    

Budayakan vote 🌟





EL SULTAN : 48. Perasaan Tertukar











Apa yang sebenarnya manusia inginkan dalam hidupnya? Suara burung berkicauan, suasana temaram, dan keheningan. Tidakkah semua itu sudah menjelaskan semuanya?

Ya...kedamaian

Sivia hampir lupa bagaimana cara merasakannya. Dulu, Abioye yang memberikannya, desa yang mengajarkan kepadanya tentang arti kedamaian itu sendiri tanpa harus keluar dari batasan yang ditentukan. Mereka puas dengan apa yang mereka miliki dan pada akhirnya kedamaian itu dapat mereka rasakan. Tanpa kesan mewah, karena bagi mereka sederhana saja cukup.

Sivia tersenyum merasakan udara menerpa wajahnya. Tangannya bertumpu pada pinggiran jendela. Suasana ini membuatnya terkenang dengan Abioye beserta kehidupan didalamnya.

"Nona, apa Anda ingin beristirahat di kamar saja?"

Sivia berbalik mendapati ada orang lain di ruang ini. Sivia menggeleng sebagai jawaban. "Tidak, perpustakan disini bisa membantuku mengusir kebosanan."

"Baiklah, apa ada yang bisa saya bantu?"

"Tidak, aku akan memanggilmu jika membutuhkan sesuatu." Sivia menjadi terbiasa dilayani sekarang, semenjak kepindahannya ke istana, kehidupan mandirinya langsung berubah digantikan para pelayan yang selalu membantu kebutuhannya. Sivia juga tidak menyangka lidahnya bisa digunakan untuk menyuruh seseorang, entah ini perubahan baik atau buruk bagi sikapnya. "Selesaikan saja perkerjaanmu, aku akan tetap diruangan ini."

Wanita itu membungkuk setengah badan dan keluar dari perpustakan meninggalkan Sivia sendirian.

Sivia kembali mengedarkan pandangannya kesekeliling ruangan. Dirinya tidak membual saat mengatakan rumah ini begitu besar. Perpustakan mini seperti ini bisa ditampung dengan baik. Langkahnya mengalun menuju rak dan mulai memilih buku untuk dibacanya.

Mengenang kembali kehidupannya di Abioye dimana neneknya seringkali mencekokinya dengan buku-buku yang kadang membuat Sivia mual. Tapi, untuk sekarang Sivia benar-benar merindukan aktivitas itu.

Diambilnya buku bersampul kulit yang tebal, tidak ada debu yang biasanya dijumpai seperti di perpustakan tua, menandakan betapa terawatnya tempat ini.

Dibacanya judul yang tertera disana.

Mimpi.

Lembaran itu kembali dibukanya sampai ia menemukan awalan tulisan yang menarik.

Terkadang kita sulit membedakan
Yang satu dengan yang lain
Yang ini dengan yang itu
Atau yang hidup dengan yang tiada

Mimpi...
Semua orang kembali merasakannya
Hidup diantara dua sisi yang bersebelahan
Manusiapun terkadang tidak memahaminya
Kau juga bukan?
Kau sekarang membaca tapi bisa saja kau tidak

Jangan gundah,
Ketidaktahuan adalah makanan yang dibutuhkan manusia untuk dipenuhi
Sebelum semuanya berjalan terlalu jauh
Berhentilah, tidak adakah rasa takut jika kau tidak bisa kembali?

Hidup bukanlah sebuah mimpi
Silahkan bermimpi, tapi jangan hidup didalam mimpi
Kau bisa membedakannya sekarang
Pertama-tama tanyakan kepada dirimu
Yakinkanlah,
Ini hidup atau mimpi?

Sivia mendekap buku itu sambil tersenyum, buku yang menarik untuk dibaca. Langkahnya mengalun menuju kursi kayu yang mengarah pada jendela. Menyenangkan sekali bisa membaca sambil menikmati suasana asri diluar. Sivia duduk dan kembali menatap kearah jendela, langit sudah mulai menggelap. Sembari menunggu Kaisar kembali, lebih baik dia membunuh kebosanan dengan ini.

EL SULTAN √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang