40. Bencana Pelarian

1.9K 133 10
                                    

Budayakan vote sebelum membaca 💗












Penginapan sederhana berlantai dua ini terlihat layaknya penginapan pada umumnya. Bangunan yang terbuat dari kayu membentuk segi empat melingkar dengan halaman yang berada ditengahnya.

Kedai makanan berada di lantai satu dengan pintu yang hanya ditutupi oleh kain yang memanjang. Suara berisik para tukang masak terdengar jelas, gorengan demi gorengan dan teriakan para pekerja sama sekali tidak mengusik pengunjung. Mereka semua terlihat menikmati dan mengobrol dengan santai disini.


Tidak jarang tawa keras yang dihasilkan segerombol pengunjung yang berada si sudut ruangan membuat Sivia mencengkram gelas minumnya erat, merasa tidak nyaman. Mereka semua tampak normal, hanya saja tingkah mereka terlalu berandal dan tidak mengindahkan sopan santun. Kaki di atas meja, makan dengan rakus, dan celoteh-celoteh yang sangat keras. Sivia heran kenapa mereka tidak menutup mulut dan menikmati makanan yang sedang dihidangkan daripada saling sorak, tertawa, dan terlihat seperti rakyat yang-



Sivia menggeleng dan mengenyahkan fikiran buruknya. Astaga, tidak baik untuknya berprasangka buruk seperti ini.

Saat matanya menangkap pengunjung yang sedang memperhatikannya, seketika Sivia langsung menunduk. Pakaian biasa yang ia kenakan masih terlihat tidak biasa di tempat ini, terlalu bersih dan rapi.


Pekerja penginapan yang dimintai tolong olehnya juga tidak kunjung kembali. Cukup lama ia menunggu agar pekerja tadi kembali bersama seseorang yang sangat ingin ditemuinya.

Sivia melonjak terkejut saat kursi kosong didepannya berderit dan langsung diduduki oleh seseorang.



"Nona?" tanya suara itu.


Sivia menahan dirinya mati-matian untuk tidak segera beranjak saat melihat pria didepannya. Pakaiannya kotor dan lusuh, rambutnya berantakan dengan kumis tidak rapi, sisa-sisa air terlihat menetes dari janggut tebal pria itu.

"Kenapa wanita secantik anda bisa ditempat ini? dan sendirian?" Pria itu memamerkan giginya yang sama sekali tidak putih.

Sorakan dan tawa keras terdengar dari sudut ruangan, Sivia baru sadar satu kursi di sana kosong dan pria didepannya adalah salah satu dari mereka. Mereka saling bersahutan dan mengatakan hal yang menyangkut taruhan atau apapun itu.

Sivia buru-buru beranjak dan berniat pergi, tapi salah satu lengannya dicekal membuatnya terkejut.
"Aku harus pergi." Tidak ada kalimat formal yang Sivia ucapkan, matanya fokus kepada lengannya yang dicengkram erat oleh tangan kotor yang dipenuhi sisa makanan.


"Anda mencari seseorang?" senyum pria itu tidak kunjung hilang, tapi wajah congak didepannya benar-benar membuat Sivia tidak nyaman.

Sivia sebisa mungkin menarik lengannya dan tidak menggubris pria itu. Satu hal yang ada di otaknya adalah pergi dari sini.

"Barron Woody, pemilik penginapan. Mungkin anda butuh bantuan?" ucap pria itu memperkenalkan diri.


Dan seketika gerakan Sivia berhenti. Pemilik penginapan? "Lepaskan!" perintah Sivia membuat pria itu terkekeh dan mengangkat kedua tangannya diudara, melepasnya. Pria didepannya mungkin bisa membantunya,


"Kau pemilik penginapan?" Tanya Sivia memastikan dan diangguki oleh pria itu. "Apa kau tahu seorang laki-laki dengan perawakan tinggi dengan wajah khas penduduk padang pasir?"


Pemilik penginapan itu kembali menunjukkan giginya dan sedikit menunduk untuk mengambil tangannya. Sivia hendak menarik tangannya saat punggung tangannya mendadak dikecup membuat Sivia mengalihkan pandangan merasa mual.

EL SULTAN √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang