9. Sisi Lain Kaisar

2.9K 171 15
                                    

EL-SULTAN : 9. Sisi Lain Kaisar




Sivia memeluk sebuah buku tebal didepan dadanya. Hal inilah yang selalu dilakukannya beberapa hari belakangan. Mendapat tugas pagi dikediaman Kaisar membuatnya harus mengunjungi Tabib Kawekas saat sore atau malam hari. Akibatnya Sivia selalu pulang dari kediaman Tabib Kawekas larut malam.

Lagi-lagi Sivia menghela nafas, dieratkan pelukannya sambil terus berjalan. Dia harus melakukannya, membiasakan kegiatan baru ini selama dia berada diistana. Biasanya Tabib Kawekas yang akan mengantarnya sampai ke asrama dayang, tetapi melihat Tabib Kawekas begitu sibuk tadi, Sivia langsung menolak ajakan Tabib Kawekas untuk diantar. Pria itu tampak lelah. Setahunya hal itu terjadi setelah kunjungan Kaisar beberapa hari lalu di kediaman Tabib Kawekas. Sivia merasa tidak enak terus menerus merepotkan Tabib Kawekas. Pria itu terlalu baik.

Mendengar suara kaki-kaki terhentak, Sivia menengok kearah belakang. Beberapa prajurit tampak berbaris dan berjalan dengan tegap. Sivia menyingkir, membiarkan prajurit dengan seragam itu melaju. Pandangan Sivia mengikuti langkah-langkah itu,  sedikit ngeri memang melihat wajah keras yang menghiasi prajurit disini. Apakah prajurit selalu memasang wajah sekeras itu? Atau mungkin hal itu hanya berlaku diistana ini? Ditambah dengan pedang yang selalu mereka bawa seakan siap menebas siapapun yang melakukan kesalahan. Sivia menelan ludah, mengerikan!

Sivia membuang muka dan menatap kearah lain.

Ya, mengerikan dan -rupawan?
Apa! Rupawan?

Seseorang yang mendekat kearahnya merupakan gabungan dari prajurit atau mungkin ksatria yang mengerikan dengan tatapan tajamnya dan rupawan dengan karismanya sendiri.

Sivia menelan ludah gugup "Ksatria Rey." Sapanya sambil membungkuk hormat.

Ksatria Rey tersenyum miring "Kau adalah satu dari sekian orang yang tidak pergi setelah menyapaku," pria itu mendekat dan berdiri tepat didepan Sivia.

Sivia menatap bingung "Kenapa seperti itu?"

"Entahlah-" Ksatria Rey mengangkat sebelah alisnya "Kenapa, ya? Lain kali aku akan bertanya kepada mereka."

Kalimat itu terdengar tidak ada masalah, tapi saat Ksatria Rey yang mengatakannya. Perpaduan suara tenang dan menjanjikan, seolah kita dibawa hanyut oleh suara itu. Kata apa yang cocok untuk mengungkapkannya?

"Dan kau -" Mata Ksatria Rey tertuju kepada Sivia "Tidak baik dayang sepertimu berkeliaran selarut ini."

"Sa...saya," Sivia gelagapan "Saya akan pergi, ma...maaf."

"Pernah mendengar ini?" Suara Ksatria Rey merendah, kepala pria tinggi itu menunduk, menyamakan tingginya dengan Sivia "Bulan bisa tenggelam dilangit yang kelam. Di istana ini, malampun bisa menjadi pembunuh."

Meskipun Sivia tidak terlalu mengerti, gadis itu memilih mengangguk. Sangat kikuk, tapi mau bagaimana lagi. Niatnya untuk pergi langsung diurungkan ketika Ksatria Rey masih menatapnya, seperti menilai sesuatu atau mungkin yang lainnya.

"Sangat kebetulan aku bisa bertemu denganmu lagi, entah kenapa aku merasa kebetulan-kebetulan lainnya akan mempertemukan kita."

"Semoga itu bukan hal yang buruk,"

"Itu sangat buruk," Ksatria Rey memotong dengan senyum miring "Tidakkah kau pernah mendengar betapa berbahayanya diriku?"

Bukan hanya dari orang-orang, Kaisar sendiripun sudah memperingatinya. "Itu hanya desas-desus. Menurut saya, anda bukan orang seperti itu."

"Lalu menurutmu aku orang yang seperti apa ?" Ksatria Rey tampak tertarik dengan pembicaraan ini.

"Anda...baik." Menurut Sivia satu kata itu sudah cocok tidak ada keraguaan saat mengatakannya "Buktinya anda berkenan menolong saya yang hampir terjatuh."

EL SULTAN √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang